RONGRONGAN TAK BISA DIBIARKAN

RONGRONGAN TAK BISA DIBIARKAN

 

 

Jakarta, Suara Karya

Penegakan hukum secara ketat dan tanpa pandang bulu merupakan syarat yang tidak boleh dikompromikan untuk membentuk etik yang kuat dalam kehidupan bangsa. Kelemahan dalam bidang etika akan melemahkan bangsa dalam seluruh kehidupan.

Hal itu dikemukakan Presiden Soeharto dalam sambutannya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Rabu malam di Istana Negara. Dikatakannya penegakan hukum merupakan syarat yang penting bagi kelancaran pembangunan, keadilan dan ketenteraman masyarakat. Apapun alasannya dan bagaimana pun bentuknya rongrongan terhadap pembangunan tidak dapat kita biarkan, kata Presiden.

“Kita akan merasa berbahagia karena memperoleh kesempatan ikut serta dalam usaha pembangunan bangsa dan sebaliknya, kita akan merasa bersalah kalau kita justru melakukan tindakan yang merongrong pembangunan, apapun bentuk dan wujudnya,” katanya lebih lanjut.

 

Seimbang

Presiden menyatakan, pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan yang bersifat seimbang. Seimbang antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrawi, antara kemajuan lahir dan kemajuan batin, antara kesejahteraan jasmani dan kesejahteraan rohani.

“Saya rasa hal ini sesuai dengan ajaran Nabi kita yang menganjurkan agar kita bekerja sekuat tenaga untuk kebahagiaan dunia seolah olah kita akan hidup kekal abadi, dan bekerja keras untuk kebahagiaan akhirat seolah olah kita akan mati esok hari,” ujar Kepala Negara.

Oleh karena itu bagi umat beragama umumnya, pembangunan bangsa bukanlah sesuatu hal yang sama sekali lepas dari panggilan agama. Hal itu bukanlah pikiran yang mengada-ada. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa bumi ini adalah masjid. Sabda Nabi itu mempunyai makna yang sangat dalam. Hal ini berarti bahwa segala kegiatan yang dilakukan selama hidup di atas bumi ini mempunyai nilai ibadah.

“Bagi sebagai umat Nabi Muhammad, melaksanakan pembangunan juga merupakan tugas agamawi, melaksanakan pembangunan merupakan bagian dari pelaksanaan risalah beliau, mewujudkan kehidupan yang penuh rakhmat bagi semua manusia, bagi seluruh makhluk Tuhan di atas bumi ini. Inilah seharusnya keyakinan kita sebagai pengikut Muhammad,” ujar Presiden.

Dengan keyakjnan itu, maka umat Islam akan lebih mantap dalam terus meningkatkan kegiatan pembangunan. Dengan demikian juga akan merasa berbahagia karena memperoleh kesempatan ikut serta dalam usaha pembangunan bangsa. “Sebaliknya, kita akan merasa bersalah kalau kita justru melakukan tindakan-tindakan yang merongrong pembangunan, apapun bentuk dan wujudnya,” ujar Kepala Negara. Apapun alasannya dan bagaimanapun bentuknya rongrongan terhadap pembangunan tidak dapat dibiarkan.

Demi kelancaran pembangunan, demi rasa keadilan dan demi ketenteraman masyarakat, maka penegakan hukum merupakan syarat yang penting.

 

Prihatin

Menteri Agama Munawir Sjadzali menyatakan prihatin atas masih tingginya kasus kenakalan, kekerasan, kejahatan, pembunuhan, penyelewengan dan berbagai kesenjangan sosiallainnya, sementara pada sisi lain ia juga menyatakan gembira atas makin semaraknya kehidupan beragama di tanah air dewasa ini.

Keprihatinan dan kegembiraan itu diungkapkan Menteri dalam sambutannya pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. la mencatat, sejak Pemerintah Orde Baru melaksanakan pembangunan melalui Pelita demi Pelita kehidupan beragama di tanah air dewasa ini terasa kian semarak, sementara jumlah tempat ibadah mengalami peningkatan.

“Akan tetapi, di samping kegembiraan dengan kecenderungan positif tersebut, kita pun masih tetap prihatin melihat kenyataan masih tingginya jumlah kasus kenakalan, kekerasan, kejahatan, pembunuhan, penyelewengan, dan berbagai kesenjangan sosial lainnya,” katanya.

Gejala tersebut, menurut Menteri, menimbulkan kesan seolah-olah tidak ada hubungan antara kecenderungan positif keagamaan dengan kecenderungan negatif sosial kemasyarakatan, dan seakan-akan tidak ada korelasi antara meningkatnya ketaatan menjalankan ibadah agama dengan kehidupan sehari-hari di luar rumah ibadah.

Oleh karena itu, sambungnya, dapat dimengerti kalau terdengar komentar bahwa kesemarakan hidup beragama di tanah air pada umumnya masih terbatas pada bidang ritual saja, belum terpantul pada perilaku serta kehidupan di luar ibadah murni.

“Kebenaran observasi itu antara lain dapat kita lihat pada kenyataan bahwa umumnya kadar kejujuran sebagian besar kita masih dapat dipertanyakan. Cukup banyak di antara kita yang menyalahgunakan kepercayaan dan wewenang serta menyia-nyiakan amanat,” katanya.

“Semangat kesetiakawanan sosial kita masih sangat lemah, dan banyak di antara kita yang etos kerjanya masih rendah,” tandasnya.

Islam mampu membendung sekularisme karena Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu dan bekerja selalu ingat kepada Tuhan. Ilmu pengetahuan itu bisa menjadikan seorang sarjana menjadi manusia yang sekularistik, tapi Islam mendorong umatnya menuntut ilmu di mana dan kapan saja, kata Gubernur Kalimantan Selatan Ir. H. Muhammad Said ketika menguraikan hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW.

Di samping itu, Islam menuntut umatnya untuk bekerja selalu ingat kepada Allah SWT, seperti apa yang terkandung dalam ayat 10 surat Jum’at “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Ayat itu juga mengandung ajaran yang menjadi sumber motivasi untuk berusaha dan bekerja secara inovatif, kreatif dan sublimatif. Sumber motivasi yang paling kuat yang bisa menggerakkan umat Islam dalam bekerja dan membangun adalah amal saleh seperti memberi nafkah kemanusiaan dan pengabdian, katanya.

Menurut Said, agama Islam itu mendorong penganutnya untuk selalu berpikir dan berbuat secara inovatif. Islam menuntut umatnya mencari sesuatu yang baru, yang lebih baik, memperbaiki atau meningkatkan apa yang telah ada sehingga akan memberikan nilai tambah dalam kehidupan.

Oleh karena itu, Islam mendorong untuk bersikap kreatif, menciptakan keadaan hari ini lebih baik dari kemarin dan menyiapkan hari esok yang jauh lebih baik. Islam sangat membenci kemalasan karena kemalasan merupakan sumber kemiskinan, tambahnya.

 

 

Sumber : SUARA KARYA (13/10/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 571-574.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.