Bukit Soeharto, 27 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Jl. Cendana 8 Jakarta
SEMUA PERNAH SALAH DAN
KHILAF [1]
Dengan penuh rasa hormat,
Sudah lama saya ingin berkirim surat kepada Bapak. Namun saya selalu ragu surat ini tak akan sampai kepada Bapak, karena Bapak orang besar yang hanya dapat ditemani dengan segala macam aturan protokoler istana. Saya hanya seorang anak kampung, yang hanya dapat berhayal untuk bertemu langsung dengan Bapak.
Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan rasa prihatin dan doa untuk Bapak beserta keluarga, karena saya sangat mengagumi Bapak. Di mata saya, Bapak tak pernah gentar berjuang menumpas PKI yang ingin mengambil alih negara ini dan memimpin bangsa ini selama 32 tahun dengan pembangunan dan berlaku adil.
Saya tidak senang isu yang beredar saat ini yang menyudutkan Bapak. Saya tidak akan percaya dengan isu seperti itu, sampai kapanpun. Wajar saja Bapak sebagai manusia pernah salah dan khilaf karena setiap manusia tak ada yang sempurna, benar kan Pak?!
Hanya kesalahan kecil tak akan seimbang dengan pengabdian Bapak selama ini. Saya yang tinggal di kawasan Bukit Soeharto tak akan setuju seandainya nama Bukit Soeharto ini di ganti. Bukit Soeharto akan tetap menjadi Bukit Soeharto yang akan tercatat dalam sejarah Indonesia ini menurut pandangan saya.
Orang yang selama ini menyudutkan Bapak semoga menyadari ke salahan mereka, Allah senantiasa bersama orang -orang yang sabar dan benar. Nah sekian dulu surat dari saya ini. (DTS)
Lesty Hidayah
Kalimantan Timur
NB. Salam saya untuk seluruh keluarga Bapak, terutama Ibu Siti
Hardiyanti Indra Rukmana yang saya kagumi.
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 779. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.