SERAT KENAF BISA DIJADIKAN BAHAN BAKU KERTAS
Jakarta, Antara
Tanaman kenaf yang selama ini hanya dijadikan serat karung ternyata bisa dijadikan bahan baku kertas dengan hasil baik, kata Menteri Perindustrian Ir Hartarto Selasa.
Setelah melapor kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta Menteri Hartarto mengungkapkan, penelitian bagi pemanfaatan kenaf (kulit dan batangnya) untuk industri kertas telah dilakukan pabrik kertas PT Kertas Leces, Probolinggo, (Jawa Timur) sejak 1986.
Pada 10 Februari 1988 pabrik kertas itu mencapai kesepakatan bisnis dengan PTP XVII (perkebunan yang membuka lahan tanaman kenaf). Dalam tahun ini PT Kertas Leces akan menerima 5000 ton kenaf kering dari PTP tersebut, dengan harga rata-rata Rp 50,-/kg di Leces.
Untuk tahun 1989 diperhitungkan PT Kertas Leces memerlukan sekitar 45 ribu ton kenaf kering, dari area tanaman kenaf 6.500 Ha. Dan tahun berikutnya jumlah itu mencapai sekitar 85.000 ton dari area 12.150 Ha.
Presiden beberapa waktu lalu memerintahkan menteri perindustrian untuk meneliti kemungkinan memanfaatkan tanaman kenaf selain untuk serat karung. Penganeka ragaman manfaat kenaf diperlukan untuk menampung produksi tanaman itu yang semakin tinggi.
Kenaf biasanya tumbuh baik di lahan berawa-rawa (bonorowo) yang banyak terdapat di beberapa wilayah Indonesia. Untuk memanfaatkan produksi serat kenaf itu presiden juga memberi petunjuk kepada para menteri agar karung serat kenaf lebih banyak digunakan untuk mengemas bahan makanan seperti beras dan gula. Selama ini pemakaian karung serat alam (goni) terdesak oleh karung plastik.
Hartarto juga melaporkan tentang selesainya 19 proyek industri dalam tahun ini terdiri 18 industri kimia dasar dengan total investasi Rp 1,41 triliun dan satu proyek industri mesin, yaitu PT Boma Bisma Indra dengan investasi Rp 80 miliar.
Menteri menilai, delapan dari 19 proyek itu sangat strategis, yaitu PT Kertas Kraft Aceh yang menghasilkan kertas pembungkus semen 150.000 ton/tahun (20 persen diekspor), PT Gajah Tunggal (menghasilkan ban mobil dan sepeda motor untuk ekspor), PT Indah Kiat Pulp and Paper Corp.
PT Inti Indorayon Utama (menghasilkan pulp pengganti kapas 165.000 ton/tahun), PT Petrowidada (bahan baku industri deterjen), PT Sintas Kurama Perdana (asam formiat untuk pengolahan karet alam), PT Petro Kujang Putra (pemurnian asam fisfat) dan PT Boma Bisma Indra (mesin diesel dan mesin peralatan pabrik).
Menteri Hartarto menyebutkan, meningkatnya pembuatan mesin dan peralatan pabrik di Indonesia itu disebabkan semakin dikuasainya teknologi dalam rancang bangun dan perekayasaan.
Selain itu faktor ekonomi juga sangat menunjang, karena pemakaian mesin dan peralatan pabrik buatan dalam negeri bisa menghemat sampai 30 persen dibanding apabila menggunakan barang impor, kata menteri.
Dalam hubungan itu Presiden memberikan petunjuk kepada Menteri Hartarto agar Departemen Perhubungan terus mendorong Badan Usaha Milik Negara serta perusahaan swasta untuk berusaha menguasai teknologi rancang bangun dan rekayasa di bidang industri yang lebih luas. Proyek anjungan (platform) bertingkat limadi perairan Cirebon, milik perusahaan minyak Arco dengan investasi 5,9 juta dolar AS. Juga sedang dibangun sepenuhnya oleh PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Sumber : ANTARA (16/02/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 544-545.