SETIAP BANTUAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN AKAN DITERIMA INDONESIA DENGAN TANGAN TERBUKA

SETIAP BANTUAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN AKAN DITERIMA INDONESIA DENGAN TANGAN TERBUKA [1]

 

Den Haag, Antara

Presiden Soeharto mengatakan bahwa setiap bantuan, terutama dalam bentuk “soft-term credit” apapun investasi, akan diterima dengan tangan terbuka, oleh karena dapat dipergunakan untuk mempercepat pembangunan.

Hal ini diungkapkan oleh Presiden Soeharto sewaktu diwawancarai oleh J.F. Van den Broek, wartawan NEC/Hadelsblad dari Roterdam, yang dimuat dalam sebuah suplemen mengenai Indonesia dan surat kabar tersebut baru2 ini.

“Indonesia menyadari,” kata Presiden Soeharto lebih lagi dalam wawancara tersebut, “bahwa bantuan atau investasi itu digunakan sebagai senjata politik untuk mempengaruhi negara berkembang.”

”Tetapi bila investasi asing dapat dilaksanakan melalui garis yang ditetapkan dalam suatu perjanjian yang mengindahkan kemakmuran kedua negara, maka bahaya itu dapat disingkirkan,” kata Presiden.

“Dalam hal ini, sudah terang bahwa Indonesia nantinya tidak akan mengadakan peIjanjian yang melanggar ketentuan2 Undang2 Penanaman Modal Asing yang dibuat oleh wakil2 rakyat dalam lembaga demokrasi,” demikian van dan Broek mengutip ucapan2 Kepala Negara.

Menurut Presiden, bagi Indonesia prioritas tertinggi adalah pembangunan ekonorni untuk memperbaiki nasib rakyat. MPR telah menentukan prioritas, juga dalam hal pendidikan, sedang Kepala Negara hanya melaksanakan kebijaksanaan tersebut.

Namun demikian, pendidikan pun dapat perhatian, karena Indonesia kini membutuhkan lebih banyak tenaga vak (kejuruan). Apakah para mahasiswa nantinya akan dapat memainkan peranan dalam pembangunan nasional-terutama sebagai pionir-tergantung pembangunan nasional-terutama sebagai pionir-tergantung pada perkembangan. Pemerintah Indonesia kini sedang mengkonsentrir diri atas persoalan tersebut, kata Presiden menambahkan.

Sehubungan dengan kritik atas kedudukan istimewa dari para investor asing, diterangkannya bahwa kini terdapat suatu phobi terhadap investor asing. Tetapi yang dilupakan justru yang paling penting bagi Indonesia kini yaitu bagaimana mendapatkan cara2 untuk mengenali sumber2 alam yang kaya yang terdapat di Indonesia.

“Bila harus ditunggu sampai orang Indonesia mempunyai kepandaian dan dana sendiri untuk tujuan itu, maka orang Indonesia akan mati kelaparan seperti tikus di lumbung padi,” tambahnya.

Mengenai lamanya Indonesia membutuhkan bantuan luar negeri dikatakannya bahwa ini akan berlangsung selama orang Indonesia sendiri tidak akan mampu menjalankan management dan tidak mempunyai modal sendiri.

Karena itu, pada perjanjian pendirian setiap joint-venture ditentukan berapa orang Indonesia dan modal Indonesia harus mengambil bagian dan bahwa pada akhirnya seluruh proyek tersebut harus menjadi proyek Indonesia.

“Undang2 Penanaman Modal Asing menyebutkan mengenai jangka waktu 30 tahun. Waktu ini kiranya cukup bagi orang Indonesia untuk mengoper saham2 dari penanaman modal asing,” katanya.

Berbicara mengenai kemungkinan kolonialisme ekonomi oleh Jepang atau Amerika Serikat, dikatakannya bahwa Indonesia telah menetapkan bahwa setiap kerjasama harus didasarkan atas kesejahteraan timbal balik, tanpa kemungkinan satu pihak mendominir pihak lainnya.

“Kami tidak melihat alasan untuk merasa khawatir akan terjadinya kolonialisme ekonomi dewasa ini,” demikian Presiden Soeharto.

Mengenai kemungkinan timbulnya pergolakan sosial oleh karena Pemerintah menghendaki tercapainya tujuan2 yang terlalu banyak dan terlalu cepat, sehingga tidak dapat diikuti oleh rakyat, Kepala Negara mengatakan bahwa kewajiban dan tugas yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah “Orde Baru” adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki stabilisasi politik dan ekonomi serta kelangsungan republik.

Bila kestabilan nasional dapat dijamin dalam tahun2 mendatang, maka kejadian2 seperti pada tahun2 1965/1966 tidak akan terulang lagi, demikian Presiden mengakhiri wawancara Van den Broek. (DTS).

Sumber: ANTARA (07/12/1973)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 250-251.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.