SOAL PENGUNGSI TIM-TIM DI AUSTRALIA AKAN DIBAHAS

HM Soeharto dalam berita

Pertemuan Pejabat2 Indonesia – Australia:

SOAL PENGUNGSI TIM-TIM DI AUSTRALIA AKAN DIBAHAS [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Malcolm Fraser setuju bahwa pejabat2 kedua negara akan bertemu untuk memecahkan masalah pengungsi Timor-Timur yang melarikan diri ke Australia, demikian salah satu pasal pernyataan Kepala Pemerintahan Australia itu dalam Komunike tertulis yang dibagikan pada konperensi persnya semalam di Wisma Negara Jakarta, tempat penginapan resminya selama berkunjung sebagai tamu negara di Indonesia.

Dikemukakan dalam pernyataan itu, salah satu aspek penderitaan manusia akibat konflik di Timor-Timur adalah kesengsaraan para Pengungsi yang lari ke Australia tanpa keluarga mereka. Dalam wawancara Fraser mengemukakan kemungkinan membicarakan penyatuan kembali keluarga2 Timor yang terpisah itu.

PM Fraser menekankan pandangan bahwa yang penting sekarang tentang Timor-Timur ialah melihat kedepan, dan meringankan sejauh mungkin penderitaan manusia yang timbul akibat pertempuran.

Australia telah membantu lebih dari 80.000 dollar Australia melalui PMI dan selanjutnya akan disediakan 250.000 lagi sesuai dengan keperluan.

Disebutkan dalam pernyataan bahwa Presiden Soeharto telah memberikan uraian singkat menyeluruh tentang perkembangan kebijakan Indonesia tentang Timor Timur. Presiden menegaskan kembali sikap Indonesia mengingatkan bahwa Indonesia telah mengambil tanggungjawab ataspemerintahan di Timor Timur, dan untuk kesejahteraan rakyatnya, setelah proses dekolonisasi sudah terlaksana sesuai dengan keinginan rakyat disana .

Disebutkan, PM Fraser mengingatkan bahwa kebijakan Australia tentang Timor-Timur telah dengan jelas diuraikan Menlu Peacock di Parlemen Australia.  Peacock mengatakan waktu itu, masalahnya kompleks, dan menjadi lebih rumit akibat perubahan2 cepat di Portugal dan akibat hancurnya penguasaan dan pemerintahan Portugal atas Timor-Timur. Fraser menghindari pertanyaan2 lebih lanjut dalam Tanya jawab.

Sambil menunggu tercapainya Samudra Hindia sebagai wilayah damai, Presiden Soeharto dan PM Australia Fraser, mengakui bahwa suatu keseimbangan pada tingkat serendah mungkin akan dapat memungkinkan terhindarnya lomba peningkatan kekuatan. Kalimat dalam pasal 10 pernyataan tertulis yang dibagikan pada wawancara ini ditekankan secara khusus oleh PM Fraser pada awal wawancaranya.

Dalam pasal 10 pernyataan (bukan bersama) tsb disebutkan bahwa kedua Kepala Pemerintahan menyatakan keprihatinan mendalam tentang situasi di Samudra Hindia yang merupakan kepentingan politik dan strategis kedua bangsa. Kedua pemimpin setuju bahwa dominasi Samudra Hindia oleh sesuatu kekuatan besartidaklah merupakan kepentingan wilayah ini.

Dalam hubungan itu, demikian pernyataan, Presiden menyatakan keyakinannya bahwa situasi seperti itu dapat dihindari jika kekuatan2 besar mentaati resolusi2 Sidang Umum PBB yang menyatakan Samudra Hindia sebagai wilayah damai, resolusi yang dikuatkan oleh KTT negara2 non-blok di Kolombo.

“Itu saya pandang sebagai pengakuan kenyataan bahwa sambil menunggu tercapainya wilayah seperti dikemukakan pemyataan, harus ada suatu keseimbangan, bahwa samudra itu tidak semestinya dikosongkan bagi satu kekuatan saja”, kata Fraser.

Australia, kata Fraser, mendukung kuat sekali pengaturan negara2 ASEAN untuk mencegah masuknya pengaruh yang tidak semestinya dari kekuatan2 besar. Ini katanya pula, telah dikemukakan dalam pidatonya di DPR.

Di DPR hari Sabtu, Fraser al. mengatakan,

“kedua bangsa sama2 menjaga jangan sampai perebutan pengaruh kekuatan2 raksasa masuk ke dalam kawasan ini, atau kalau pun perebutan terjadi, masih dalam batas2 kompetisi secara damai.”

Kunjungan ke Cina

Tentang kunjungan PM Fraser ke Cina, dalam pemyataan secara singkat hanya disebutkan dalam pasal 11 bahwa

“Perdana Menteri telah menceritakan kepada Presiden tentang kunjungannya baru2 ini ke Jepang, Cina, Kanada dan Amerika Serikat.”

Atas pertanyaan, lebih lanjut dalam wawancara PM Fraser mengatakan,

” ….. sudah satu generasi atau lebih tidak ada komunikasi antara Australia dan Cina sebelum kunjungan  itu, dan kami percaya  akan pentingnya  berkenalan  pemimpin2  Cina sebagaimana pula penting untuk mengenal dan memahami pemimpin2 negeri2 lain.”

Fraser percaya dan berharap, Cina di masa mendatang akan makin banyak melibatkan diri dalam komunikasi dunia mengenai bidang yang meningkat pula.

“Saya kira,” katanya, “tidaklah menjadi keinginan siapa pun untuk menjadikan Cina tidak mempunyai jaringan komunikasi, yang normal dengan banyak negara.”

Pertemuan Pejabat Australia – ASEAN

Dalam komunike itu PM Fraser menyetujui usul Presiden Soeharto tentang penyelenggaraan pertemuan dalam waktu dekat pejabat2 Australia dan pejabat2 ASEAN untukmembahas persoalan ekonomi yang menyangkut kepentingan bersama Australia ASEAN, termasuk masalah serupa yang muncul di forum internasional. Tujuan utama dari pembahasan itu adalah mempelajari bidang2 mana bisa bekerjasama dan menguntungkan Australia dan ASEAN.

Mengenai persoalan ekonomi internasional, kedua Kepala Pemerintahan sama2 melihat terus berlangsungnya perbedaan besar dalam kemajuan ekonomi antara negara industri dan negara berkembang, yang dapat menjadikan ketegangan dunia. Oleh karenanya mereka menyambut baik peningkatan kerjasama di bidang ini, dan menyetujui bahwa momentum untuk mengusahakan pemecahan atas serangkaian masalah internasional yang penting harus dipelihara.

Mereka mengakui factor penting yang dapat mengurangi kesulitan pembangunan adalah kembalinya pertumbuhan yang mantap dalam hasil perekonomian dan kesempatan kerja dunia dan bahwa kemajuan yang berlanjut dalam mengurangi inflasi dunia akan penting untuk mencapai hal itu.

Tercapai pula persetujuan mengenai pentingnya hasil yang memuaskan dari dialog yang terus-menerus dalam Konperensi Internasional untuk kerjasama ekonomi dan mengharapkan hasil2 yang berkelanjutan dalam tindak lanjut dari UNCTAD IV terutama dalam hubungan dengan komoditi.

Kedua pimpinan Pemerintah itu telah pula membahas masalah beban hutang negara berkembang dan mengutarakan harapan agar dapat diketemukan pemecahan yang memuaskan atas masalah ini. Dalam hal ini dinyatakan bahwa seluruh bantuan Australia kepada Indonesia merupakan “grant”. Disetujui pula bahwa pemerintah kedua belah pihak akan mempertahankan adanya kerjasama erat serta konsultasi2 dalam masalah ini.

Mengenai hubungan ekonomi bilateral kedua negara, PM Fraser dan Presiden Soeharto melihat perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Australia akan terus meningkat.  Keduanya sependapat  inisiatip  di masa  depan baik  dari pengusaha Indonesia maupun Australia perlu didukung sepanjang memungkinkan.

Presiden Soeharto dalam pembicaraan itu menghargai sumbangan Australia dalam membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

PM Fraser dalam hal ini menyatakan lagi kepada Presiden, bahwa Australia meletakkan prioritas tinggi dalam bagian bantuan pembangunan bagi Indonesia. Dalam 3 tahun mendatang dinyatakan bantuan itu akan berjumlah tidak kurang dari 86 juta dollar Australia.

Dalam hubungan ini PM Fraser mengharapkan kontak2 serapat mungkin dari Pemerintah Indonesia dalam merencanakan program bantuan sehingga Australia dapat menyediakan bantuan dalam bidang2 yang oleh Pemerintah Indonesia mendapat prioritas tertinggi.

Komunike selanjutnya menyatakan kedua pihak setuju mengenai pentingnya hubungan kebudayaan untuk mempererat persahabatan. PM Fraser menyatakan dalam semangat ini, Australia akan meningkatkan kegiatan Pusat Kebudayaan Australia di Jakarta.

Akhirnya PM Fraser menyatakan telah mengundang Presiden Soeharto dan nyonya untuk berkunjung ke Australia, yang undangan itu telah diterima baik. Mengenai kunjungannya ke Indonesia ini, PM Fraser menyatakan mencapai hasil yang sukses, tidak hanya dalam mempererat hubungan pribadi antara kedua Kepala Pemerintahan, tetapijuga memajukan hubungan kedua Pemerintah, kemauan baik serta saling pengertian antara kedua negara.

Perlu diketahui bahwa hal2 yang tercantum dalam komunike PM Fraser itu telah banyak diungkapkan dalam pidatonya di depan DPR hari Sabtu yang lalu.

Mengawali pidato PM Australia di depan DPR tersebut, Ketua DPR Idham Cholid mengatakan hubungan baik Indonesia – Australia hanya mungkin dikembangkan dengan adanya saling pengertian. Hubungan kedua negara akhir2 ini agak terganggu karena adanya perbedaan pandangan mengenai masalah Timor-Timur dan ucapan Fraser dalam kunjungannya ke Peking yang lalu. Namun sebagian besar gangguan tersebut berhasil dihilangkan.

“Kerjasama antara kedua negara akan merupakan sumbangan yang besar atas terciptanya stabilitas di kawasan Asia Timur dan Pasific,” kata Idham Cholid.

Sidang Pleno DPR dengan acara pidato PM Australia itu telah mendapat perhatian besar dari masyarakat. Sidang dipimpin oleh Ketua DPR Idham Cholid didampingi, Wkl. Ketua DPR Domo Pranoto, Sumiskum, J. Naro serta lsnaeni, sementara Menteri Luar Negeri a.l. Jendral M. Panggabean mengantar PM Fraser. (DTS)

Sumber: SUARA KARYA (11/10/1976)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 103-106.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.