TAK ADA BANGSA YANG MAJU TANPA KUASAI ILMU DAN TEKNOLOGI

TAK ADA BANGSA YANG MAJU TANPA KUASAI ILMU DAN TEKNOLOGI

Presiden Buka Kongres PGRI XV

Sejarah menunjukkan, tidak ada bangsa yang maju tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Tanda-tanda kemajuan pesat peradaban manusia kini mulai tampak, terutama berkat penguasaan ilmu dan teknologi modern.

Bangsa Indonesia mencita-citakan masyarakat modern yang tetap berkepribadian Indonesia. Menjadi tugas para guru dan para pendidik untuk menyiapkan tumbuh dan berkembangnya generasi bam yang menguasai teknologi modern berdasarkan ilmu pengetahuan modern.

Demikian dikemukakan Presiden Soeharto Senin kemarin, ketika membuka Kongres PGRI XV di Jakarta. Presiden juga mengingatkan, kita juga harus waspada terhadap perkembangan teknologi modern itu.

Dewasa ini teknologi tersebut membawa manusia seolah-olah pada persimpangan jalan yang sangat menentukan. Di tangan manusia sekarang ada teknologi yang sangat tinggi, yang belum pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya.

Teknologi yang sangat tinggi itu dapat mengantarkan manusia pada kehidupan yang lebih baik, tetapi juga dapat menjadi alat bunuh diri, karena dapat menjadi kekuatan dahsyat yang akan menghancurkan dunia dengan segala isinya dalam waktu sekejap.

Benteng

Ditegaskan, bagi bangsa Indonesia penguasaan teknologi bukan sekedar untuk menguasai teknologi belaka, melainkan sebagai alat penting untuk mensejahterakan kita semua, masyarakat Pancasila yang kita cita-citakan.

Secara konsepsional kita telah mempunyai jawabannya, ialah membekali anak didik dengan moral Pancasila, khususnya melalui Pendidikan Moral Pancasila.

Pendidikan Moral Pancasila merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan anak didik agar kelak menjadi generasi baru yang makin menghayati dan makin mengamalkan Pancasila, sebagai syarat mutlak bagi tekad kita untuk melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

Perkembangan dan pertumbuhan bangsa kita di masa yang akan datang tidak akan sepi dari berbagai ujian, dan berlangsung di tengah-tengah perkembangan internasional yang berubah dengan cepat. Agar kita menjadi bangsa yang modern tetapi tetap berkepribadian sendiri, kita harus membentengi diri dengan semangat kebangsaan.

"Untuk itulah beberapa tahun yang lalu saya telah meminta agar di semua tingkat pendidikan kita diajarkan sejarah perjuangan bangsa nasional. Dalam sejarah perjuangan nasional kita itu banyak terdapat banyak pengalaman yang tidak ternilai harganya, yang sangat berguna bagi kelanjutan pembangunan nasional kita di masa datang," kata Presiden.

Sejarah perjuangan nasional bukan hanya perlu diketahui oleh anak didik kita, akan tetapi perlu dihayati sedalam-dalamnya. Dengan penghayatan terhadap sejarah perjuangan nasional, kita dapat menjaga agar pembangunan tetap merupakan kesinambungan, peningkatan, koreksi dan pembaharuan yang terus-menerus dari segala jerih payah hasil perjuangan dan pembangunan kita di masa lampau dan masa sekarang.

Pejuang

Dalam bagian lain pidatonya Presiden mengatakan, sejarah menunjukkan, para guru adalah pejuang. Di zaman penjajahan, tidak sedikit guru yang memilih pengabdian kepada rakyat, menjadi guru pada pendidikan-pendidikan nasional dengan gaji kecil, daripada menjadi guru sekolah milik pemerintah kolonial dengan gaji yang jauh lebih besar.

Sekolah-sekolah swasta dengan guru-guru pejuang itu menjadi bibit persemaian semangat perjuangan, merebut, menegakkan dan mempertahankan Indonesia Merdeka. Pentingnya peranan PGRI dan para guru juga disadari benar oleh semua pihak.

Juga pihak yang menginginkan digantinya dasar negara Pancasila di masa lampau, terutama PKI. Itulah sebabnya dimasa jayanya dahulu PKI juga berusaha sekuat tenaga untuk merebut kaum guru.

"Saya sengaja mengajak Saudara-saudara semua menengok kembali sejarah PGRI ke belakang. Tujuannya tidak lain agar dari sejarah itu kita dapat terus menerus menggali pelajaran yang sangat berharga, agar kita dapat mengemban tugas di masa datang dengan sebaik-baik nya," kata Presiden.

Kongres PGRI XV itu dibuka di Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah. Hadir pada upacara pembukaan itu sejumlah pejabat tinggi negara, antara lain Menko Alamsyah, Mendikbud Nugroho Notosusanto, Menag Munawir Sjadzali, Mensesneg Soedharmono, Menpora Abdul Gafur, dan Gubernur DKl Soeprapto.

Ketua Umum PB PGRI melaporkan, setelah dibuka kongres akan berlangsung di Gedung Koni hingga tanggal 21 Juli 1984. Kongres diikuti 1.017 peserta dari 272 cabang (kabupaten/kodya) dan dari 27 propinsi.

Dalam kongres sejumlah pejabat akan memberikan pengarahan, antara lain Mendikbud, Mendagri, Meneg, Menko Kesra, Menaker, Menpen, Ketua Bapenas Menmud UP3DN, Pangab, dan Ketua Umum DPP Golkar. (RA)

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (17/07/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 849-851.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.