Pamulang, 26 Oktober 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
di Jakarta
TERIMA KASIH, TERIMA KASIH PAK [1]
Dengan segala hormat,
Bersama surat ini saya ingin menyampaikan rasa senang, gembira, bangga entah apalagi, rasa itu menyatu. Air mata menetes tak terasa saat saya terima paket dari Bapak. Sambil gemetar saya buka dan alhamdulillah yang aku tunggu-tunggu datang.
Saya minta buku sejarah Bapak yang dari dulu aku kagumi tapi tidak tahu judulnya. Tapi kini aku memiliki 3 buku yang sangat berharga dan saya merasa bangga dan terhormat menerima kenang-kenangan itu. Maka beribu-ribu terima kasih aku ucapkan dan semoga Bapak diberi kesehatan dan umur panjang dan sejahtera selalu. Mengenai kesalahan yang dituduhkan terhadap Bapak, saya yakin gosip itu cepat berlalu. Suatu saat nanti orang akan berpikir dengan logika dan menghargai jerih payah Bapak.
Soalnya biar saya rakyat kecil dan tetanggapun juga rakyat kecil ternyata semua kagum dan memihak Bapak. Jadi yang sirik sama Bapak itu orang-orang yang kepingin jadi Presiden. Keadaan negara jadi begini gara-gara orang yang kurang tanggung jawab. Mohon maaf bila saya agak emosi, habis Bapak yang begitu baik dan bijak dihina ngalor ngidul.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih ucapkan kepada Bapak Sukadi sebagai kepala rumah tangga yang membantu kami. Keluarga Besar kami, kakak adik saya, ikut bangga dengan adanya kenangan dari Bapak. Apalagi anak-anak saya, dia baca setiap menjelang tidur.
Terima kasih dan mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang sopan. Saya selalu berdoa untuk Bapak demi kembalinya nama baik Bapak Soeharto serta putra-putrinya. Amin. (DTS)
Dari rakyat jelata,
Sunarni
Pamulang – Tangerang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 981-982. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.