Bantul, 22 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Soeharto
di Jakarta
TERUSKAN PENGABDIAN [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Sebelum saya mohon maaf jika saya telah kurang sopan mengirim surat untuk Bapak. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan rahmat buat Bapak serta keluarga.
Terus terang saya kecewa, Bapak mengundurkan diri dari jabatan Presiden setelah sekian lama memimpin rakyat negeri ini. Namun sebagai warga negara yang baik, saya turut mendukung reformasi. Saya sependapat dengan Bapak bahwa pejuang sejati adalah siapa saja yang mengabdi secara ikhlas demi bangsa dan negara tanpa memandang apakah dia mahasiswa, aparat keamanan, petani atau presiden. Saya yakin Bapak juga sependapat bahwa hanya Allah Swt yang Maha Tahu, mana pejuang sejati, mana pejuang munafik yang menggembar gemborkan perjuangan reformasi cuma sebagai dalih melancarkan suatu permainan. Semoga Allah Swt segera menunjukkan titik terang buat bangsa dan negara tercinta ini.
Melalui surat ini juga, tak lupa saya ucapkan, selamat atas terpilihnya Bapak sebagai Warga Negara Biasa seperti saya, seperti warga negara yang lainnya yang sangat mencintai Bapak. Teruskan pengabdian bersama rakyat di bumi pertiwi ini demi bangsa dan Negara tercinta.
Sekali lagi mohon maaf sedalam-dalamnya atas kekurang sempurnaan saya mengirim surat ini. Semoga Allah Swt senantiasa bersama kita dengan limpahan rahmat-Nya. Allhumma aamiin. (DTS)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Wahyu Purbiyantari, SPt.
Bantul
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 669. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.