PRESIDEN SOEHARTO:
“TIDAK INGIN SEKEDAR MENGEJAR KEMAJUAN LAHIRIAH DAN KEGEMERLAPAN MATERI” [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengatakan, dalam mengejar keterbe akangan, maka seraya memacu diri untuk mencapai kemajuan, bangsa Indonesia tidak ingin sekedar mengejar kemajuan lahiriah dan kegemerlapan materi.
“Kita tidak ingin hanya mengejar dan membina kemakmuran jasmaniah. Pengalaman2 bangsa lain menunjukkan, bahwa kemakmuran dibidang kebendaan saja telah menimbulkan berbagai ekses, merosotnya nilai2 kemanusiaan, keterasingan dan kesepian di tengah2 gemuruhnya mesin dan alat2 teknologi lainnya.”
Presiden Soeharto mengatakan ini dalam sambutannya pada peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad S.A.W. Rabu malam, di Istana Negara.
Manusia harus membayar dengan harga yang sangat mahal, kecemaran alamiah dan kecemaran insaniah, kata Presiden.
Oleh karena itu kita tidak pemah ragu2 untuk menggali nilai2 luhur dari perbendaharaan agama untuk memperkokoh dan memperkaya kehidupan masyarakat kita.
Untuk memperkokoh dasar2 rohaniah bangsa kita amat perlu mendapat perhatian dari kita semua, bukan saja dalam rangka menghadapi ancaman atheisme komunisme, melainkan juga dan bahkan terutama dalam menghadapi ancaman dari kecenderungan2 mementingkan diri sendiri dalam masyarakat kita.
Berbarengan dengan usaha membangun, masih adanya penyelewengan2 untuk kepentingan diri sendiri dan merugikan masyarakat.
”Yang lebih membuat kita prihatin,” kata Presiden,
bahwa hal itu dilakukan bukan hanya oleh mereka yang kekurangan melainkan juga oleh mereka yang sudah berkecukupan.
“Hal ini menunjukkan bahwa hal2 negatif tsb. dilakukan bukan karena kemiskinan materi melainkan karena kemiskinan rokhani,” demikian Presiden Soeharto.
Menyadarkan Masyarakat
Disamping mengefektifkan tindakan para penegak hukum, kata Presiden, usaha2 menyadarkan masyarakat tidak kalah pentingnya. Hal yang terakhir ini justru berhubungan dengan menegakkan disiplin nasional yang lebih mendasar sifatnya.
Presiden mengatakan,
“dalam hubungan ini kegiatan2 di bidang dakwah keagamaan amat penting artinya dan sangat besar sumbangannya dalam menghidupkan disiplin nasional tersebut”.
Terutama untuk mengingatkan masyarakat agar dalam mengejar keuntungan jangan sampai melakukan cara2 yang melanggar hukum dan merugikan orang lain, masyarakat dan negara.
Dalam pada itu hendaklah disadari bahwa dalam usaha memberantas segala bentuk tindak laku yang tercela, maka agama merupakan senjata yang ampuh.
Dengan tertanamnya kesadaran agama dalam hati para pemeluknya, ia akan memperkuat daya tahan rokhani manusia dalam menghadapi berbagai macam godaan duniawi dan materi.
Agama bila dihayati benar2, akan membuat manusia menjadi pengawas terhadap dirinya sendiri, demikian Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto menegaskan, segala tindak laku yang tercela dan tidak patut itu merupakan akibat ketidakmampuan manusia dalam menguasai dan mengendalikan diri sendiri.
“Oleh karena itu usaha memperkuat daya tahan rokhani manusia lewat ajaran agama merupakan usaha yang amat penting dan asasi”, demikian Presiden.
Tidak Boleh Cepat Patah Semangat dan Putus Asa
Pada permulaan sambutannya Presiden Soeharto mengatakan, dari sudut keimanan peristiwa Isra Mi’raj mengajarkan bahwa dalam mempeijuangkan cita2 luhur tidak boleh cepat patah semangat dan putus asa.
Betapapun sulitnya keadaan yang dihadapi seorang mukmin pantang kehilangan harapan, kecewa dan masa bodoh.
Sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT, kata Presiden, harus yakin bahwa kebenaran adalah kekuatan dan bukan sebaliknya, kekuatan adalah kebenaran.
Oleh karena itu dalam mempeijuangkan cita2 yang luhur maka manusia yang beragama tidak akan mempergunakan cara2 yang keji. Cara2 yang berlawanan dengan nilai2 agama dan martabat manusia.
Presiden mengatakan
“seorang yang beragama tidak akan tergoda oleh ajaran menghalalkan cara”.
Kita tidak putus2nya memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi bimbingan kepada kita sehingga bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar falsafah negara. Undang2 dasar kita yang berlandaskan pada Pancasila itu menegaskan Negara Republik Indonesia ini berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap2 penduduk untuk memeluk agamanya masing2 dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
“Ini berarti bahwa dalam negara kita yang berdasarkan Pancasila itu agama mendapat tempat yang subur untuk berkembang”, kata Presiden.
Dan sebaliknya, agama yang berkembang akan makin memperkokoh tegaknya Pancasila. Yang teramat penting bagi kita adalah pengamalan Pancasila itu dalam kehidupan nyata se-hari2, baik bagi orang seorang maupun dalam ikatan kesatuan bangsa.
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa antara berwujud ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Hormat menghormati antara ummat yang berbeda beda agamanya, dengan tekun menjalankan ibadah agama masing2 dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah orang lain yang berlainan agama/kepercayaannya dan sebagainya, demikian Presiden Soeharto. (DTS)
Sumber: ANTARA (13/07/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 350-352.