TINGKATKAN KEWASPADAAN DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN PERKEBUNAN
PRESIDEN SOEHARTO :
Presiden Soeharto menginstruksikan agar kewaspadaan serta pencegahan kebakaran perkebunan seperti yang terjadi di Sumatera Utara, lebih ditingkatkan lagi.
Instruksi Kepala Negara tersebut disampaikan kepada Menteri Pertanian Ir. Achmad Affandi di Jalan Cendana Senin kemarin. Affandi datang melaporkan kebakaran kebun kelapa sawit PTP IV serta kebun karet milik PTP III pekan lalu.
Dalam upaya peningkatan kewaspadaan dan pencegahan itu, Presiden Soeharto antara lain memberi petunjuk agar Departemen Pertanian memanfaatkan bersama pesawat Transal yang dalam waktu dekat ini akan dibeli tujuh buah lagi oleh pemerintah.
Menurut Affandi, kebakaran besar di daerah perkebunan di Sumatera Utara tersebut telah merusak 5.107 hektar tanaman kelapa sawit milik PTP IV di Torgamba, perbatasan Sumatera Utara dan Riau, serta 500 hektar kelapa sawit rakyat yang belum dikonversi.
Tidak hanya kelapa sawit milik PTP IV, api juga menelan sekitar 15.246 hektar tanaman karet berusia tua milik rakyat dan 250 hektar milik PTP III di Aektorop, Labuhan Batu, beberapa kilometer dari Rantauprapat.
Akibat kebakaran itu, kata Affandi, sekitar 2.250 hektar tanaman kelapa sawit tergolong rusak berat. Kalau dalam waktu seminggu sampai 10 hari saja tidak ada hujan, tanaman itu akan mati semua.
Sedangkan 2.750 hektar lainnya, rusak sedang. Artinya, masih ada pupus dan daun hijau, Tetapi ini pun akan mati juga seandainya dalam dua tiga minggu mendatang ini tidak turun hujan. “Ini memang malapetaka bagi kita,” tambahnya.
Membuat hujan buatan untuk menolong tanaman yang masih ada sedikit harapan itu pun, menurut menteri, sangat sulit. Sebab di daerah itu sekarang angin bertiup cukup kencang, sehingga kalau pun dilakukan, kemungkinan besar hujannya jatuh di daerah lain.
Disengaja?
Menteri tidak berani mengatakan bahwa kebakaran yang menyebabkan kerugian PTP milyaran rupiah dan rakyat kehilangan sumber kehidupan tersebut, ada unsur kesengajaan.
Dikemukakan, keadaan setempat waktu itu memang memungkinkan sekali terjadinya kebakaran. Curah hujan pada bulan Juni lalu hanya 15 mm dari hanya satu hari hujan.
Padahal Mei sebelumnya terjadi sebelas hari hujan dengan jumlah curah 300 mm. Tingkat kelembaban hanya antara 40 sampai 49 persen. Padahal normalnya sekitar 98 persen. Temperatur antara 36 sampai 40 derajat Celcius, ditambah angin yang bertiup kencang di daerah perkebunan.
“Dengan keadaan seperti ini, apabila tidak disengaja pun api bisa membesar dalam waktu singkat karena keringnya tanaman sela di perkebunan,” ujar Affandi.
Dijelaskan, ada tiga pesawat terbang penyemprot jenis Portier Pilatus telah dikerahkan untuk mematikan api. Namun tidak banyak berhasil. Bahkan satu di antaranya jatuh dan pilotnya tewas. Menurut menteri, kerugian PTP akibat kebakaran itu tidak kurang dari Rp 10 milyar.
Menteri Muda Tanaman Keras Ir. Hasjrnl Harahap yang meninjau langsung ke lokasi kebakaran 27-29 Juni lalu, merasa prihatin. Tidak kurang dari 10 juta batang pohon karet dan kelapa sawit hangus menjadi arang.
Masih Berkobar
Pengamatan Kompas dari lapangan menyatakan kebakaran di Perkebunan Aek Torop dan Torgamba. Labuhan Batu, hingga Senin 1 Juli belum berhasil dipadamkan. Namun kebakaran yang sama di perkebunan milik negara sudah dapat dilokalisasi, hanya perkebunan rakyat yang terus bertambah.
Kapolres Labuhan Batu yang dihubungi Kompas per telepon lewat Kasipen Polda Sumatra Utara Mayor Pol. Yusuf Umar mengatakan, areal yang terbakar belum bisa ditaksir.
“Diperkirakan mencapai 22.000 hektar lebih, angka positif belum dihitung,” katanya.
Pesawat milik Departemen Pertanian yang disewa PTP III kini dikerahkan pula untuk melokalisasi kebakaran perkebunan rakyat, tambah A. Tambunan.
Secara terpisah Kapolda Sumut Brigjen Pol. Drs A. Djunaeni kepada Kompas mengatakan, pihaknya akan terus mengusut pihak perkebunan swasta yang diduga mernpakan asal api kebakaran.
“Kalau ternyata ada unsur kesengajaan, kasusnya menjadi tindak pidana,” katanya. Sementara itu, Kasipen Polda Sumut Mayor Pol. Yusuf Umar mengatakan, setelah diselidiki sumber api bukan dari PT. Torganda (Kompas. 30 Juni) tetapi diduga dari perkebunan swasta asing (AlP).
“Memang semula orang menduga PT. Torganda sebab tidak jelas batas perkebunannya dengan perkebunan asing itu yang jaraknya sangat dekat. Sepintas lalu orang bisa saja bilang PT. Torganda, tapi setelah diselidiki ternyata asal api dari perkebunan milik swasta asing,” kata Mayor Yusuf.
Laporan Kapolres Labuhan Batu menyebutkan beberapa orang buruh perkebunan swasta asing itu kini sedang diperiksa. “Tapi tak ada yang ditahan. Hanya dimintai keterangan sehubungan dengan asal api yang menjadi sumber kebakaran,” kata Letkol Pol. A. Tambunan.
Dijelaskan, usaha terakhir sekarang ini dipusatkan ke perkebunan rakyat agar kebakaran itu tidak meluas lagi.
Kecerobohan manusia Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Ir. Wartono Kadri di Departemen Kehutanan kemarin memberi komentar penyebab kebakaran hutan ataupun areal perkebunan yang luas biasanya disebabkan oleh kecerobohan manusia, kendati faktor alam tidak menutup kemungkinan itu.
Salah satu contoh, pembukaan hutan dengan membakar. Kalau di negara-negara maju yang mempunyai hutan seperti Selandia Baru, Finlandia dan Kanada, sebelum hutan dibakar sudah dipersiapkan alat pemadam kebakaran beserta petugasnya di sekitar lokasi. Mereka memperhatikan arah angin dan cara pembakarannya.
Menurut Wartono Kadri, guna menanggulangi kemungkinan hutan terbakar, lebih baik mencegah terjadinya kebakaran daripada memadamkan api setelah berkobar.
Salah satu cara pencegahan yang sudah dilakukan pihak kehutanan, membuat blok-blok pertanaman dan antara blok-blok itu diberi cukup jarak. Sehingga kalau terjadi kebakaran hutan, rebahan pohon yang tumbang tidak menjangkau pohon di blok sebelahnya.
Kini Departemen Kehutanan tengah menjajaki hubungan kerja sama dengan pemerintah Selandia Baru. Kegiatan itu antara lain kontrol kebakaran hutan yang akan mengambil tempat di Sumatera Utara.
Kelemahan upaya pencegahan kebakaran hutan ataupun perkebunan besar selama ini, karena peralatan yang ada belum memadai. Departemen Kehutanan mempunyai 12 helikopter yang bisa digunakan untuk memonitor keadaan hutan, dan hanya satu pesawat terbang yang berfungsi sebagai pemadam kebakaran. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (21/07/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 309-312.