Pemimpin Yang Paripurna
Try Sutrisno (Jenderal TNI; Panglima Angkatan Bersenjata Rl, Wapres)
Sebagai bangsa yang besar, bangsa yang beriman dan berbudaya tinggi, sudah selayaknyalah apabila bangsa Indonesia mengetahui secara lebih tepat dan cermat, siapa dan bagaimana pemimpin bangsanya. Dengan demikian dapat terpelihara kesinambungan misi perjuangan dan pembangunan serta nilai-nilainya sebagai upaya mewujudkan pencapaian tujuan nasional kita. Upaya untuk mengetahui lebih dekat dan lebih dalam mengenai seorang pemirripin bangsa, hendaknya tidak disalah artikan sebagai suatu usaha pengkultusan kepada diri pemimpin itu. Sebagai bangsa yang sudah semakin matang dan dewasa, tentulah kita menyadari betapa bahayanya suatu bangsa yang sampai tersesat kedalam sikap dan tindakan mengkultuskan seseorang, apalagi seorang pemimpin bangsa. Oleh karena itulah, tulisan tentang Pak Harto ini saya tuangkan dengan secermat mungkin, mengalir dari lubuk hati nurani yang paling dalam, dengan dilandasi oleh iktikad yang tulus, pemikiran yang jernih dan perasaan yang bersih.
Sesungguhnyalah, Pak Harto merupakan pribadi yang sangat mengesankan. Kesan itu menjadi semakin kuat semenjak saya mendapat kepercayaan menjadi pembantu beliau selaku Ajudan Presiden dari tahun 1974 hingga tahun 1978 dan saat-saat sesudahnya. Beliau terkenal sebagai seorang pemimpin yang selalu memperhatikan keadaan para bawahannya, bahkan sampai pada soal yang kecil untuk tingkatan beliau.
Dalam menghadapi setiap persoalan, beliau selalu dapat bersikap tenang, namun penuh perhitungan dan senantiasa berusaha mengambil keputusan dengan tegas, cermat dan bijaksana, serta menyampaikannya pada saat yang tepat. Semua keputusan, baik menyangkut masalah besar maupun kecil, selalu didasarkan pada pertimbangan rasional (akal sehat), perasaan (hati nurani) dan nilainilai keagamaan serta keluhuran budi.
Didalam memandang, menilai, menganalisa dan memecahkan sesuatu masalah, beliau tidak pernah berpikir sepotong-sepotong. Dalam pengamatan saya, beliau selalu menempuh cara-cara berpikir, bertindak dan bertujuan secara integral-komprehensif, dalam dimensi yang realistik-pragmatik, serta dalam kerangka yang konsepsional-strategis. Beliau selalu mengemukakan buah pikiran, langkah tindakan dan keinginan-keinginan secara bulat dan utuh, berdasarkan wawasan yang luas serta pertimbangan yang matang dan mendalam.
Menurut pendapat saya, beliau juga merupakan seorang strategist yang ulung, yang mampu membaca kecenderungan masa depan dengan tepat. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru beliau menyatakan bahwa permasalahan pokok yang perlu kita prioritaskan penanganannya adalah masalah ekonomi. Dan belakangan terbukti bahwa langkah kebijaksanaan tersebut adalah tepat. Di saat dunia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan, bangsa Indonesia telah sempat memperbaiki kehidupan perekonomiannya dan telah memiliki ketahanan yang cukup di sektor ini, untuk mampu menghadapi berbagai ragam tantangan dan ujian.
Dalam kaitan itu pula, pernyataan beliau bahwa didalam membangun diperlukan adanya keseimbangan antara kebutuhan serta kemajuan faktor fisik-material dan faktor mental-spiritual, adalah suatu pemikiran yang sangat tepat. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan derasnya pengaruh dari luar sebagai akibat dari pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang komunikasi dan informasi. Demikian pula pemikiran beliau tentang perlunya keseimbangan antara pembangunan di bidang pertanian dan bidang industri, yang kemudian terbukti telah berhasil menciptakan pilar utama yang kokoh kuat yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju pada peningkatan harkat dan martabat serta taraf kehidupan yang lebih baik.
Hal penting lainnya yang patut dicatat ialah bahwa dalam masa pasang-surutnya dinamika perjalanan sejarah perjuangan bangsa, Pak Harto selalu dapat tampil terpercaya, dengan tindakan dan peranan yang sangat menentukan pada saat-saat kritis. Pada tanggal 1 Maret 1949, selaku Komandan Wehrkreise III, beliau memutuskan untuk melaksanakan serangan umum atas kedudukan Belanda di Yogyakarta. Serangan yang tidak hanya mempunyai tujuan militer, tetapi sekaligus tujuan politik dan psikologis tersebut, ternyata telah membuka mata dunia internasional, dan menimbulkan dampak yang positif bagi keberhasilan perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya, dalam upaya mewujudkan kemerdekaan dan kedaulatannya. Peristiwa ini juga menunjukkan bagaimana ketajaman pemikiran Pak Harto didalam membaca dan menganalisa situasi. Hal ini juga menunjukkan keberanian beliau untuk mengambil keputusan yang tepat, dengan memanfaatkan setiap peluang yang ada, sebagai penjabaran kebijaksanaan umum yang telah digariskan oleh Pak Dirman, yaitu atasan beliau pada waktu itu.
Dalam perjuangan merebut kembali Irian Barat di awal tahun enam puluhan, selaku Panglima Komando Mandala beliau telah dapat melaksanakan tugas dengan sukses. Pelaksanaan tugas itu berhasil memaksa Belanda untuk mau mengembalikan wilayah Irian Barat ke pangkuan RI melalui meja perundingan. Melalui kepemimpinan yang tegas dan bijaksana, beliau berhasil memadukan semua langkah perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta pengendalian operasi, yang mencakup seluruh komponen pelaksana operasi, baik dari matra darat, laut, udara maupun kepolisian.
Kepemimpinan Pak Harto selaku Panglima Komando Mandala juga mencerminkan sikap dan sifat kepribadian beliau sebagai seorang pemimpin, yang benar-benar mampu dan mumpuni, untuk mengemban tugas dan tanggungjawab yang besar dalam kondisi dan situasi yang sulit serta memerlukan keberanian berpikir dan bertindak yang penuh dengan segala.resiko. Apalagi waktu yang tersedia untuk melakukan persiapan operasi tersebut relatif sangat singkat, yaitu hapya sekitar enam bulan.
Saat kritis yang paling menentukan dalam perjalanan sejarah bangsa adalah ketika pada tahun 1965 PKI berusaha melakukan kudeta melalui Gerakan 30 September atau G-30-S/PKI. Dalam situasi kemelut dan dalam suasana krisis kepemimpinan tersebut, dimana semua orang dicekam oleh rasa ketakutan dan suasana ketidakpastian, Pak Harto dengan tegas dan berani mengutuk perbuatan biadab PKI itu. Kita semua masih. ingat betapa Bung Karno, selaku Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, pada waktu itu tetap tidak mau mengambil tindakan politik terhadap PKI, walaupun telah berulangkali dicoba diyakinkan dan disarankan oleh Pak Harto. Saran Pak Harto itu malahan dijawab dengan pembentukan “Kabinet Seratus Menteri”, yang diantara anggota-anggotanya justru diambil dari tokoh-tokoh PKI dan para simpatisannya. Walaupun demikian, sebagai seorang prajurit pejuang sejati dan pemimpin yang arif, Pak Harto tetap bertindak sabar dan penuh pengendalian diri dalam setiap langkah tindakan beliau.
Keuletan dan kesabaran beliau, dalam berusaha mengingatkan dan meyakinkan Bung Karno tentang perlunya selalu waspada terhadap strategi dan polah-tingkah PKI, sebenarnya telah dilakukan Pak Haito sejak lama; termasuk ketika beliau masih menjabat Panglima T & T-IV/Diponegoro. Akhirnya, Tuhan menunjukkan jalan juga ketika Presiden Soekarno memberikan kepercayaan kepada Pak Harto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu bagi terjaminnya keamanan dan ketenangan serta stabilitas nasional, melalui Surat Perintah tertanggal 11 Maret 1966. Surat perintah ini kemudian dikuatkan dengan Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Pak Harto selaku pengemban Surat Perintah 11 Maret adalah segera mengambil tindakan penyelesaian politik terhadap PKI. Beliau membubarkan PKI beserta semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah dan organisasi-organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya. Beliau menyatakan PKI dan organisasi tersebut sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesemua ini dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 113/1966 tanggal 12 Maret 1966 dan kemudian diperkuat dengan Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966.
Sikap dan tindakan Pak Harto pada waktu itu, yang sekaligus mencerminkan konsistensi sikap ABRI terhadap landasan dan arah perjuangan bangsanya, benar-benar telah dapat meluruskan arah perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Hal ini kemudian memungkin kan kita melaksanakan pembangunan nasional di segala bidang, dalam suasana aman dan stabil di bawah pemerintahan Orde Baru.
Sebagai seorang pemimpin yang tumbuh dari bawah, serta telah ditempa oleh pahit getirnya perjuangan yang menuntut pengorbanan yang tidak kecil, beliau menaruh perhatian yang besar pada, dan bahkan sangat menguasai hal-hal yang sering dihadapi serta berkaitan dengan hajat hidup rakyat banyak, seperti masalah pertanian, peternakan, dan perkoperasian. Namun di sisi lain, beliau juga selalu berusaha untuk mempelajari dan menguasai masalah-masalah besar, baik yang merupakan bagian dari sistem pembangunan bangsa maupun hubungan antar bangsa.
Pengukuhan beliau selaku “Bapak Pembangunan Nasional Indonesia”, menurut saya bukan merupakan hal yang berlebihan. Seluruh pikiran, tenaga dan perbuata:n beliau, ditumpahkan sepenuhnya demi kepentingan dan keberhasilan pembangunan bangsa. Keberhasilan pembangunan dibawah kepemimpinan beliau, tidak hanya diakui oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh dunia internasional. Pengakuan ini antara lain terbukti dari penganugerahan tanda penghargaan PBB kepada Pak Harto sehubungan dengan keberhasilan Indonesia mewujudkan swasembada pangan dan menekan laju pertumbuhan penduduk.
Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, serta selalu bersikap baik dan ramah kepada siapa saja. Hal ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi. Pak Harto termasuk salah seorang yang mampu mengendalikan emosi dan mengubahnya menjadi suasana yang sejuk dan segar. Menurut saya, beliau adalah orang yang bisa marah, tetapi beliau selalu berusaha untuk tidak mau marah. Namun demikian, pada saat tertentu beliau dapat bersikap dan bertindak tegas, yaitu apabila beliau menjumpai hal-hal tertentu yang menyinipang dari prinsip-prinsip dan aturan yang berlaku dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada waktu-waktu tertentu, beliau juga menyempatkan diri menyampaikan nasihat dan petuah tentang falsafah hidup yang mengandung nilai yang sangat luhur, mendasar dan mendalam, kepada para pembantu dekat beliau, sebagaimana layaknya seorang bapak kepada anak-anaknya. Beliau juga merupakan pribadi yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifat kesederhanaan itulah, beliau merupakan pemimpin bangsa yang sangat dekat dengan dan dicintai oleh rakyat.
Masih terbayang dalam ingatan saya ketika pada tanggal 18 Mei 1979 saya bersama Brigjen. TNI Soegiarto, yang sama-sama baru mendapat kenaikan pangkat dari kolonel menjadi brigadir jenderal, menghadap beliau di Bina Graha. Sebagai dua orang prajurit dari generasi penerus, yang pertama kali diberi kepercayaan menjadi perwira tinggi, kami berdua mendapatkan pengarahan langsung dari Pak Harto, selaku Presiden/Panglima Tertinggi ABRI, di ruang kerja beliau. Pada kesempatan itu, beliau memberikan dorongan semangat juang dan rasa percaya diri kepada kami berdua. Beliau berpesan agar kami, sebagai perwira tinggi dari generasi penerus, memiliki kebanggaan tersendiri serta tidak perlu merasa rendah diri di hadapan para senior dari generasi ’45. Sebab, menurut beliau, setiap gerterasi memiliki warnanya sendiri, dengan bentuk dan corak tantangan yang tidak sama, sesuai sifat zamannya.
Beliau juga memberikan petunjuk agar rasa kebanggan itu dapat dijadikan pendorong bagi tumbuhnya tekad dan semangat pengabdian kami dalam melaksanakan tugas apapun yang dipercayakan oleh bangsa dan negara. Kami diminta untuk selalu dapat memanfaatkan setiap peluang dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, bagi keberhasilan dan kejayaan bangsa dan negara. Sebagai perwira dari generasi penerus kami diingatkan untuk tidak perlu perlu membanding-bandingkan generasi yang satu dengan yang lain karena pada hakekatnya nilai. perjuangan dan pengabdian semua generasi adalah sama, yaitu untuk menjaga dan memajukan bangsa dan negaranya. Menurut beliau, yang terpenting adalah rasa tanggungjawab dalam setiap mengemban tugas, betapapun sulitnya.
Semua yang disampaikan oleh Pak Harto 12 tahun ya g lalu itu menunjukkan betapa besarnya perhatian beliau terhadap anak buah, khususnya dalam menanamkan motivasi dan semangat juang serta rasa percaya diri. Hal ini juga sekaligus membuktikan bahwa beliau menaruh perhatian yang besar pula terhadap masalah kaderisasi didalam tubuh ABRI khususnya dan secara nasional pada umumnya.
Sementara itu, Pak Harto adalah seorang pribadi yang mampu dan mau menghargai serta menghormati pemimpin, lebih-lebih para pemimpin bangsa. Hal ini sesuai dengan falsafah mikul dhuwur, mendhem jero, yang mengajarkan seseorang untuk menjunjung tinggi segala jasa, pengorbanan dan prestasi orang tua dan para pemimpin kita, dengan memendam segala kekurangan, kekhilafan dan aib yang telah mereka perbuat. Sikap yang demikian mulia, dan sekaligus menunjukkan kebesaran jiwa tersebut, senantiasa ditampilkan oleh Pak Harto. Demikian pula terhadap Bung Karno. Walaupun beberapa kalangan mendesak Pak Harto agar segera mengambil tindakan tegas terhadap Bung Karno dan merebut kekuasaan, namun satu kali pun tak pernah terlintas dalam pikiran untuk melakukannya. Beliau selalu berpikir dan bertindak teguh dan konsisten, untuk senantiasa memberikan nafas kepada kehidupan demokrasi dan konstitusi, serta tidak ingin mewariskan lembaran hitam sejarah dalam kehidupan ABRI dan bangsa Indonesia. Beliau selalu menempuh cara-cara demokratis, konstitusional, bijaksana serta penuh pertimbangan, didalam menentukan sikap dan mengambil suatu keputusan.
Dalam kaitan dengan timbuInya kekecewaan berbagai lapisan masyarakat terhadap Bung Karno pada waktu itu, sehubungan dengan sikap dan kebijaksanaan beliau terhadap PKI dan G-30-S/ PKI, Pak Harto justru selalu menunjukkan sikap yang arif dan ber jiwa besar. Beliau penuh pengendalian diri, agar tidak terjerumus kedalam suatu sikap atau tindakan yang tidak sesuai dengan nilai moral dan etika bangsa Indonesia dan pada akhirnya, rakyat sendiri, melalui wakil-wakilnya di MPRS, berupaya menyelesaikan kemelut politik tersebut dengan cara-cara demokratis dan konstitusional. Inilah yang kemudian melahirkan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MpRS/ 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Ketetapan MPRS ini lahir menyusul tidak diterimanya oleh Majelis pidato Presiden/Mandataris MPRS, yang berjudul “Nawaksara”, dan Surat Preeiden/Mandataris MPRS No. 01/Pres/1967 tanggal 10 Januari 1967, yang berisi pertanggungjawaban Presiden/Mandataris MPRS tentang pemberontakan G-30-S/PKI, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.
Walaupun demikian, kita semua dapat menyaksikan, bagaimana Pak Harto memperlakukan Bung Karno dan keluarganya secara wajar. Dengan sendirinya tindakan ini mencerminkan kearifan dan kebesaran jiwa beliau sebagai seorang prajurit dan pemimpin yang teguh dalam memegang prinsip kebenaran, namun bijaksana dalam sikap dan tindakan. Pak Harto berusaha meletakkan perjuangan, pengabdian dan jasa Bung Karno dalam proporsinya, antara lain berupa pembangunan makam oleh negara, pengukuhan Bung Karno sebagai Pahlawan Proklamator berikut pembangunan monumennya, serta pengabdian nama Bung Karno sebagai nama bandar udara terbesar dan termodern di Indonesia, yang dibangun pada masa Orde Baru.
Dari semua rangkaian kejadian tersebut terlihat dengah jelas betapa Pak Harto bukan hanya seorang yang senantiasa berusaha menjaga perasaan dan menghormati pemimpin, namun sekaligus juga bisa bertindak teguh dan arif, serta menjunjung tinggi prinsip-pririsip demokrasi dan konstitusi. Dalam berbagai kesempatan, Pak Harto selalu mengajarkan agar kita mampu dan mau bersikap arif dan berjiwa besar yaitu berusaha menghormati dan menghargai orang tua dan para pemimpin kita. Tindakan mencela, menjelek-jelekkan dan mengungkit-ungkit kekurangan serta kekhilafan orang tua dan pemimpin kita, adalah perbuatan tercela, yang tidak layak dilakukan oleh putera Indonesia, yang terkenal memiliki nilai-nilai budaya dan etika yang luhur. Tindakan seperti itu tidak dikenal di dalam sistem dan budaya kehidupan bangsa kita, karena hal itu justru akan mengakibatkan timbulnya kesan yang dapat menjatuhkan citra kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan etika yang luhur dan terhormat. Pepatah kita pun mengatakan: ”Menepuk air di dulang, terpercik ke muka sendiri“.
Namun demikian, beliau juga senantiasa mengingatkan agar rasa hormat dan kesetiaan kita kepada orang tua dan para pemimpin hendaknya tidak sampai membuat kita bersikap lemah, yes man, nuwun inggih danABS (Asal Bapak Senang). Apalagi jika hal itu sampai mengkultuskan secara lepas kendali, baik atas dasar pertimbangan kepentingan pribadi atau kelompok maupun yang dilatarbelakangi oleh maksudmaksud politik tertentu. Beliau selalu mengajarkan agar kita senantiasa memiliki kemampuan untuk berpikir dan memandang setiap permasalahan secara sehat, rasional dan proporsional, lebih-lebih jika masalah tersebut sangat mendasar serta menyangkut kepentingan nasional dan kelangsungan hidup bangsa.
Apabila kita renungkan dalam-dalam, dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih, selayaknyalah apabila falsafah mikul dhuwur, mendhem jero tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang tua dan para pemimpin saja. Ia perlu juga ditujukan kepada sesama kita sebagai anggota keluarga besar bangsa, sebagai sesama teman seperjuangan, senasib dan sepenanggungan, secara sehat, rasional dan proporsional.
Dalam mekanisme kehidupan kenegaraan, saya berpendapat bahwa beliau merupakan seorang demokrat sejati, yang konsekuen dan konsisten terhadap sistem dan tatanan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang telah men jadi kesepakatan seluruh bangsa. Didalam proses pengambilan keputusan politik yang penting, beliau senantiasa terlebih dahulu mendengarkan aspirasi rakyat serta melihat dan memperhatikan pandangan-pandangan dan keinginan-keinginan bangsa. Beliau tidak pernah bertindak dengan hanya menggunakan kewenangan kekuasaan semata-mata. Segala sesuatu diserahkan kepada kemauan rakyat, dengan melalui cara-cara yang telah diatur didalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan proses tuk membuahkan suatu keputusan politik penting yang merupakan konsensus nasional yang sangat mendasar, yaitu diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas, memerlukan waktu sekitar dua dasawarsa.
Dalam hal apapun, Pak Harto tidak pernah dan memang tidak menyukai cara-cara memaksakan kehendak. Beliau selalu mengingatkan agar pemecahan segala masalah nasional dilakukan melalui cara-cara yang demokratis, yaitu melalui cara-cara musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian dapat dihasilkan suatu kesepakatan yang bulat, sesuai dengan makna yang diinginkan oleh sistem demokrasi Pancasila. Semua itu merupakan pencerminan dari watak dan pembawaan beliau sebagai seorang demokrat sejati, negarawan yang arif dan pemimpin yang bijaksana.
Sebagai seorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam suasana pahit-getirnya perjuangan, beliau benar-benar merupakan seorang pemimpin dengan kualitas kepribadian yang mantap dan matang. Walaupun beliau berasal dari lingkungan ABRI, pada saat-saat awal setelah diangkat sebagai Presiden RI beliau justru mengajak segenap jajaran ABRI untuk berjuang lebih keras dan rela mengorbankan apapun yang selama ini menjadi haknya, demi kepentingan pembangunan dan kepentingan rakyat bartyak. Beliau mengajak seluruh prajurit ABRI urituk turut merasakan denyut perjuantan bangsa serta amanat penderitaan rakyat.
Ajakan beliau selaku Kepala Negara dan Panglima Tertinggi ABRI, disambut dengan segenap pengertian dan keikhlasan oleh seluruh prajurit ABRI. Sikap ini didasari oleh kesadaran bahwa prioritas yang harus segera dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah upaya perbaikan perekonomian negara demi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pengurangan belanja pertahanan, penghapusan beberapa hak prajurit, serta langkah-langkah penghematan lainnya, diterima oleh segenap prajurit dan jajaran ABRI dengan penuh ketulusan dan Iapang dada serta jiwa besar.
Bahkan ABRI juga cukup arn untuk memahami kebijaksanaan pemerintah di awal tahun 1970-an yang menaikkan sepuluh kali lipat gaji pegawai departemen tertentu, yang disusul dengan kenaikan gaji lima kali lipat di lingkungan departemen lain, serta tiga kali lipat pada departemen tertentu lainnya di pertengahan tahun 1970-an. Padahal perhatian pemerintah terhadap pembangunan serta perbaikan kesejahteraan prajurit ABRI, baru dapat dimulai secara tahap demi tahap pada Pelita II, sebagaimana tertuang didalam Renstra Hankam/ABRI I, Tahun 1974-1978. Sikap tegar dan tabah serta rela berkorban demi kepentingan rakyat, memang merupakan ciri dan jatidiri ABRI sebagai tentara pejuang, tentara rakyat dan tentara kebangsaan.
Sikap dan ciri serta jati diri tersebut tetap ditampilkan secara konsisten oleh ABRI dalam setiap langkah perjuangan dan dinamika kehidupan bangsa hingga saat ini, dan bahkan untuk seterusnya di masa-masa mendatang. ABRI sepenuhnya menyadari berbagai ragam tantangan dan kesulitan yang dihadapi bangsa dalam setiap tahap perjalanan hidupnya. Oleh karena itu ABRI senantiasa berupaya untuk turut serta mendorong dan memikul semua beban kesulitan tersebut, agar bangsa Indonesia mampu mengatasi setiap ujian dan tantangan yang dihadapinya.
Atas dasar pemikiran itulah, dalam suasana keterbatasan sumber daya yang mampu disediakan oleh negara, serta adanya berbagai kendala yang memerlukan upaya secara sungguh-sungguh untuk mengatasinya, ABRI tidak pernah merengek-rengek meminta tambahan anggaran belanja bagi upaya pembangunan dan pembinaan kekuatannya. Dalam suasana demikian, ABRijustru berupaya keras untuk melakukan langkah-langkah efisiensi, melalui berbagai upaya penataan dan pembenahan, baik dari segi organisasi, sistem dan prosedur maupun fasilitas dan sarana. Termasuk pula dalam langkah-langkah tersebut adalah aspek manusianya, yang merupakan unsur terpenting dan menentukan dalam kehidupan organisasi.
Semua itu merupakan wujud dan pencerminan dari tekad dan semangat kejuangan ABRI, sebagai prajurit Saptamarga yang setia kepada Pancasila dan senantiasa membela serta mengutamakan kepentingan rakyat dan bangsa. Oleh karena itulah, ABRI senantiasa konsisten dalam melaksanakan pembangunan dan pembinaan kekuatannya, dan konsisten pula didalam sikap dan penampilannya selaku penegak, pengawaldan pengaman Pancasila serta kedaulatan dan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pak Harto selaku Panglima Tertinggi ABRI, sejak kelahiran Orde Baru telah berusaha meletakkan dasar-dasar kebijaksanaan bagi pengembangan dan perjuangan ABRI selanjutnya. Hal itu telah pula dapat dijabarkan d m dilaksanakan oleh ABRI secara konsisten dan bertahap, seirama dengan kemajuan derap langkah dan dinamika perjuangan bangsa.
Pacta tahap awal keberadaan Orde Baru, sesuai dengan kebutuhan zamannya, ABRI memprioritaskan pemantapan integrasi ABRI sebagai sasaran utama didalam upaya pembinaan ABRI. Ber samaan dengan itu, dilakukan pula pemantapan aspek kejuangan dan kepeloporan ABRI didalam pembangunan nasional. Selanjutnya, ABRI juga terus berupaya memantapkan peran pengabdiannya selaku kekuatan hankam dan,kekuatan sosial politik. Sejalan dengan itu pula, semakin dimantapkan kadar dan bobot kemanung galan ABRI-Rakyat. Menghadapi kecenderungan perkembangan lingkungan strategik dan situasi perekonomian dunia yang dampaknya juga dirasakan di Indonesia, maka ABRI menempuh langkah antisipatif berupa reorganisasi ABRI, menuju ke arah postur ABRI yang relatif kecil tetapi efektif dan efisien, serta memiliki mobilitas serta daya pukul yang tinggi.
Sementara itu, di penghujung tahun 1980-an, ABRI telah ber hasil dengan mulus melaksanakan proses alih generasi secara tuntas. Proses ini dimulai dari eselon yang paling bawah sampai pucuk pimpinan, yaitu Panglima ABRI dan para pejabat teras di tingkat Markas Besar ABRI maupun Angkatan dan Polri. Semua itu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, sebagai perwujudan dari konsep kebijaksanaan serta strategi perjuangan dan pengabdian ABRI, yang landasan dasarnya telah diletakkan oleh Pak Harto sejak awal keberadaan Orde Baru.
Konsep kebijaksanaan dan strategi di bidang pembinaan dan pembangunan kemampuan dan kekuatan ABRI, di kemudian hari terbukti merupakan suatu langkah kebijaksanaan yangtepat, terutama dalam kerangka upaya pembangunan bangsa secara keseluruhan. Satu hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa walaupun pembangunan kemampuan dan kekuatan ABRI belum merupakan prioritas, namun secara bertahap, khususnya sejak Pelita III, ABRI telah dapat melakukan pembenahan kedalam tubuhnya, baik dari segi kualitas personil, sarana dan fasilitas utama maupun dari segi metoda. Kesemuanya ini disesuaikan dengan kemampuan dukungan sumber daya yang tersedia serta urutan prioritas berdasarkan tingkat tuntutan kebutuhan, demi tercapainya keberhasilan pelaksanaan tugas pokok.
Sejalan dengan itu, secara konsisten dan sistematik terus dilakukan upaya peningkatan kualitas perorangan dan satuan. Upaya ini dilakukan melalui berbagai kegiatan latihan secara teratur; bertingkat dan berlanjut, serta pengoperasian beberapa alat. utama sistem senjata modern. Semua ini ditempuh dalam rangka alih teknologi dan investasi kemahiran serta keterampilan personil.
Dalam rangka mewujudkan kekuatan industri strategis yang tangguh, yang nantinya diharapkan mampu menopang kebutuhan alat utama sistem senjata maupun alat-peralatanABRI, secara bertahap telah dilakukan perintisan langkah-langkah pengembarigan. Untuk itu secara embrional kita mendayagunakan asset IPTN, PAL dan Pindad; dengan menterpadukan secara kenyal hasil produksinya, baik untuk tujuan militer maupun non-militer.
Penampilan peran pengabdian ABRI selaku kekuatan sosial politik, juga terus berkembang semakin mantap dan berbobot, seiring dengan derap langkah perjuangan dan pembangunan bangsa. Penampilan tersebut akan terus dilestarikan dan disempurnakan, sebagai konsekuensi dari dwifungsi ABRI. Dan dwifungsi ABRI ini pada hakikatnya merupakan tekad dan semangat pengabdian ABRI, untuk bersama dengan kekuatan perjuangan lainnya berupaya mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bangsa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Di awal Renstra IV, ABRI semakin menegaskan konsep strateginya di bidang pembinaan dan penggunaan kekuatan. Dalam hal ini ABRl bertekad untuk terus memantapkan bobot peran pengabdiannya kepada negara dan bangsa melalui dwifungsinya, dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 serta dijiwai oleh semangat Saptamarga dan Kemanunggalan ABRI-Rakyat.
Tugas dan penampilan ABRI akan lebih dititikberatkan pada upaya pemeliharaan keamanan dalam negeri dan penyelenggaraan fungsi sosial politik ABRI. Ini dilakukan tanpa mengurangi kewaspadaan menghadapi perkembangan lingkungan strafegik dan tanpa mengabaikan upaya-upaya melanjutkan pemantapan kekuatan pertahanan serta peningkatan ketahanan nasional di segala bidang kehidupan bangsa. Selanjutnya, ABRI juga akan terus berupaya memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, dalam rangka mengamankan, menumbuhkan serta menyukseskan pembangunan nasional. Selain itu, ABRI bersama-sama kekuatan sosial politik lainnya akan terus berusaha meningkatkan peransertanya dalam mengembangkan dan memantapkan sistem politik demokrasi Pancasila. Dalam menyongsong pelaksanaan Pemilu 1992 dan Sidang Umum MPR 1993, ABRI akan memusatkan upayanya untuk menjamin keberlanjutan kepemimpinan nasional Orde Baru.
Di bidang pembangunan dan pembinaan kekuatan, ABRI menyadari bahwa dana yang dapat disisihkan untuk belanja pertahanan keamanan masih akan sangat terbatas. Oleh karena itu, didalam Renstra IV ini, ABRI tidak menambah kekuatannya. Pengembangan kemampuan lebih dititikberatkan pada pendalaman penghayatan nilai-nilai kejuangan dan pengamalannya, serta peningkatan kemampuan profesionalisme, baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai kekuatan sosial politik.
Menyangkut pengadaan peralatan utama ABRI dan material lainnya, diutamakan untuk mengganti peralatan dan material yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Kemampuan pemeliharaan terus diupayakan peningkatannya. Sejalan dengan itu, ABRI juga senan tiasa berupaya mengikuti perkembangan teknologi sistem persenjataan dunia, melalui program pendidikan dalam rangka alih teknologi dan investasi kemampuan personil, disesuaikan dengan tingkat kemampuan dukungan yang tersedia.
Semua langkah perjuangan dan pengabdian ABRI tersebut, di lakukan dalam irama yang sejalan dengan perjuangan bangsa, serta mengikuti pentahapan secara berkesinambungan, dengan tefap bertumpu diatas landasan fundamental perjuangan bangsa, serta berorientasi pada upaya pencapaian tujuan nasional. Dasar-dasar kebijaksanaan di bidang pembangunan dan pembinaan ABRI, yang telah diletakkan oleh Pak Harto selaku Panglima Tertinggi ABRI di awal keberadaan Orde Baru, dan kemudian diterapkah secara konsisten pada masa-masa berikutnya hingga saat ini, sungguh merupakan hal yang tepat dan bijaksana.
Secara pribadi saya berpendapat bahwa Pak Harto merupakan figur pemimpin yang paripurna. Beliau adalah seorang jenderal TNI yang mampu bertindak tegas, berani dan bijaksana atas dasar ke benaran, demi kepentingan bangsa dan negara, dalam setiap pelaksanaan tugas di manapun dan dalam situasi yang sesulit bagaimana pun.
Beliau juga seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang terbukti mampu membawa bangsa dan negara kedalam suasana tenang dan stabil, yang memberikan peluang bagi pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Stabilitas nasional dan keberhasilan pembangunan nasional, ternyata telah terbukti pula mampu turut menciptakan suasana yang damai dan sejuk di kawasan Asia Tenggara pada khususnya dan dunia pada umumnya. Beliau juga merupakan seorang administrator pembangunan yang berhasil membawa rakyat mau dan mampu bangkit bergerak untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya, dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional, menuju masyarakat adil-makmur dan aman sentosa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dengan kata lain, sebagai pemimpin yang paripurna, Pak Harto adalah seorang jenderal yang berani, tegas dan bijaksana. Selain itu beliau adalah juga seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang mampu mengakomodasikan kepentingan berbagai pihak, baik di tingkat nasional, regional maupun global. Secara keseluruhan, beliau adalah seorang administrator pembangunan yang brilyan, yang dapat membaca kecenderungan perkembangan zaman.
Semua sikap dan pandangan, serta cara berpikir, berbuat dan bertujuan yang beliau miliki mencerminkan wujud dari pengamalan beliau terhadap nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Pada hakikatnya nilai-nilai yang beliau miliki itu berisi kemampuan dalam pengendalian diri, serta mengupayakan agar segala sesuatu senantiasa berada dalam suasana keseimbangan, keselarasan dan keserasian.
Segala apa yang saya kemukakan di muka merupakan kesan dan pandangan saya. Saya yakin kesan ini juga dirasakan oleh setiap putera bangsa yang mau jujur terhadap hati nuraninya sendiri, seita memiliki kesadaran yang mendalam dan rasa tanggungjawab yang besar terhadap masa depan kehidupan bangsa dan negaranya. Pernyataan-pernyataan yang saya sampaikan didalam tulisan ini adalah jauh dari maksud untuk mengkultuskan beliau. Semuanya adalah mengalir dari suara hati nurani saya, yang saya yakini merupakan suatu pandangan yang obyektif dan sesuai dengan realitasnya .
Sebagai bangsa yang telah lebih dewasa dan matang, tentunya kita harus senantiasa waspada urituk tidak sampai tersesat kedalam sikap mengkultuskan seseorang. Bila hal seperti itu terjadi, maka berarti bahwa bahaya besar sedang mengancam kelangsungan hidup bangsa kita, yang menginginkan terciptanya suasana yang rasional, dinamis dan demokratis didalam menghadapi berbagai ragam tantangan pembangunan, dengan tetap bertumpu pada Pancasila dan ,UUD 1945. Bahkan Pak Harto sendiri juga selalu mengajarkan agar kita tidak sampai terhanyut kedalam sikap yang mengarah kepada mengkultuskan seorang pemimpin. Hendaknya kita mampu melihat dan bersikap secara sehat dan wajar terhadap seorang pemimpin, bukan karena orangnya atau manusianya semata, namun lebih kepada lembaga kepemimpinannya. Dan lebih jauh lagi kepada sistemnya.
Dengan sikap yang demikian, terhindarlah kita dari sifat yes man, nuwun inggih atau ABS . Beliau selalu mengajarkan agar kita memiliki prinsip dan memiliki pendirian. Kita harus tetap memegang teguh prinsip dan pendirian itu, sepanjang masih berada didalam lingkaran sistem dan tatanan kita sebagai bangsa; serta dilandasi oleh akal sehat, perasaan hati nurani dan nilai keagamaan serta keluhuran budi.
Sebagai Pimpinan ABRI dari generasi penerus, saya berani memberikan jaminan bahwa ABRI akan senantiasa konsisten melaksanakan missinya sesuai dengan jatidirinya sebagai prajurit pejuang, prajurit rakyat dan prajurit kebangsaan, dengan tetap bertumpu diatas landasan perjuangan bangsa, dan berorientasi pacta arah pencapaian cita-cita dan tujuan nasional. Dengan keterihitan ABRI kepada Pancasila, UUD 1945 dan Saptamarga, serta kesetiaannya kepada garis perjuangan serta kepentingan bangsa dan negara, maka ABRI tidak akan kehilangan semangat perjuangan dan pengabdian kepada rakyat, apalagi sampai memiliki sikap mental yes man, nuwun inggih atau ABS. Kepentingan ABRI adalah kepentingan bangsa dan negara, yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kesetiaan ABRI adalah kesetiaan terhadap landasan dan arah perjuangan bangsa.
Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Pak Harto tentang bagaimana memandang dan bersikap terhadap seorang pemimpin, maka pandangan dan sikap saya terhadap Pak Harto selaku Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI, tentulah merupakan pandangan dan sikap pimpinan ABRI sebagai suatu institusi. Pandangan dan sikap ini tidak terlepas dari landasan perjuangan serta jatidiri ABRI sebagai prajurit rakyat, prajurit pejuang dan prajurit kebangsaan.
***