Tungki Ariwibowo: Pak Harto Memperhatikan Kebutuhan Rakyat Banyak

Memperhatikan Kebutuhan Rakyat Banyak

Ir. T Ariwibowo (Menteri Muda Perindustrian dalam Kabinet Pembangunan V)

Saya diperkenalkan kepada Bapak Presiden Soeharto oleh Pak Sumarlin pada awal 1975, ketika Pak Sumarlin menjabat sebagai Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara/Wakil Ketua Bappenas. Waktu itu, sekitar akhir 1974 dan awal 1975, sedang terjadi krisis keuangan Pertamina, dimana Pertamina mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya kepada para kreditor, terutama kreditor luar negeri. Sebagaimana diketahui proyek Krakatau Steel dibiayai oleh Pertamina, sehingga masalah keuangan Pertamina mempengaruhi pembangunan proyek besi baja di Cilegon itu. Pak Sumarlin ditunjuk oleh Bapak Presiden Soeharto menjadi Ketua Tim Krakatau Steel yang bertugas untuk meneliti secara menyeluruh perencanaan dan pelaksanaan proyek Krakatau Steel, dan saya membantu Pak Surnarlin.
Pada waktu saya diajak Pak Sumarlin menghadap Bapak Presiden di Bina Graha pada awal April 1975, Pak Sumarlin memperkenalkan saya sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel yang baru: Tentu saja saya sangat terkejut, sebab saya belum diberitahu dan belum menerirna surat keputusan tentang pengangkatan itu., Dalam pertemuan, Pak Surnarlin melaporkan hasil inventarisasi masalah-masalah mendesak yang dihadapi, dan rencana perundingan kembali kontrak-kontrak pembangunan proyek PT Krakatau Steel. Selanjutnya Bapak Presiden Soeharto menguraikan mengenai pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan, yang titik beratnya adalah pada pembangunan di bidang ekonomi. Beliau menggambarkan pula bahwa dalam rangka pembangunan ekonomi yang tujuan utamanya adalah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak perlu dilakukan industrialisasi di negara kita ini. Kalau kita membangun industri, maka diperlukan baja; dan karena baja itu adalah salah satu komoditi strategis, maka perlu dibangun industri baja. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa pembangunan industri baja itu harus terkait dengan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam Repelita-Repelita dan selalu disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Pembangunan industri baja itu sesuai dengan strategi pembangunan nasional, oleh karena itu proyek Krakatau Steel di Cilegon, yang baru dirintis itu, perlu dilanjutkan. Ketegasan Bapak Presiden dalam mengambil keputusan yang bijaksana, dalam keadaan keuangan negara yang sulit, menggambarkan wawasan yang jauh ke depan.
Dari Bina Graha saya menghadap Menteri Perindustrian di Jalan Kebon Sirih dan baru di situ saya menerima surat pengangkatan Menteri Keuangan untuk menjabat sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel. Menteri Perindustrian, Bapak M Jusuf, memberikan pengarahan:kepada saya agar berkonsentrasi pada pembangunan pabrik-pabrik baja di Cilegon. Jadi, priotitasnya adalah membangun pabriknya, dan bukan yang lain-lain.
Dalam tahun 1975 itu dilakukan perundingan-perundingan kembali (renegosiasi) kontrak-kontrak pembangunan proyek Krakatau Steel, baik dengan kontraktor dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi karena situasinya masih sangat kritis, maka Pak Sumarlin dan saya melapor kepada Bapak Presiden hampir setiap dua minggu sekali. Setiap kali melapor, Pak Harto selalu memberikan petunjuk tentang bagaimana menangani perundingan dengan kontraktor-kontraktor itu, terutama kontraktor dari Jerman Barat. Memang kita dihadapkan kepada situasi yang sangat rumit pada waktu itu: Kontrak-kontrak pembangunan sudah terlanjur ditanda­tangani dengan nilai yang tidak kecil, sekalipun pekerjaan di Cilegon belum banyak dilakukan. Tetapi beberapa pekerjaan sudah ada yang dilakukan pabrik-pabrik mesin di Jerman Barat dan Amerika Serikat yang menyangkut begitu banyak kontraktor dan sub”kontraktor. Yang aneh ialah tidak ada jaminan pembiayaan yang pasti, sedangkan keadaan keuangan pemerintah sangat terbatas.
Kunci keberhasilan dalam renegosiasi kontrak dengan luar negeri tersebut ialah sikap yang tegas dan konsisten dari Pak Harto dalam menghadapi masalah yang sulit pada waktu itu. Pak Sumarlin selanjutnya memberi kesempatan kepada saya untuk melapor sendiri tentang perkembangan proyek Krakatau Steel kepada BapakPresiden. Dengan demikian saya mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengenal pribadi Pak Harto dari dekat. Kesan umum saya mengenai Pak Harto adalah bahwa beliau ternyata seorang negarawan yang arif dan bijaksana, teguh dalam pendirian tetapi lembut dalam penampilan, dan selalu tersenyum. Pembawaan Pak Harto yang demikian itu sungguh menimbulkan rasa yang sejuk dalam setiap kali saya menghadap beliau. Dan hal itu merangsang kreativitas dalam rangka melaksanakan petunjuk-petunjuk beliau selanjutnya.
Berkat bimbingan Bapak Presiden, perundingan-perundingan dengan para kontraktor itu, serta usaha untuk mencari pembiayaan proyek dalam bentuk kredit ekspor dari Jerman Barat, dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun, sehingga pembangunan proyek dapat dilanjutkan lagi mulai awal 1976. Selain itu saya juga meinberikan laporan tentang perkembangan PT Krakatau Steel kepada Menteri Perindustrian, M Jusuf. Dan beliau juga banyak memberikan pengarahan-pengarahan yang sangat berguna bagi kelancaran pembangunan proyek. Kita semuanya patut bersyukur bahwa pertengahan 1977, tepatnya pada bulan Juni, sebuah pabrik yang cukup besar skalanya untuk pertama kalinya dapat diselesaikan pembangunannya. Peresmiannya dilakukan oleh Pak Harto pada tanggal 27 Juni 1977.
Perhatian Pak Harto kepada pembangunan industri besi baja di Indonesia memang cukup besar. Hal ini terbukti dari kesediaan beliau untuk setiap kali meresmikan selesainya tahap-tahap pembangunan dan perluasan proyek Karakatau Steel Cilegon, yaitu pada tahun 1979, 1983, 1985 dan 1987. Ketika pembangunan proyek Krakatau Steel tahap I hampir selesai pada tahun 1979, saya mengajukan saran kepada Pak Harto agar melanjutkan perluasan dengan tahap-tahap berikutnya. Semua ini ditujukan dalam rangka peningkatan jumlah produksi, kualitas produksi, efisiensi maupun untuk tujuan diversifikasi produk, sehingga peranan industri baja dalam pembangunan nasional semakin meningkat.
Setahap demi setahap pembangunan industri besi baja melangkah. Dari kapasitas 0,5 juta ton pada tahun 1979 menjadi 1,5 juta ton tahun 1983; dan jenis besi baja yang dihasilkan juga semakin beraneka ragam. Meskipun demikian kemajuan industri . baja di Indonesia tidaklah tanpa hambatari. Pada tahap-tahap awal setelah berproduksi, industri ini mengalami semacam ”penyakit anak-anak”, kita mengalami kesulitan di bidang teknis, keuangan, pemasaran, manajerial dan sebagainya. Kesulitan paling besar yang saya hadapi ialah menyesuaikan alam pikiran sebagian besar karyawan dari kebiasaan-kebiasaan yang dulunya diliputi suasana agraris/tradisional menjadi industri modern. Penyesuaian ini memerlukan waktu dan kesabaran.
Saya selalu melaporkan kepada Pak Harto mengenai masalah­masalah itu, dan memohon kepada beliau agar industri yang masih baru ini; dengan segala permasalahannya itu, dalam tahap awalnya dapat dilindungi dari saingan impor. Industri baja di luar negeri, terutama di Jepang yang terkenai dengan efisiensinya yang begitu tinggi, tentu dapat menjual hasilnya dengan harga yang murah. Sementara kita belum mampu bersaing karena efisiensinya belum tinggi, maka permintaan proteksi adalah wajar. Oleh karena itu Bapak Presiden menyetujui pembentukan Pusat Pengadaan Besi Baja (PPBB) melalui Keputusan Presiden No. 36/1979 tanggal16 Agustus 1979. PPBB adalah importir tunggal produk-produk besi baja. Perlindungan industri besi baja nasional tersebut saya manfaatkan untuk memacu produktivitas dan efisiensi PT Krakatau Steel, dan ternyata proteksi itu juga dimanfaatkan oleh industri besi baja di sektor swasta. Oleh karena itu industri besi baja nasional dapat tumbuh dengan sehat dan kuat, dan pada saat yang tepat tingkat perlindungan dapat dikurangi mulai akhir 1988. Bahkan produk­ produk industri besi baja kita dapat bersaing kuat di pasaran internasional sejak awal 1985.
Sejak saya diperkenalkan kepada Bapak Soeharto 15 tahun yang lalu, banyak peristiwa yang saya ikuti dengan cermat. Dalam hal ini saya melihat Pak Harto sebagai Bapak bangsa yang selalu memperhatikan kehidupan rakyat kecil. Pada awal kepemimpinan beliau pada tahun 1970-an, prioritas pembangunan diletakkan pada sektor pertanian, dan sektor industri yang mendukung pertanian. Pangan adalah kebutuhan pokok rakyat, yang harus dapat dibeli di mana­mana, harganya murah dan terjangkau oleh siapa saja. Ini telah tercapai. Tidak ada orang mengeluh kekurangan makan. Memang kita galakkan produksi pangan melalui program-program Bimas, Inmas, Insus dan lain-lain; kita bangun bendungan untuk irigasi yang mengairi sawah sehingga panen dapat ditingkatkan. Kita bangun pabrik-pabrik pupuk sehingga produktivitas sawah perhektar pun naik; kita perkenalkan bibit-bibit unggul yang tahan hama. Kesemua ini telah membawa basil sehingga Indonesia, yang dulu dikenal sebagai negara pengimpor beras, telah berswasembada beras sejak beberapa tahun terakhir ini. Karena hasil-hasil yang kita capai itu, Bapak Presiden mendapat penghargaan internasional di Roma beberapa tahun yang lalu.
Kalau pangan sudah dipenuhi dan berhasil baik maka masalah sandang perlu diperhatikan. Kita bangun pabrik tekstil, pabrik pakaian jadi, kita perhatikan industri hulunya, yaitu industri pe­ mintalan. Sekarang kita bangun industri yang lebih hulu lagi, yaitu industri pulp yang menghasilkan rayon, pengganti kapas. Memang industri tekstil kita masih memerlukan devisa cukup besar untuk mengimpor kapas dan serat-serat sintetis lainnya, namun efisiensi produksinya cukup tinggi sehingga mampu bersaing secara mantap di pasaran internasional. Di bidang sandang inipun kita mencapai sukses yang meyakinkan; sandang dalam bentuk pakaian jadi dapat dibeli di mana-mana, sampai di pelosok-pelosok ada toko yang menjual baju, kualitasnya bagus, dan harganya murah.•
Kalau di bidang pangan dan sandang kita telah mencapai hasil yang sangat menggembirakan, maka tiba giliran soal rumah atau papan. Di bidang perumahan ini Pak Harto telah berkarya dengan menciptakan bahan baru yang belum pernah dikenal sebelumnya, yaitu “bermis”, singkatan dari beton ringan pamis. Pamis (Pumice) adalah batu apung yang ada di daerah gunung berapi, sangat ringan. Pamis yang berbentuk seperti kerikil dan pasir, dalam perbandingah tertentu, dicampur dengan semen diaduk dengan air lalu dicetak menjadi bahan bangunan, seperti bata, genteng dan lain-lain.
Bermis penemuan Pak Harto ini sudah dipatenkan. Saya bersama-sama staf saya, Ir. Sudarmadi, pernah diminta membantu Pak Harto dalam mengembangkan bermis ini. Saya gembira bahwa bermis sudah digunakan dalam pembangunan perumahan, bangunan dan lain-lain. Saya kagum kepada Pak Harto. Dalam kesibukan­ kesibukan beliau sebagai Presiden dari negara yang besar yang sedang membangun dengan segala permasalahannya, beliau masih sempat memikirkan hal-hal yang bersifat teknis, seperti menemukan bahan bangunan bermis itu. Hal ini tentu didorong oleh keinginan beliau untuk menciptakan satu jenis bahan bangunan yang murah tapi kualitasnya baik, dan dapat dipakai untuk membangun rumah rumah sederhana, yang harganya tidak mahal. Pak Harto tentu menyadari bahwa rumah adalah idaman tiap keluarga untuk memilikinya. Pada saat ini pendapatan masyarakat Indonesia pada umumnya belum tinggi, oleh karena itu harus dipikirkan agar masyarakat dapat membangun rumah yang harganya tidak terlalu mahal, tapi sekaligus memenuhi syarat-syarat teknis yang diperlukan. Rumah bermis adalah jawabannya.
Beberapa tahun yang lalu saya dipanggil Pak Harto untuk membantu beliau memikirkan pembangunan masjid dengan arsitektur khas Indonesia, konstruksinya cukup kokoh sehingga dapat tahan lama, kalau mungkin sampai 100 tahun. Pak Harto sebagai Ketua Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila merencanakan membangun masjid di setiap kabupaten di Indonesia. Dananya diperoleh dari iuran anggota Korpri yang beragama Islam. Arsitektur masjid ter­ sebut, terutama bentuk atapnya, diambil dari desain Masjid Demak, susun tiga terbuat dari konstruksi baja produksi Krakatau Steel. Sampai saat ini sudah dibangun sekitar 400 (hingga Pak Harto wafat, YAMP membangun 999) buah masjid yang lokasinya tersebar di seluruh penjuru tanah air. Kabupaten Serang sendiri, tempat di mana industri Karakatau Steel berlokasi, mendapat dua masjid yang dibiayai oleh Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan ada tambahan ekstra satu buah masjid yang dibiayai secara gotong royong oleh masyarakat Krakatau Steel. Genteng dari masjid­ masjid itu semuanya terbuat dari bermis. Bahkan pada saat ini perusahaan real estate anak perusahaan Krakatau Steel sedang membangun rumah-rumah karyawan, yang jumlahnya sekitar 2000 rumah, dengan menggunakan genteng bermis.
Penguasaan teknologi dapat menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa, disamping itu ia dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Oleh karena itu penerapan teknologi canggih di berbagai cabang kegiatan industri terus dikembangkan. Diantaranya kita jumpai pada industri pengolahan, seperti industri besi baja, industri pengolahan logam-logam non-ferrous, industri petrokimia, industri migas. Juga ada pada industri manufaktur, seperti industri-industri yang menghasilkan elektronika, alat-alat transpor seperti mobil, kapal laut dan pesawat terbang, alat-alat besar, mesin-mesin peralatan pabrik, dan barang-barang modal lainnya. Industri masa depan juga cukup mendapat perhatian seperti bio-teknologi, yang diterapkan di sektor pertanian, kesehatan dan lain-lain. Perhatian Pak Harto di bidang­bidang yang saya uraikan secara singkat tersebut cukup besar. Karena, beliau menyadari betapa pentingnya peranan teknologi dalam mencapai kesejahteraan masa kini dan masa depan.
Wawasan, langkah-langkah, tindakan-tindakan dan ucapan­ucapan Pak Harto semuanya dilandasi oleh nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Adalah Pak Harto yang selalu mengingatkan kita semua bahwa pembangunan di Indonesia ini adalah pembangunan manusia seutuhnya, pembangunan seluruh bangsa Indonesia mengejar kemakmuran bersama, bukan orang seorang. Pada hakikatnya pembangunan yang kita laksanakan adalah pengamalan Pancasila, ungkapan yang ringkas tapi maknanya sangat dalam. Kita bersyukur bahwa pada saat kepemimpinan Pak Harto, rakyat Indonesia melalui MPR menyetujui bahwa Pancasila adalah, satu-satunya asas didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memang masyarakat yang adil dan makmur, yang meliputi seluruh rakyat Indonesia belum tercapai pada waktu ini, tetapi arah dari pembangunan yang kita laksanakan menuju ke sana. Kadang-kadang ada orang yang kurang sabar ingin cepat-cepat menikmati kehidupan yang baik. Mereka lupa bahwa apa yang kita, capai adalah hasil usaha kita. Setiap orang akan memperoleh sesuatu dari hasil usahanya. Jadi kalau usahanya kurang, maka hasilnya pun kurang, sebaliknya kalau kita ingin mendapat hasil yang banyak, maka usahanya juga harus banyak dengan segala daya upaya yang sungguh-sungguh.
Pak Harto ingin mengajak rakyat bekerja lebih produktif, lebih efisien, bekerja lebih keras memanfaatkan sumber daya alam yang kita miliki, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Beliau memakai bahasa yang sederhana, yang dapat dicema oleh masyarakat luas, pada saat mengadakan temu-wicara bila beliau berkuniung ke daerah-daerah.
Sekaligus yang beliau lakukan ialah memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai arah pembangunan, tujuan pembangunan serta hasil-hasil yang dicapai. Tidak dilupakan hambatan-hambatan yang dijumpai sehingga masyarakat mengetahui, mengerti mengenai pembangunan yang dilaksanakan di negerinya. Pengetahuan dan pengertian itu dapat menimbulkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi di dalam pembangunan. Memang kita harus bekerja keras untuk mengejar ketinggalan dari bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dulu maju dari pada kita, bukan karena kita kurang pandai dibandingkan dengan mereka. Sebabnya ialah karena mereka mulai membangun bangsanya jauh lebih dulu dari kita. Sementara mereka membangun, kita dijajah, bahkan kekayaan alam kita diambil mereka untuk memaju­ kan negeri mereka.
Tentang bentuk usaha untuk mencapai kemakmuran, saya percaya bahwa Pak Harto mendambakan adanya kerjasama yang saling menunjang antara ketiga pelaku ekonomi, badan-badan usaha negara, swasta, dan koperasi. Pada akhir-akhir ini memang tampak bahwa kesempatan yang diberikan oleh pemerintah dalam mengembangkan usaha lebih banyak dimanfaatkan swasta. Banyak pihak menilai bahwa kalangan swasta memang lebih siap dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Kegesitan swasta itu diperlukan dalam memacu pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan sangat diperlukan untuk memperluas lapangan kerja dan memupuk pehdapatan negara dan masyarakat. Di tengah-tengah keberhasilan swasta mengembangkan usahanya itu, tidak berarti bahwa koperasi kurang diperhatikan. Pak Harto dalam berbagai kesempatan selalu menyerukan kepada usaha-usaha masyarakat untuk mengorganisir dirinya dalam bentuk koperasi. Beliau ingin agar koperasi dapat mengambil peranan yang lebih besar dalam perekonomian nasional. Saya masih ingat, ketika para calon menteri muda diundang Pak Harto ke Tapos tanggal 16 Maret 1988, beliau minta agar kita memikirkan bagaimana caranya saham perusahaan-perusahaan swasta dapat dimiliki oleh koperasi. Pemikiran-pemikiran ke arah ini tampaknya mulai dikembangkan pada saat ini.
Banyak orang mengeluarkan teori mengenai bagaimana bentuk perekonomian Indonesia yang seharusnya. Memang pedomannya sudah ada pada UUD 1945 pasal33, tetapi perlu penjabaran yang lebih kongkrit mengenai mekanisme penerapannya. Adalah kewajiban ahli-ahli ekonomi dan ahli-ahli pengetahuan sosial lainnya untuk menjernihkan hal ini. Dalam salah satu pidatonya, Pak Harto pernah mengimbau agar masalah ini dipikirkan.
Banyak ungkapan yang bersumber dari filosofi Jawa yang selalu dipakai Pak Harto, dan selalu saya ingat-ingat karena maknanya sangat dalam. Banyak diantaranya saya terapkan dalam kehidupan saya sehari-hari maupun dalam menjalankan tugas negara. Diantaranya yang penting-penting ialah: aja dumeh, artinya, dalam bahasa Jakarta, “jangan mentang-mentang”. Digjaya tanpa bala, menang tanpa ngasorake, yang artinya kita harus menggunakan rasio. lbarat perang, tidak kita menangkan hanya dengan menggunakan kekuatan semata, akan tetapi dengan rasio dan dengan akal kita bisa memenangkan sesuatu. Dalam pengertiannya yang lebih luas, ini bukan berarti menang saja, akan tetapi kemampuan kita untuk melaksanakan apa yang kita pikirkan. Setelah kita melaksanakan itu, maka dikatakan: menang tanpa ngasorake. Jika kenyataan bahwa argumentasi kita diterima orang banyak, maka kita tidak perlu menghina orang-orang yang mempunyai argumentasi lain.
Sebuah filsafat lainnya berbunyi: rumangsa isa, tapi ora isa rumangsa. Jadi orang itu tidak hanya rumangsa isa, akan tetapi orang itu juga harus isa rumangsa. Yang dimaksud dengan rumangsa isa di sini ialah apabila orang merasa bahwa ia itu selalu bisa; padahal semestinya ia harus pula isa rumangsa, yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti “tahu diri”. Dalam kenyataan sehari-hari kita dapat memperhatikan bahwa orang itu bisa bukan hanya karena dia, akan tetapi juga karena bantuan orang lain, dan sebagainya. Dengan demikian maka filsafat itu mendudukkan orang, pada tempatnya.
Dalam meninjau filsafat Jawa itu dapat diperhatikan aspek manifestasinya, dan dapat pula dari aspek maknanya. Di masa-masa yang lalu, filsafat Jawa itu memang tampak banyak dimanifestasi­ kan dalam cerita-cerita wayang, dalam tari-tarian dan lain-lain sebagainya. Akan tetapi maknanya itu mempunyai nilai yang lestari sehingga tetap relevan walaupun kita telah mencapai kemajuan yang memadai di bidang ilmu dan teknologi misalnya. Jadi makna itu mengandung juga suatu visi ke depan.
Menurut pendapat saya yang membedakan antara seorang pemimpin dengan yang bukan pemimpin adalah visi yang jauh ke depan ini. Untuk itu kadang-kadang seorang pemimpin harus mengambil keputusan yang kurang dapat diterima oleh orang banyak. Membangun pabrik baja misalnya, menurut pendapat saya, adalah suatu putusan yang seperti itu. Walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa hal itu belum waktunya, Pak Harto tetap mengatakan bahwa kita harus membangun pabrik baja ini. Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa apa yang diputuskan Pak Harto itu benar seluruhnya. Kalau kita tidak mempunyai pabrik baja, maka akan sukar sekali bagi kita untuk mencari baja di luar, dan harganya mahal. Saya pikir ini akan merupakan bencana bagi dunia perindustrian kita.
Suatu peristiwa lain yang menggambarkan watak kepemimpinan Pak Harto adalah sewaktu menghadiri Konferensi Puncak ASEAN di Manila beberapa tahun yang lalu. Saya rasa banyak orang yang memberikan nasihat kepada beliau untuk jangan pergi ke sana, karena risikonya sangat besar. Namun beliau pergi juga. Dan kepergian beliau itu adalah faktor yang menyebabkan pemimpin­pemimpin ASEAN lainnya juga datang ke sana. Saya salut kepada keberanian Pak Harto itu, terutama apabila kita ingat keadaan di Manila ketika itu amat kacau, karena ancaman komunis dan lain­lain; Karena itu saya berpendapat bahwa kepemimpinan seseorang diuji pada saat-saat kritis seperti itu, dimana orang harus mengambil keputusan.
Pengalaman saya yang cukup mengesankan dan tidak pernah saya lupakan ialah ketika suatu pagi tanggal 16 Maret 1988 saya bersama-sama dengan Pak Moerdiono dan, waktu itu, calon-calon menteri muda, yaitu Pak Soedradjat Djiwandono, Pak Nasrudin, Pak Sjarifuddin Baharsjah, Pak Benny Mulyana, dan Pak Mursyid, diterima Bapak Presiden di Tapos. Saya sering pergi ke Tapos, di sana bertemu dengan Pak Harto, melihat-lihat sapi, domba, membicarakan mengenai peralatan untuk membuat makanan sapi, dan lain-lain. Jadi kalau diminta oleh Pak Harto datang ke Tapos, saya tidak terkejut. Tetapi kali ini bersama-sama dengan begitu banyak orang lain, yang sebagian belum saya kenal, mesti ada sesuatu yang tidak biasa. Tanggal 16 Maret itu tidak akan pernah saya lupakan karena baru tiga hari sebelumnya, tanggal 13 Maret 1988, saya merayakan ulang tahun yang ke-52.
Di Tapos Bapak Presiden Soeharto menjelaskan mengenai berbagai segi dari pembangunan nasional. Beliau menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi tetap akan mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Masalah-masalah yang akan terasa berat dalam Pelita V adalah sektor-sektor produksi, distribusi dan keuangan, disamping masalah perencanaan pembangunan dan segi-segi pengaturan yang dilaksanakan pemerintah. Oleh karena itu, departemen­ departemen dalam Kabinet Pembangunan V yang menangani masalah-masalah itu perlu diperkuat dengan mengangkat menteri­menteri muda. Di sektor produksi perlu Menteri Muda Perindustrian dan Pertanian, di sektor distribusi perlu Menteri Muda Perdagangan, di sektor keuangan perlu Menteri Muda Keuangan, dan di sektor perencanaan pembangunan perlu Menteri Muda Perencanaan Pem­ bangunan Nasional, dan seperti pada Kabinet Pembangunan IV ada Menteri Muda/Sekretaris Kabinet. Selanjutnya kami satu per satu ditanya oleh Bapak Presiden mengenai kesanggupan untuk menjabat sebagai Menteri Muda di bidang masing-masing. Saya merasa memperoleh kehormatan luar biasa karena mendapat kesempatan menjadi anggota Kabinet Pembangunan V.
Pengalaman saya selama ini adalah di bidang bisnis, khususnya besi baja, jadi saya manfaatkan pengalaman saya itu untuk menangani masalah pembangunan industri di Indonesia. Saya merasa beruntung karena dengan modal pengalaman saya itu, saya selalu melihat masalah-masalah pembangunan industri dari segi praktisnya, tentunya tanpa meninggalkan segi-segi idealismenya. Saya lebih mudah melihat apakah sesuatu rencana itu dapat dilaksanakan atau tidak.
Pandangan saya yang demikian ini rupanya banyak menarik perhatian dunia usaha. Memang ternyata saya dapat dengan mudah mengadakan komunikasi dengan mereka dan mengerti kesulitan-­kesulitan mereka. Saya selalu ingin membantu dunia usaha agar mereka dapat berperan secara efektif. Negara kita akan cepat maju kalau dunia usahanya maju. Merupakan pengalaman baru bagi saya duduk sebagai anggota kabinet dari pemerintah yang sedang melaksanakan pembangunan. Disamping tugas saya sebagai Menteri Muda Perindustrian, saya masih menangani PT Krakatau Steel, karena perusahaan ini sedang melakukan perluasan dengan biaya yang tidak kecil, yang memerlukan kematangan dalam mengambil keputusan-keputusan yang bersifat strategis.
Bapak Presiden Soeharto juga memberikan kewenangan kepada saya untuk mengkoordinir pembangunan kawasan industri di Indonesia, dan juga membantu Pak Habibie sebagai Wakil Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Tugas-tugas yang diberikan Pak Harto kepada saya, saya laksanakan dengan sungguh-sungguh, dengan mengerahkan segala kemampuan saya berdasarkan pengalaman saya selama ini. Saya selalu memohon petunjuk-petunjuk dari Pak Harto agar apa yang saya kerjakan sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan didalam GBHN. Pak Harto adalah Mandataris MPR, dan tugas utama saya menyukseskan misi Pak Harto.

***

_______________________

Sumber: Ir. T Ariwibowo, “Memperhatikan Kebutuhan Rakyat Banyak”, dikutip dari buku “Di Antara Para Sahabat: Pak Harto 70 Tahun” (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 2009), hal 454-465.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.