USAHA PEMBANGUNAN TIDAK LEPAS DARI SIFAT-SIFAT KEAGAMAAN
PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN:
Presiden Soeharto menegaskan, bagi bangsa Indonesia usaha pembangunan tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat keagamaan. Sebab yang didambakan bukan hanya masyarakat adil-makmur semata-mata, melainkan juga masyarakat yang berakhlak, mengindahkan nilai-nilai kerohanian dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan.
Kepala Negara menegaskan hal ini pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara Jakarta, Ahad malam, dihadiri oleh Wapres Umar Wirahadikusuma, Menteri-menteri Kabinet Pembangunan IV, Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Para Duta Besar negara-negara Sahabat, dan undangan lainnya. Sedangkan uraian hikmah Maulid disampaikan Dr. Nurcholish Madjid.
Bisa Berbahaya
Lebih lanjut, Presiden mengemukakan, dalam mengembangkan kehidupan berakhlak kita perlu bukan sekedar peningkatan penghayatan keagamaan. Dengan menghayati segi kedalaman agama, bangsa Indonesia akan terhindar dari kecenderungan mementingkan kesemarakan lahiriah belaka.
Katanya, kecenderungan seperti itu bisa berbahaya, lebih-lebih kalau terjerumus ke dalam kancah persaingan yang dangkal antara umat berbagai golongan agama.
“Kita harus menjauhi kemungkinan persaingan yang tidak sehat dalam masyarakat kita yang sangat majemuk ini,” ujarnya.
Ditegaskan, kemajemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia menuntut kearifan segenap pemuka agama. Pendekatan yang harus dilakukan adalah pengertian dan bukan pemaksaan, tenggang-rasa dan bukan untuk kuasa.
Penuh Pelajaran
Presiden berpendapat, kehidupan Nabi Muhammad SAW penuh pelajaran yang tak ternilai harganya bagi bangsa Indonesia yang sedang membangun bangsa dan negaranya.
“Sejarah perjuangan Nabi mengajarkan kepada kita tidak ada cita-cita luhur yang dapat terwujud begitu saja tanpa perjuangan dan pengorbanan,” ungkapnya.
“Setiap cita-cita luhur memerlukan kesabaran, ketabahan hati, semangat, disiplin dan waktu,” sambung Presiden.
Dalam mencari kekuatan batin untuk menghadapi tantangan berat, pengalaman Nabi besar kita menunjukkan bahwa seorang Rasul atau Utusan Tuhan sekalipun harus berjuang dan bekerja keras menghadapi cobaan dan halangan yang tak henti untuk mewujudkan risalah luhur yang diamanatkan oleh Allah SWT.
“Jika Nabi harus melewati perjuangan seperti itu, apalagi kita sebagai manusia biasa para pengikutnya,” ucap Presiden sembari menegaskan kembali, mengenai Pancasila sebagai satu-satunya asas yang dikatakannya sama sekali tidak akan mengurangi kesadaran agama yang dianut masing-masing.
Manusia Tertipu
Sementara itu dalam uraian hikmah Maulidnya. Dr. H. Nurcholish Madjid mengatakan, kelemahan manusia yang paling pokok ialah bahwa ia mudah tertipu oleh dimensi jangka pendek hidupnya, dan melupakan dimensi jangka panjangnya.
Nurcholish sebelumnya berpendapat, dalam kitab suci ditegaskan bahwa. manusia dalam hidupnya dihadapkan kepada pilihan moral yang fundamental.
“Manusia tidak dibenarkan bertindak setengah-tengah,” tegasnya sambil menambahkan, di satu pihak manusia boleh memilih untuk berpihak kepada Pencipta Allah SWT, merasakan kedahsyatan Kehadiran-Nya, dan menerima tantangan moral-Nya.
Jika ia memilih jalan ini, jalan menuju Tuhan, maka Tuhan, dengan rahmat-Nya akan membimbing manusia beriman itu, dan menuntunnya menuju berbagai jalan untuk menjadikan dirinya pribadi yang lurus dan bersih, bahagia dan selamat.
Katanya, manusia bisa memilih untuk berpaling dari hadirat Tuhan, menjadi tenggelam dalam angan-angan pribadinya sendiri, dan membaktikan seluruh hidupnya untuk keberhasilan mencapai tujuan-tujuan kecil hidupnya itu.
“Dalam hal ini, maka Tuhan pun akan “berpaling” dari orang itu, dan membiarkann ya terjerumus ke dalam kekerdilan hidup dan dosa, dan kepada kehancuran martabat kemanusiaannya,” kata Nurcholish Madjid Staf LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Eks Ketua Umum PB HMI itu.
Pada sisi lain, dalam uraian Maulidnya, Nurcholish menjelaskan, adanya fitrah, yang dalam diri manusia diwakili oleh hati nurani, setiap pribadinya manusia mempunyai potensi untuk benar dan baik.
Sikap negatif, adalah sikap pengingkaran akan fitrah manusia secara terselubung, sehingga termasuk perbuatan dosa.
“Lebih-lebih lagi prasangka buruk itu tidak boleh terjadi sesama anggota masyarakat yang percaya kepada Tuhan,” kata Nurcholish sembari mengutip firman Allah dan Kitab Suci Al-Qur’an Surat Al-Hujuraat yang intinya mengenai kelompok manusia jangan saling menghina
Lebih lanjut, Nurcholish Madjid menjabarkan 5 sila dalam Pancasila berdasarkan yang terkandung dalam ajaran agama Islam yang diperjuangkan dalam sejarah Nabi Muhammad SAW.
“Insya Allah, dengan hidayah dan Inayah-Nya, dan dengan mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW yang kini peringati hari lahirnya, kita bangsa Indonesia berhasil mewujudkan cita-cita bersama, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, suatu negara yang penuh kebajikan dengan ridha serta ampunan Allah SWT,” demikian kata Nurcholish Madjid yang membacakan teksnya setebal 27 halaman folio dilengkapi dengan catatan kaki Menteri Agama RI H. Munawir Sjadzali MA.
Dalam sambutan yang singkat itu mengatakan, uraian hikmah Maulid yang dibawakan Dr. Nurcholish Madjid itu memberikan gambaran dan kejelasan kepada kita khususnya umat Islam Indonesia dalam usaha melaksanakan pembangunan nasional.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara Jakarta itu dibuka dengan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dibawakan oleh H. Nazir Cikdung qari terbaik tingkat nasional 1985, berasal dari Palembang dan Istianah Wahid qariah DKI Jakarta, berasal dari Sidoardjo Jawa Timur. (RA)
…
Jakarta, Pelita
Sumber : PELITA (20/05/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 230-232.