1979-06-07 Selain Acara Kenegaraan, Presiden Soeharto Jelaskan Pembangunan Indonesia Kepada Pengusaha Jepang

Selain Acara Kenegaraan, Presiden Soeharto Jelaskan Pembangunan Indonesia Kepada Pengusaha Jepang[1]

 

KAMIS, 7 JUNI 1979 Di Tokyo pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Jepang, Masayosi Ohira. Pembicaraan meliputi masalah-masalah bilateral, regional dan intemasional. Pada kesempatan itu Presiden telah menjelaskan tentang Repelita III, sehingga diharapkan Pemerintah Jepang mempunyai gambaran yang jelas mengenai kebijaksanaan dan prioritas-prioritas dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Menyangkut masalah intemasional, Presiden meminta PM Ohira untuk membawa pandangan negara-negara yang sedang berkembang kedalam pertemuan tingkat tinggi tujuh negara industri yang akan berlangsung di Tokyo pada tanggal28-29 Juni mendatang. Mengenai masalah regional telah dibahas peranan Jepang dalam kerjasama ASEAN.

Siang ini Presiden Soeharto menghadiri jamuan makan yang diselenggarakan oleh enam organisasi ekonomi Jepang yang tergabung dalam Keidanren dan Jepang-Indonesia Economic Committee. Dihadapan para pengusaha Jepang itu, Presiden antara lain mengatakan bahwa dengan usaha yang sungguh-sungguh, pertumbuhan produksi di berbagai sektor —terutama sektor pertanian, pertambangan, dan industri serta tenaga terdidik— akan dapat terus ditingkatkan, sehingga diperkirakan akan tercapai laju pertumbuhan ekonomi sekitar 6,5% setahun selama Repelita III ini. Dikatakannya pula bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,2%, maka produksi nasional nyata per kapita akan meningkat sekitar 24% selama lima tahun mendatang.

Selanjutnya Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia bertekad untuk makin membuat seimbang struktur ekonomi kearah yang lebih sehat antara sektor pertanian dan industri, agar  tercipta  landasan  yang  lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan selanjutnya. Untuk itu  Indonesia akan meningkatkan sektor industri sekitar 11%, sektor bangunan sekitar 9%, sektor pengangkutan dan komunikasi sekitar 10%, dan sektor-sektor lainnya  diluar pertanian  dan pertambangan sekitar 8% setahun.

Menyinggung peranan yang dapat dimainkan Jepang dalam pembangunan Indonesia, Presiden mengatakan bahwa masih terbuka kesempatan dan kemungkinan untuk melanjutkan dan meningkatkan partisipasi  Jepang.  Ia  mengungkapkan  keyakinannya  bahwa  dengan kemampuan ekonomi, modal dan teknologinya, Jepang merupakan pasangan yang cocok dengan Indonesia yang memiliki sumber alam untuk digali, dengan 140 juta penduduknya yang merupakan sumber  tenaga kerja dan pasar yang melimpah dan keadaan stabilitas yang mantap dan dinamis. Demikian  antara lain dikatakan Presiden.

Tampak hadir dalam jamuan tersebut Menteri Koordinator Bidang Ekuin, Prof. Widjojo Nitisastro, Menteri Koordinator Bidang Polkam, M Panggabean, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono. Diantara pengusaha-pengusaha Jepang yang hadir adalah Toshiwo Doko, Shigeo Nagano, Buntei Otsuki, Tadashi Sasaki, Tatsuzo Mizukami, dan Eiichi Hashimoto.

Presiden dan Ibu Soeharto malam ini menghadiri jamuan makan yang diselenggarakan oleh PM dan Nyonya Ohira di kediaman resmi mereka. Menyambut pidato tuan rumah, pada kesempatan itu Presiden mengatakan bahwa Jepang mendapat tempat yang khusus di hati bangsa Indonesia. Dikatakannya bahwa bangsa Indonesia merasakan bahwa Jepang memahami masalah-masalah pembangunan yang dewasa ini sedang dihadapi oleh Indonesia, dan karenanya telah banyak turut serta memperlancar pelaksanaannya dengan memberikan bantuan dan kerjasama di bidang ekonomi.

Mengenai pembangunan Indonesia, Kepala Negara mengatakan bahwa jalan yang ditempuh memang masih panjang dan bangsa Indonesia bertekad untuk mengerahkan segala sumber daya manusia dan sumber alam untuk melanjutkan pembangunan. Tetapi, demikian Presiden, dalam pem­ bangunan masyarakat modern, dan dalam dunia yang terasa makin menjadi satu ini, adalah tidak realistis untuk memandang pembangunan suatu bangsa semata-mata dari kemauan keras ·dan usaha bangsa itu sendiri. (AFR)



[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978 – 11 Maret 1983”, hal 169-170. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.