1980-09-24 Resmikan Irigasi Laguh Bali, Presiden Soeharto: Pembangunan Modern Tidak Boleh Buang Tradisi Yang Sudah Baik

Resmikan Irigasi Laguh Bali, Presiden Soeharto: Pembangunan Modern Tidak Boleh Buang Tradisi Yang Sudah Baik

RABU, 24 SEPTEMBER 1980, Berada di Pulau Bali, pagi ini Presiden Soeharto meresmikan jaringan irigasi Laguh di desa Rajasa, Tabanan.

Dalam zaman pembangunan modern kita tidak boleh begitu saja membuang tradisi-tradisi yang baik yang telah dihayati secara turun temurun. Demikian antara lain amanat Presiden Soeharto ketika meresmikan jaringan irigasi Laguh di desa Rajasa, Tabanan, Bali pagi ini. Bendungan yang mampu mengairi sawah seluas 1.079 hektar ini dibangun dengan biaya Rp244.135.500,-.
Presiden, yang didampingi oleh Ibu Soeharto, mengatakan dalam kata sambutannya bahwa dengan selesainya proyek irigasi ini, maka mutu dan perluasan areal sawah yang dapat ditanami akan meningkat. Hal ini akan memungkinkan untuk meningkatkan produksi padi dan meningkatkan pendapatan petani. Selanjutnya Presiden mengharapkan para petani dapat memanfaatkan irigasi Laguh itu dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikian sambutan Presiden.
Selanjut Presiden mengadakan dialog dengan wakil-wakil subak dari beberapa desa. Kepada para petani, Presiden menjelaskan bahwa sejak permulaan Pelita I Pemerintah sudah berusaha meningkatkan produksi pupuk. Dikatakannya bahwa dahulu tingkat produksi pupuk kita baru 100.000 ton per tahun, tetapi sekarang sudah menjadi 2,5 juta ton. Namun jumlah produksi tersebut sudah tidak mencukupi lagi, karena semakin meningkatnya penggunaan pupuk. Oleh karena itu Pemerintah mempercepat pembangunan pabrik pupuk baru, yaitu dua buah di Kalimantan Timur dan satu di Aceh.
Dalam dialog itu, salah seorang wakil subak meminta kepada Presiden agar pemerintah memberikan bantuan bagi penyempurnaan irigasi di daerahnya. Kepadanya Presiden menjawab bahwa Pemerintah berkeinginan sekali dapat memenuhi permintaan seperti itu. Akan tetapi dikatakan Presiden, segala sesuatunya tentu terbatas, mengingat rakyat Indonesia yang lain pun harus pula diperhatikan kebutuhan mereka. (WNR)

________________________________

Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978 – 11 Maret 1983”, hal 337. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.