GERAKAN “ORANG TUA ASUH” AGAR DIGALAKKAN

GERAKAN “ORANG TUA ASUH” AGAR DIGALAKKAN

PRESIDEN :

Presiden Soeharto mengharapkan agar gerakan “orang tua asuh” digalakkan lebih luas, karena semakin banyak pihak yang bersedia membiayai pendidikan anak-anak tak mampu (tuna sacana) akan lebih menunjang suksesnya program wajib belajar.

Gerakan “orang tua asuh” (OTA) dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Nugroho Notosusanto dalam suatu upacara di Yogyakarta hari Senin.

Kepada Menteri Nugroho di Bina Graha Jakarta hari Selasa, Presiden mengharapkan agar gerakan OTA dilaksanakan secara spontan dan tidak menutup kemungkinan setiap orang menyalurkan keinginannya menjadi OTA melalui organisasi masyarakat.

Mendikbud kepada wartawan menunjuk contoh Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) dan Persatuan Ahli Penyakit Dalam telah menggugah agar para anggotanya turut menjadi OTA.

Ia menjelaskan, dengan adanya OTA seorang anak dari keluarga tak mampu dapat meneruskan pendidikannya di Sekolah Dasar. Seseorang yang menjadi OTA misalnya dapat memberikan biaya Rp 5.000,- per bulan melalui Sekolah Dasar yang dikehendakinya.

Pihak SD bersangkutanlah yang menentukan anak didiknya yang tak mampu, tanpa memberi tahu siapa yang memberikan dana padanya.

Dengan sistem itu, si penerima dan si pemberi saling tidak mengetahui, diharapkan sikap anak didik yang disumbang orang lain itu tidak akan berubah terhadap orang tuanya sendiri.

Atas pertanyaan wartawan, Mendikbud menyatakan kegembiraannya karena pada tahap awal ini minat masyarakat untuk ikut dalam gerakan OTA sangat besar, terutama di kota-kota.

“Sambutannya luar biasa, sampai-sampai saya kuatir apabila penanganannya tak lancar”, kata Nugroho Notosusanto.

Untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan, dewasa ini sedang dipikirkan kemungkinan memberikan semacam beasiswa kepada anak-anak tak mampu.

Tidak Mendikte

Ditanya masalah perguruan tinggi yang menentukan, biaya terlalu tinggi kepada mahasiswa barunya, Menteri mengatakan bahwa dalam hal itu pemerintah tidak akan mendikte perguruan-perguruan tinggi.

Ia mengharapkan, dengan terbentuknya Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta pekan lalu maka diharapkan masalah biaya pendidikan di PTS dipecahkan oleh mereka sendiri melalui badan tersebut.

“Sudah ada kesepakatan dalam badan itu untuk meniqjau kembali biaya pendidikan yang tidak pantas,” ucap menteri.

Atas pertanyaan wartawan, Nugroho Notosusanto mengungkapkan, Departemen Keuangan telah menyepakati dibukanya kantor-kantor kas negara di tingkat kecamatan untukmenyalurkan gaji gum di daerah-daerah terpencil.

Menteri mengakui, selama ini guru di sejumlah daerah terpencil sering kali mengalami kelambatan menerima gaji akibat sangat jauhnya jarak kantor kas negara setempat.

Depdikbud, kata menteri, akan menggunakan komputer untuk menangani masalah guru di seluruh Indonesia yang jumlahnya sekitar 1,5 juta orang.

Dengan sistem itu ia mengharapkan masalah jenjang karir dan kesejahteraan guru akan dapat lebih terperhatikan. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (25/07/1984)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 963-964.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.