PRESIDEN SETUJU KONSEPSI BARU PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI
Presiden Soeharto menyetujui pola dan konsepsi baru penyelenggaraan transmigrasi yang akan memungkinkan tercapainya sasaran program transmigrasi yang ditetapkan untuk Repelita III sebanyak 500.000 kepala keluarga.
Menteri Muda urusan Transmigrasi Martono selesai melaporkan penyelenggaraan transmigrasi kepada Presiden Soeharto di Cendana, Jakarta, hari Sabtu menjelaskan kepada pers, Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1978, sekarang sudah mulai berjalan.
Menurut rencana dalam tahun pertama Repelita HI, tahun 1979/1980 akan dipindahkan sebanyak 50.000 kepala keluarga dan tiap tahun akan ditingkatkan sebanyak 25.000 kepala keluarga. Dengan demikian tahun kedua Repelita ini akan dipindahkan sebanyak 75.000 kepala keluarga, tahun ketiga 100.000 kepala keluarga, tahun keempat 125.000 kepala keluarga dan tahun kelima 160.000 kepala keluarga.
Berdasarkan pola dan konsepsi baru ini, transmigrasi berarti pemindahan masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain dalam wilayah tanah air Indonesia untuk membantu pembangunan daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
Martono mengatakan, Badan Koordinasi yang dipimpinnya itu sudah mengadakan beberapa kali pertemuan tingkat Dirjen. Masalah itu telah pula disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat menjelang akhir minggu ini.
Dengan adanya konsepsi baru ini, diharapkan tidak akan tetjadi lagi adanya sisa penduduk yang akan dipindahkan yang sudah ditetapkan dalam program tahun sebelumnya.
Martono mengakui bahwa dalam tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan transmigrasi mengalami kesulitan. Karena berbagai kesulitan ini, berdasarkan Kepres No. 26 dan pola serta konsepsi baru itu, diadakan perombakan total, baik dalam cara penanganan, pengorganisasian maupun dalam pembiayaannya.
Spontan Semakin Banyak
Berdasarkan konsepsi ini ini, harus diusahakan jumlah transmigrasi semakin banyak dan jumlah transmigrasi umum yang diselenggarakan Pemerintah semakin mengecil. Ini sesuai pula dengan Undang-undang mengenai transmigrasi.
Pembiayaan yang diatur Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak hanya digunakan untuk mengatur transmigrasi umum, tapi juga transmigrasi spontan.
Hanya bagi kelompok transmigran yang harus dibiayai Pemerintah seperti penduduk yang terpaksa harus dipindahkan akibat bencana alam, letusan gunung api, banjir atau karena keadaan darurat lainnya berlaku ketentuan bagi golongan transmigran umum.
Martono mengatakan, selama ini pemerintah menghadapi transmigran umum yang miskin dan tidak mempunyai biaya untuk ikut pindah dari daerah asalnya. Oleh karena itu jumlah transmigran masih tetap besar. Namun jumlah transmigran umum semakin lama akan diperkecil, transmigran spontan akan diperbesar.
Pola Pembinaan Pemukiman
Berdasarkan GBHN, Ketetapan-ketetapan MPR, petunjuk Presiden dan Undang-undang ditetapkan bahwa transmigrasi berarti pemindahan masyarakat dari daerah yang satu ke daerah yang lain untuk membantu pembangunan daerah dalam rangka pembangunan nasional.
Berdasarkan definisi transmigrasi ini, harus disusun pola-pola masyarakat baru di daerah pemukiman. Pola masyarakat barn itu disesuaikan dengan keadaan daerah pemukiman itu sendiri, yang antara lain ditentukan pula oleh keadaan tanahnya.
Di daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan tiga derajat ditempatkan transmigran yang berpolakan pertanian pangan. Di daerah dengan tanah yang mempunyai kemiringan tiga sampai delapan derajat ditempatkan transmigran yang berpolakan pertanian pangan, di samping pertanian tanaman campuran lainnya. Sedang di tanah yang kemiringannya delapan sampai 15 derajat ditempatkan transmigran yang berpolakan pertanian perkebunan.
Di luar daerah itu akan ditempatkan masyarakat yang berpolakan desa nelayan atau petemakan dan masyarakat yang berpolakan industri. Pola ini ditentukan untuk membentuk masyarakat barn di daerah pemukiman baru.
10% Untuk Penduduk Asli
Berdasarkan pola baru itu, para transmigran umum dan transmigran spontan ditempatkan pada daerah pemukiman yang sarana. Daerah pemukiman itu nantinya dibagi tiga, sebagian untuk transmigran umum, sebagian untuk transmigran spontan dan 10 persen sisanya untuk penduduk asli atau penduduk yang lebih dahulu tinggal di daerah bersangkutan.
Penetapan pemukiman yang 10 persen itu dimaksudkan untuk menampung rencana pemukiman penduduk kembali yang selama ini ditangani Pemerintah Daerah. Langkah ini diambil karena pemukiman kembali penduduk ini pada hakekatnya merupakan transmigrasi lokal, anggarannya diambil 10 persen dari program transmigrasi nasional karena untuk penyelenggaraan pemukiman itu selama ini Pemda tidak mempunyai dana yang cukup.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah tidak perlu lagi meminta anggaran untuk melaksanakan pemukiman kembali penduduk karena anggarannya sudah termasuk dalam yang 10 persen itu.
Dalam menentukan lokasi pemukiman baru, petunjuk pertama yang digunakan adalah tata-guna tanah (land use planning) di setiap propinsi. Setiap propinsi karena keadaan pembangunan diharuskan menentukan daerah mana dan berapa luasnya tempat yang akan digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya transmigrasi.
Transmigrasi spontan dapat pula dikaitkan dengan usaha pertanian secara besarbesaran. Oleh karena Itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga ikut berperan diantara 52 Instansi lainnya dalam penanganan transmigrasi spontan ini.
Dalam penyelenggaraan transmigrasi spontan, ini akan diajak pula penanam modal baik luar maupun dalam negeri. Kalau penanam modal itu nasional diatur sebagaimana biasa. Tapi kalau pananam modal asing akan diatur melalui BKPM berdasarkan Undang-undang No. 1. 1967 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA).
Perkebunan itu akan dikembangkan dengan sistem perkebunan inti (nucleus estate system). Areal tanah yang akan diusahakan penanam modal itu dibagi dua.
Separuhnya diusahakan sendiri oleh penanam modal, separohnya lagi diatur kolektif melalui BUUD/KUD, tapi ham menanam komoditi yang dikehendaki oleh pengusaha bersangkutan.
Penanaman modal yang dikalikan dengan program transmigrasi ini, dilakukan melalui prosedur yang sama dengan proyek PMA lainnya. Tapi dalam operasinya nantinya harus memperhatikan program transmigrasi spontan. Setiap perkebunan besar yang akan dibuka separuh dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri, sisanya dikerjakan oleh para transmigran spontan. Dengan demikian diterapkan sistim perkebunan inti yang ditangani perusahaan bersangkutan dan daerah pengembangan di luar yang dikuasai dan dimiliki petani transmigran.
Menurut Martono sekarang ada tiga perusahaan perkebunan patungan (joint venture) yang sedang diteliti Menteri Pertanian yang akan dijadikan pilot proyek untuk usaha pertanian semacam itu. Perkebunan itu ialah perkebunan Pego, perkebunan Daya Itob dan perkebunan Mitsi-Goro.
Penanganan transmigran di daerah asal dilakukan Departemen Nakertrans sendiri dan bila ada perumahan yang memerlukan tenaga kerja yang diatur dalam rangka transmigrasi spontan ini dapat mengajukan ke Departemen Nakertrans.
Martono mengatakan mengingat transmigrasi berdasarkan pola baru ini tidak dapat diselenggarakan hanya oleh Pemerintah, dalam waktu dekat iniakan memberi tahukan kepada organisasi-organisasi masyarakat termasuk pers mengenai pola yang akan digunakan dalam penyelenggaraan transmigrasi secara nasional.
Dua Hektar
Martono lebih jauh menjelaskan, para transmigran yang kini sudah mendapatkan tanah satu seperempat hektar pasti akan mendapatkan tiga perempat lagi sehingga jumlahnya untuk kepala keluarga menjadi dua hektar sesuai denganjatah yang telah ditetapkan.
Martono mengatakan sekarang ini memang para transmigran mendapatkan satu perempat hektar di daerah yang telah siap tanam. Pembagian satu perempat hektar itu dimaksudkan agar suatu tempat permukiman lebih banyak menampung transmigran.
Tapi ini tidak berarti hanya itu yang diberikan, tapi disiapkan pula tanah tiga perempat hektar lagi per kepala keluarga sebagai cadangan, tanahnya kemungkinan terletak di luar pemukiman tapi tidak terlalu jauh, tidak boleh lebih dari dua atau tiga kilo meter dari tempat pemukiman bersangkutan.
Akibat demikian itu, pola desa itu nantinya juga berbeda. Akan dibentuk kelompok pendukuhan dari 50 kepala keluarga misalnya.
Sebelum membagikan tanah itu terlebih dahulu diadakan survei. Nantinya ditentukan berdasarkan kemiringan tanah, tanah mana yang dapat digunakan untuk tanah usaha. Kemudian tanah itu dibagi-bagi, untuk jalan dan tanah usaha. Berdasarkan hal itu akan terdapat nantinya perhitungan bruto dan perhitungan netto. Yang netto inilah yang nantinya diberikan kepada transmigran sebagai haknya.
Mengenai biaya penyelenggaraan transmigran, Mahmud Martono belum dapat memberikan angka yang pasti. Tapi sebelum Kenop ditetapkan US $ 5000 per kapala keluarga.
"Sekarang sesudah kebijaksanaan 15 Nopember, kemungkinan antara dua, dua setengah atau Rp. 3 juta tergantung dari biaya per unitnya nanti". demikian Menteri Muda Martono.
Bank Dunia
Presiden Bank Dunia McNamara awal bulan Maret mendatang akan meninjau proyek-proyek transmigrasi dan proyek pembangunan lainnya di Indonesia.
Sebelumnya telah berkunjung ke Indonesia, Wakil Presiden Bank Dunia Saheed Husein yang menegaskan kembali pendirian Bank Dunia kepada pihak Indonesia, bahwa Bank Dunia tetap ingin membantu usaha pembangunan di Indonesia.
Penegasan ini dikemukakan oleh Saheed Husein karena bantuan Bank Dunia yang. diberikan melalui program transmigrasi dapat langsung diterima rakyat kecil yang membutuhkan.
Menteri Martono mengemukakan pula di Sulawesi Tenggara akan dibuka proyek transmigrasi yang akan dibiayai Bank Pembangunan Asia. (ADB)
Transmigran Sumsel
Menteri Muda Urusan Transmigran Martono, menyanggah berita-berita yang menyatakan bahwa para transmigran di suatu proyek transmigrasi di Sumatera Selatan ingin pulang kembali ke tempat asal mereka.
Dia mengatakan, berdasarkan laporan itu memang di delta selang yang berdekatan dengan delta Upang lokasi transmigrasi yang telah ditempati kurang lebih empat tahun terjadi keresahan.
Delta selang merupakan tempat pemukiman baru transmigrasi yang ditempati kurang lebih satu tahun. Keresahan itu terjadi karena adanya masa krisis yang biasa terjadi di suatu daerah transmigrasi yang baru berumur satu atau dua tahun.
Krisis inijuga tetjadi di Delta Upang yang sekarang sudah maju dan merupakan daerah transmigrasi yang sangat berhasil. Beberapa waktu lalu, Delta Upang yang pernah ditinjau Presiden itu sudah melaksanakan panen.
Kegelisahan itu antara lain karena mereka khawatir tempat pemukiman baru itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Tapi itu bisa saja terjadi, karena tempat pemukiman itu bam saja ditempati manusia. Disana banyak kera, hama dan bekas daerah hutan.
Tapi lama-lama, kera dan binatang pengganggu lainnya akan habis, dan pada tahun ketiga dan keempat akan tampak perubahan bamlah mereka tidak gelisah lagi dan merasa betah tinggal di sana.
Menteri juga dengan tegas membantah laporan yang mengatakan bahwa disana timbul hama wereng. Juga mengenal adanya transmigran yang pulang kembali ke Jawa.
”Memang ada yang pulang ke Jawa, tapi untuk mengunjungi keluarga masing-masing”, demikian Martono. (DTS)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (12/02/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 287-291.