ADA HARAPAN LEBIH MENDORONG GERAK PEMBANGUNAN

ADA HARAPAN LEBIH MENDORONG GERAK PEMBANGUNAN

Sebagai negara yang bukan tidak penting peranannya dilihat dari segi geografi­ekonomi-militer dan internasional, haruslah kita mengerti bahwa biasanya puncak dari satu gerak politik (ekonomi-pembangunan-militer. dsb) bisa dilihat pada perlawatan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan.

Dari segi ini kita perkirakan bahwa perlawatan Presiden Soeharto, lengkap dengan Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro, Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Sudharmono, Dirjen Pariwisata Joop Ave ke pelbagai negara, mau tidak mau harus dikaitkan pada langkah yang akan kita tempuh, untuk memasuki gerbang dari Pelita-IV sebagai tahap pembangunan yang menjurus pada industrialisasi.

Ada perkiraan pada kita bahwa untuk sebagian, lawatan kerja dari Presiden Soeharto layak diproyeksikan pada sidang IGGI yang lewat yang telah dibahas rencana pembangunan Indonesia untuk tahap 1982-1983 sebagai langkah pertama dalam memasuki Pelita-IV.

Dalam pada itu, dunia industri yang merupakan sandaran dari IGGI secara umum telah beberapa tahun lamanya terkena resesi ekonomi. Dan sebaliknya, karena resesi ekonomi dari dunia industri itu (negara2 IGGI yang sebagian besar termasuk negara2 OPEC, yaitu Amerika-Eropa Barat plus Jepang), maka Indonesia berhadapan dengan kelesuan dalam daya beli dari negara2 industri tersebut.

Sehingga karenanya, Indonesia juga menderita kurang lancarnya ekspor darikomoditas non-minyak. Ini telah kemudian memaksa pemerintah untuk mengkaitkan ekspor non-minyak juga pada tiap tender atau kontrak yang di sini dimenangkan oleh pihak asing. Beberapa kali kontrak ekspor yang dikaitkan pada menang-kontrak itu, berhasil dicapai walaupun kita masih harus melihat pada realisasinya.

Hal lain lagi yang perlu kita ketahui dari diri kita adalah bahwa musim kemarau yang panjang ini, mau tidak mau sedikit banyak mengganggu rencana pemerintah dalam pelaksanaan tahap pembangunan praktisnya untuk tahun 1982 ini, ditambah lagi dengan problema musibah alam disebabkan keaktipan dari gunung2 berapi di Jawa, Sulawesi dst, dan kekurangan beras bagi beberapa daerah transmigran di mana disinyalir transmigran telah mengalami tanaman mereka gagal, dan harapan untuk panen dalam tahun ini, agak terganggu.

Secara umum, masalah ini semua berakibat adanya dampak terasa dalam struktur ekonomi-praktis, hal mana secara mikro juga terlihat pada naiknya harga semen yang saat ini, diluar Jakarta masih mencatat Rp 2.500 per sak, belum turun menjadi Rp 2.250.- sebagai harga patokan dari pemerintah.

Perkiraan bahwa bantuan dari luar negeri untuk menunjang pelaksanaan pembangunan selama 1982-1983 memerlukan tambahan, didasarkan pada kurang derasnya devisa masuk kas negara, karena ekspor bahan2 non-minyak terbentur pada kondisi resesi ekonomi maupun kelesuan produksi dari negara2 industri sendiri.

Hal kedua yang mau tidak mau memaksa pemerintah untuk bertahan dan melanjutkan perwujudan dari pembangunan, pertama karena memang sudah dirancang, dan kedua, karena jalan pembangunan itu, adalah satu2nya yang harus dilanjutkan untuk ditempuh kalau kita bertekad untuk mencapai tujuan berproduksi pada taraf tertentu, dalam tahun tertentu.

Jadi, untuk memperkuat dan ikut mendorong daya pembangunan tadi itu agar tidak dihambat oleh faktor resesi secara langsung dan tak langsung, wajar diperkirakan bahwa lawatan kerja dari Presiden Soeharto kali ini, juga dimaksud untuk mempertahankan gairah pembangunan nasional, lewat penambahan modal dari luar sebagai satu stimulans untuk lebih melancarkan realita dari pembangunan dalam periode 1982-1983 ini.

Dari berita2 tentang perlawatan Presiden Soeharto di kerajaan Spanyol sudah nampak peningkatan kerja sama teknik maupun dalam dunia pariwisata, yang akan dikembangkan secara bilateral.

Ini sudah merupakan langkah positip dalam usaha menarik modal ke Indonesia, secara tidak langsung pula, dalam hubungan dengan usaha Nurtanio yang dalam beberapa waktu nanti, akan sudah mampu mengekspor pesawat udara penumpang bermesin turbo, ikut memperkuat arah dari Era Industri yang segera akan dimasuki lewat tahapan2 pembangunan yang telah dilaksanakan.

Kita perkirakan bahwa kalau pemerintah bemsaha mendapatkan tambahan modal berupa kredit2 jangka panjang yang akan bisa memadai dengan kesanggupan kita untuk membangun, tidak ada salahnya kalau Presiden Soeharto dalam lawatan ini, berusaha memperoleh tambahan pinjaman jangka panjang. Bukannya kita menganjurkan supaya berhutang terus! Sama sekali bukan.

Masalahnya terletak pada kesanggupan dari diri kita untuk secara disiplin menggunakan kredit2 itu secara ekonomis, agar manfaatnya ada. lni berarti bahwa berapapun kita pinjam, kalau dana itu dipergunakan untuk satu produktivitas yang positip, didalam mana "kebocoran2" (korupsi atau komisi2 yang berlebih2an) bisa dihindari, pasti bahwa kesanggupan untuk membayar kembalipun tetap ada.

Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara ke-35 yang mempunyai hutang lebih dari US$ 10 miliar.Mexico mempunyai hutang US$ 80 miliar. Masalahnya tergantung pada kesanggupan untuk membayar kembali !.

Laksamana Sudomo sebagai Pangkopkamtib sudah berkali-kali mengetengahkan bahwa kita wajib waspada terhadap perembesan komunisme di negara kita.

Itupun telah kita kemukakan puluhan kali dalam ulasan kita, seraya kitapun mengetengahkan bahwa yang kita amat perlukan, tak lain adalah sikap disiplin, jujur, terhadap diri kita.

Dengan lain perkataan, apabila segala sesuatu diatur secara wajar menurut peraturan, dan ada pengawasan berjalan dengan baik, dan tak ada korupsi (yang selalu disebut sebagai kebocoran, walaupun kalau sudah "bocor" seratus atau ratusan juta, itu sudah bukan lagi kebocoran, melainkan "kebanjiran !"),pasti dalam aspek sosial-ekonomi.

Tidak diberi kesempatan sedikit pun pada perembesan dari komunisme lewat siaran desas-desus. Siaran desas-desus merupakan psy-war dari mereka.

Kalau kita melihat pola lawatan kerja demi Presiden Soeharto, harapan ada bahwa usaha untuk menambahkan modal untuk lebih lagi menstimulir pembangunan, bisa mencapai hasil.

Walaupun PM Suzuki dari Jepang sudah mundur pada hari kemarin dulu, sehingga lawatan kerja dari Kepala Negara kita dan Menteri2, dilihat dari aspek legal-politisnya (karena kabinet Jepang sudah mundur) agak tersisih. Tetapi masalah ini masih bisa diatasi lewat perundingan dengan kabinet baru Jepang, dihari mendatang.

Mengapa kita mengetengahkan penambahan pinjaman, tak lain dikarenakan fakta bahwa secara realistis, masukan dana devisa kita tersendat-sendat, disebabkan ekspor kita lamban, sedangkan kelambanan dari ekspor bahan non-minyak itu menderita, karena negara2 industri sbg pembeli, kurang bemafsu disebabkan resesi yang mereka alami. Semuanya satu lingkaran setan!.

Semua negara berkembang yang secara serius ingin membangun, tidak bisa menghindari dari tindakan meminjam dana dari luar. Persoalannya terletak pada iktikad dan carakerja kita sendiri.

Kalau dana yang dipinjam dipergunakan sebagai semestinya, pastilah bahwa kekuatan untuk membayar kembali, tetap ada. Sama halnya kalau kita secara pribadi meminjam uang, tentunya harus adarencana matang, didalam mana uang tadi dipergunakan untuk lebih menguntungkan bukan semata-mata untuk membeli mobil baru, mendirikan rumah mewah dilengkapi dengan kroon lamp yang diimpor dari Wina, karena dari situ kualitas kristalnya baik sekali.

Tentunya tidak! Kecuali kalau kita sebagai peminjam, memang beritikad tidak baik, beritikad boros, disitu letak persoalan.

Kita berharap bahwa tujuan untuk memperoleh tambahan dana dari luar, oleh pemerintah, bisa mencapai hasil, karena kondisi moneter dunia pun harus kita perhitungkan laju inflasinya terhadap mata uang yang kita pinjam. (RA)

Jakarta, Berita Buana

Sumber : BERITA BUANA (14/10/1982)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 876-879.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.