APARAT PEMERINTAH AGAR JADI TELADAN PEMBAYARAN PAJAK
Presiden pada Sidang Paripurna Kabinet
Situasi Keamanan Mantap
Berbagai pangkal tolak dan pedoman dasar untuk memasuki tahun anggaran 1985/86 mendatang dijabarkan Presiden Soeharto ketika memimpin langsung Sidang Paripurna Kabinet Pembangunan IV di Gedung Sekretariat Kabinet Jakarta, hari Sabtu.
Sidang yang membahas Rancangan APBN 85/86 itu berlangsung sekitar 3,5 jam, dihadiri pula antara lain Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah, Ketua DPA M Pangabean, Ketua Mahkamah Agung Ali Said dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan M. Jusuf.
Dalam tahun anggaran mendatang, Presiden Soeharto menekankan kembali, pentingnya sikap hemat dan prihatin yang harus ditunjukkan oleh segenap aparatur pemerintah.
Secara khusus Kepala Negara juga minta agar semua menteri dan pimpinan non departemen menjadi pelopor dan teladan dalam pembayaran pajak. Juga ditekankan pentingnya dana Inpres sampai ke daerah secara utuh.
RAPBN itu nantinya akan disampaikan Presiden Soeharto pada Sidang Paripurna DPR tanggal 7 Januari mendatang, sehingga sekarang ini belum dapat diumumkan,” tambah Menteri Penerangan Harmoko ketika menjelaskan hasil sidang paripurna kabinet kepada pers.
Pedoman Dasar
Menurut Kepala Negara pedoman dasar yang digunakan untuk menyusun RAPBN 85/86 adalah GBHN, Repelita IV, Trilogi Pembangunan dan delapan jalur pemerataan.
Pangkal tolak dan pegangan pokok adalah apa yang tercantum dalam Repelita IV. Sehingga bila sasarannya tercapai maka itu berarti pelaksanaan tugas telah berhasil. Dengan demikian, lanjut Menteri mengutip Presiden, apa yang tidak tercantum dalam Repelita IV tidak perlu dikejar-kejar
Presiden Soeharto menegaskan dalam menyusun RAPBN harus dipikirkan terciptanya sasaran keseluruhan. Karena itu tidak boleh berpikir secara sektoral atau berkotak-kotak hanya dalam lingkungannya sendiri.
Jumlah pengeluaran terutama pengeluaran pembangunan harus disesuaikan dengan kemampuan penerimaan negara. Karena itu departemen atau lembaga nondepartemen hendaknya bekerja berdasarkan anggaran yang tersedia dan digunakan sebaik-baiknya.
“Seperti pada APBN sebelumnya departemen atau lembaga nondepartemen tidak dibenarkan mengajukan anggaran tambahan dan tetap bekerja dengan disiplin anggaran,” kata Presiden Soeharto.
Dikatakan, perencanaan dan pelaksanaan proyek serta penggunaan biayanya yang tersedia supaya dilaksanakan seefisien-efisiennya.
Penyiapan DIP, pelaksanaan tender agar dilaksanakan secara baik dan cepat sesuai ketentuan yang berlaku.
Bayar Pajak
Mengenai upaya peningkatan penerimaan dalam negeri di luar sektor migas, Kepala Negara menekankan pentingnya kesadaran masyarakat membayar pajak dikembangkan.
Perpanjangan masa pengampunan pajak hendaknya digunakan sebaik-baiknya oleh aparatur perpajakan untuk memberikan penerangan sejelasÂjelasnya kepada masyarakat.
Secara khusus Presiden Soeharto sekali lagi minta kepada semua menteri dan pimpinan nondepartemen untuk menjadi pelopor dan teladan dalam pembayaran pajak secara benar.
Departemen yang membawahi perusahaan negara diinstruksikan pula untuk mendorong perusahaan tersebut melaksanakan kewajiban keuangan dan perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kepala Negara kembali menginstruksikan agar anggaran rutin benar-benar digunakan secara efektif dan efisien. “Sikap hemat dan prihatin harus ditunjukkan segenap aparatur pemerintah, sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat,” tambah Presiden Soeharto.
Sikap demikian misalnya menyangkut pembelian barang yang mengutamakan produksi dalam negeri hasil pengusaha golongan ekonomi lemah.
Biaya perjalanan belanja barang dan sebagainya supaya dibatasi pada hal yang benar-benar mendesak dan jangan bergaya mewah serta tidak berlebihan. Pemakaian listrik dan telepon dihemat.
Perjalanan dinas didalam maupun di luar negeri dibatasi untuk keperluan yang benar-benar bermanfaat, dan jumlah rombongan juga perlu dibatasi. Demikian pula bagi penyelenggaraan rapat kerja, seminar, loka karya.
“Kebijaksanaan ini harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsekuen,” tegas Presiden Soeharto.
Mengenai upacara dan peresmian proyek, Kepala Negara menggariskan agar dilakukan sederhana.
“Yang penting adalah selesainya pembangunan proyek itu, serta manfaat proyek bagi masyarakat dan pembangunan pada umumnya”.
Langkah pemerintah agar aparaturnya bersikap hemat dan prihatin itu setidaknya sudah dikumandangkan semenjak empat tahun belakangan ini. Istilah lain yang kemudian muncul adalah “Kencangkan ikat pinggang”.
Dana Inpres
Erat kaitannya dengan APBN, Presiden Soeharto minta perhatian soal peningkatan APBD, karena hal ini penting untuk peningkatan pembangunan di daerah-daerah.
Khusus mengenai dana Inpres, Presiden Soeharto menekankan agar dana tersebut hendaknya dapat sampai ke daerah tanpa berkurang sedikitpun.
Sedang menyangkut penggunaan Kredit ekspor, ditegaskan lagi bahwa hal itu hendaknya digunakan selektif dan hati-hati. Bila tidak, akan menjadi beban berat dalam neraca pembayaran luar negeri di masa mendatang.
Tentang penggalakan ekspor nonmigas, usaha itu harus tetap dilakukan dengan koordinasi Departemen Perdagangan. Dalam kaitan ini biaya angkutan laut dan penimbunan barang diusahakan agar diturunkan antara lain dengan memperlancar arus ke luar masuk kapal dan bongkar muat di pelabuhan.
Dalam sidang juga disampaikan bahwa laju inflasi bulan Desember 1984 adalah sebesar 1,04 persen.
Sehingga keseluruhan laju inflasi tahun takwin 1984 sebesar 8,76 persen, berarti lebih kecil dati laju inflasi tahun takwin 1983 yang mencapai 11,5 persen.
Perkembangan Positif
Menyinggung situasi sosial politik dan keamanan, Presiden Soeharto mengatakan, terdapatnya perkembangan positif dalam pemantapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kekuatan sospol dan organisasi kemasyarakatan.
Kepala Negarajuga melukiskan pembahasan lima RUU yang menyangkut pengaturan kehidupan politik dan kenegaraan yang tengah dibahas di parlemen itu “berkembang ke arab yang positif dan konstruktif’. Sedang situasi keamanan dinilai secara umum mantap.
Menutup keterangannya Menpen Harmoko mengutip ucapan Kepala Negara mengenai perlu ditingkatkannya efisiensi dan efektifitas kerja aparatur pemerintah untuk mengejar sasaran Repelita IV. Berbarengan dengan itu perlu terus dipertingginya kewaspadaan nasional (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (30/12/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 659-662.