BANTUAN BAGI MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU HARUS MENDIDIK

BANTUAN BAGI MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU HARUS MENDIDIK

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto menyatakan pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat yang kurang mampu atau kurang beruntung hidupnya harus bersifat mendidik untuk mandiri, bukan justeru malah mendorong mereka senantiasa bergantung pada bantuan orang lain.

Kepala Negara mengemukakan hal itu dalam petunjuknya ketika menerima para pengurus Himpunan Pekerja Sosial Indonesia (HIPSI) di Bina Graha, Jakarta, hari Selasa.

“Jadi, kalau dimisalkan masyarakat kurang beruntung itu sebagai nelayan maka jangan hanya memberi bantuan berupa ikan, tetapi lebih baik beri kailnya. Sebab, bantuan ikan dapat habis dimakan, sedangkan bantuan kail dapat terus digunakan untuk memancing ikan,” kata Presiden sebagaimana dikutip Ketua Umum Hipsi Ny. Siti Hardiyanti Rukmana dalam keterangannya kepada wartawan seusai diterima Kepala Negara.

Menurut Ny Rukmana, Presiden pada kesempatan itujuga mengharapkan HIPSI dapat ikut membantu pemerintah dalam membimbing serta mendidik masyarakat yang kurang beruntung.

Dalam kaitan itu, Kepala Negara memberi petunjuk supaya HIPSI menyerahkan tenaga-tenaga muda yang diharapkan sekaligus mampu menjadi pelopor-pelopor pembangunan seperli halnya Satuan Tugas Sosial (Satgassos).

Ny. Rukmana menemui Presiden bersama para pengurus Hipsi lainnya untuk melaporkan hasil-hasil kongres HIPSI yang berlangsung di Jakarta II hingga 14 Januari lalu.

Kongres yang diikuti 161 peserta tersebut telah menyusun program kerja 1988-1993, yang pokok-pokoknya antara lain meliputi program konsolidasi organisasi.

peningkatan dan pengembangan profesi pekerja sosial, serta peningkatan kesejahteraan pekerja sosial terutama yang tergabung dalam HIPSI.

 

Aktif

Ny Siti Hardiyanti Rukmana adalah puteri sulung Presiden Soeharto yang dewasa ini namanya dikenal oleh masyarakat luas karena aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

“Saya itu tidak bisa ngomong, jadi gimana,” katanya sambil tertawa selesai menjelaskan kepada wartawan tentang petunjuk-petunjuk Presiden kepada HIPSI. Meskipun mengaku tidak pandai bicara, namun Ny. Rukmana yang sehari-hari biasa dipanggil “Mbak Tutut” itu temyata menjawab dengan lancar dan jelas semua pertanyaan wartawan yang diajukan kepadanya.

Bahkan ketika ada seorang wartawan bertanya apakah tugas HIPSI tidak tumpang tindih dengan Depsos, dengan wajah tetap tersenyum ia menjelaskan bahwa hal itu tidak benar karena HIPSI akan membantu tugas Depsos.

Ketika dirasakan tidak ada lagi wartawan yang ingin bertanya, Mbak Tutut yang mengenakan baju model kebaya bermotifbatik dengan wama dasar merah, sebelum beranjak dari kursinya kembali berkata sambil tertawa. “Cukup kan. Nanti kalau kebanyakan pertanyaannya saya tidak bisa menjawab.”

HIPSI sampai sekarang sudah memiliki cabang di seluruh propinsi di Indonesia, dengan jumlah anggota perorangan mencapai sekitar 400.000 orang.

 

 

Sumber : SUARA KARYA(24/02/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 625-626.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.