Bersyukur Bisa Umroh[1]
Bersyukurlah saya, saya dan istri saya bisa melakukan umroh tahun 1977. Betul-betul umroh, menjalankan ibadah sunnah. Dengan perjalanan itu saya memenuhi pula undangan pemerintah Arab Saudi. Waktu saya tiba di Ka’bah, benar-benar saya pasrah, saya resapkan perasaan menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saya bersyukur, alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk bersembahyang di dalam Ka’bah juga. Ka’bah yang menjadi kiblat semua umat Islam waktu bersembahyang.
Waktu akan sembahyang di sana, saya berpikir dan berbisik, “Harus mengarah ke mana, nih?” Sebabnya, karena Ka’bah itu adalah kiblat, arah ke mana kita mesti menghadap. Tetapi kalau kita sudah berada di dalamnya, jadinya kita mesti mengarah ke mana waktu sembahyang di sana?
Maka saya merasa bersyukur, bisa bersembahyang beberapa kali dengan mengarah ke semua arah, ke utara, lalu ke selatan, timur, dan barat, sesuai dengan petunjuk yang saya dapatkan. Setiap kali dua rakaat. Sungguh, saya merasa bersyukur.
Orang bertanya, apakah saya waktu berada di dalam Ka’bah itu menemukan perasaan khusus? Terus terang mesti menjawab, tidak. Sebabnya, karena saya merasa di mana pun saya selalu berusaha dekat dengan Tuhan. Tidak hanya waktu berada di dalam Ka’bah saja. Saya selalu melatih diri supaya dekat dengan Tuhan.
Sementara ini, saya berpikir, jelas saya hadir sebagai seorang warganegara yang menjunjung tinggi falsafah hidup Pancasila. Dasar saya yang utama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Berarti, saya percaya kepada, Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Cara berpikir dan tindakan saya selalu dipengaruhi oleh iman saya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya punya keyakinan bahwa hidup kita ini tidak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat nanti. Agar supaya kita bisa kembali kepada pencipta alam semesta ini, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, maka saya dasarkan tindakan saya itu kepada apa yang diperintahkan olehNya, ialah berbuat baik selama kita berada di dunia ini. Karena itu, segala tindakan kepemimpinan saya selalu saya pikirkan, baik untuk diri sendiri, untuk masyarakat, untuk negara dan bangsa, dan baik untuk agama. Ini sesuai pula dengan ajaran Islam yang saya anut.
Pikiran saya lagi menyebutkan, perkembangan kehidupan beragama sangat bergantung pada umat beragama itu sendiri. Maju mundurnya kehidupan beragama ditentukan oleh semangat dan kesungguhan para penganut agama.
Memang, pemerintah berkewajiban melayani hajat masyarakat dalam kehidupan beragama, tetapi kemampuan dan wewenang pemerintah terbatas. Adalah kewajiban para pemuka dan lembaga-lembaga keagamaan untuk mengembangkan potensi dan kreativitas umat beragama sehingga semua umat beragama dapat memberi sumbangan yang sebesar-besarnya kepada pembangunan nasional.
Saya berpikir mengenai keadaan di tanah air. Itulah yang jadi soal buat saya. Saya yakin, masyarakat yang ingin dan sedang kita bangun bukan saja tidak bertentangan dengan ajaran Islam, malahan sejalan dengan ajaran Islam. Berulang kali hal ini sudah saya katakan. Karena itu pula pelaksanaan pembangunan masyarakat kita merupakan bagian dari amal kemasyarakatan seluruh kaum muslimin Indonesia. Dalam Al-Qur’an sendiri tidak terbilang banyaknya petunjuk Tuhan mengenai amal kemasyarakatan dan pembangunan masyarakat.
Dalam negara Pancasila yang sedang kita bangun bersama-sama, hendaknya kita dalami ayat-ayat suci dalam Al-Qur’an itu, terutama yang memberi tuntunan kepada kaum muslimin untuk membangun masyarakat. Dalam arti itulah Iomba seni baca Al-Qur’an yang diselenggarakan secara nasional juga ikut memberi sumbangan yang sebesar-besarnya kepada pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara yang kita cintai bersama.
Lomba seni baca kitab suci umat Islam yang kita selenggarakan tiap dua tahun telah menunjukkan betapa panjang sudah jalan yang kita tempuh dalam memelihara dan memuliakan Islam di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa agama Islam mendapat tempat yang sangat terhormat dalam negara kita yang berdasarkan Pancasila itu.
Dalam pada itu, hendaknya terus kita sadari bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya sekedar untuk dibaca. Al-Qur’an adalah petunjuk jalan bagi kaum Muslimin demi kebahagiaan dan keselamatan hidup kita di dunia dan akhirat. Camkanlah hal itu !!!
***
[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 327-329.
BersyukurBisaUmroh[1]
[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 327-329.