CATATAN MENGIKUTI PENERBANGAN KHUSUS PRESIDEN RI

CATATAN MENGIKUTI PENERBANGAN KHUSUS PRESIDEN RI

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

SELAIN berperan sebagai perusahaan penerbangan pembawa bendera Nasional, Garuda Indonesia telah pula melaksanakan tugasnya untuk keperluan penerbangan kepresidenan.

Garuda Indonesia telah beberapa kali melakukan tugas yang terhormat ini, baik pada kunjungan keluar negeri maupun di dalam negeri sendiri.

Tercatatlah untuk yang pertama kali dalam sejarah tugas penerbangan kepresidenan itu dilakukan pada tanggal 29 Desember 1949 yang lalu, menjelang pengakuan kedaulatan dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia.

Dengan menggunakan dua pesawat Dakota DC-3 (Canadair) bertandakan lambang perusahaan Garuda Indonesia Airways yang pertama kalinya dikenal masyarakat, Presiden Republik lndonesia bertolak dari ibukota perjuangan Yogyakarta menuju Jakarta. Selain membawa Kepala Negara beserta keluarga dan anggota kabinet pemerintahan RI, kedua pesawat tersebut telah pula mengangkut bendera pusaka kita Sang Saka Merah Putih untuk dikibarkan di Istana Negara Jakarta. Maka semenjak itu Garuda Indonesia telah membawa misinya sebagai Flag Carrier yang resmi dari bangsa dan negara Republik Indonesia.

Dalam berbagai kesempatan Garuda Indonesia diminta untuk mempersiapkan penerbangan khusus kepresidenan. Berbagai jenis pesawat pernah dipersiapkan Garuda untuk penerbangan khusus itu, diantaranya adalah dari jenis Convair 990, Lockheed Electra, diantaranya pernah digunakan sewaktu Kepala Negara melakukan kunjungan musibah ke Iran, Yugoslavia, Canada, Jepang, Kuwait, Siria, Maroko dan negara-negara sahabat lainnya.

 

Ke Amerika Serikat

Pada tanggal 5 Juni 1989 yang lalu, Garuda Indonesia kembali memperoleh kesempatan untuk menerbangkan presiden beserta rombongan, kali ini menuju Amerika Serikat untuk menerima anugerah “Population Award” dari majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bagaimana penerbangan khusus itu dipersiapkan jarang menjadi perhatian kebanyakan diantara kita.

Pada tanggal 5 Juni 1989 hari Senin malam, pukul 22.00 WIB dengan menggunakan pesawat DC-10 PK-GIF Presiden Soeharto beserta ibu dan rombongan bertolak dari Pelabuhan Udara Halim Perdanakusuma menuju Amerika Serikat.

Karena segala sesuatu telah dijadwalkan dengan teratur dan rapih maka persiapan pemberangkatan tidak mengalami hambatan sedikitpun. Pesawat meninggalkan landasan Pelud Halim Perdanakusuma tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Dengan angkuhnya si burung besi Garuda Indonesia PK-GIF melejit ke angkasa di sertai suara gemuruh tenaga dorong ketiga buah mesin turbofan buatan General Electrik yang berfungsi dengan prima selama dalam penerbangan itu.

Pemberangkatan awal yang berlangsung dengan baik itu telah melegakan hati M. Soeparno orang nomor satu perusahaan penerbangan nasional ini yang serta bersama rombongan.

Sejak permulaan persiapan pemberangkatan dilakukan, Pak Parno senantiasa ikut memonitor segala sesuatu dengan penuh perhatian. Betapa ketatnya persiapan penerbangan khusus diperuntukkan bagi kepentingan pejabat tertinggi negara itu dilaksanakan memang tak banyak diketahui orang.

Disamping tugas jabatan seorang karyawan Garuda yang ikut menanganinya, terselip pula suatu rasa kebangsaan disertai naluri tanggungjawab yang besar.

Penerbangan khusus seperti ini sudah barang tentu memerlukan suatu pedoman dasar yang sudah baku bagi pelaksanaan kegiatannya agar segala sesuatu dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.

Semua persiapan yang dilakukan selalu didasarkan atas pola keamanan penerbangan yang tinggi. Flight Security yang ketat serta penyuguhan pelayanan yang terbaik selama penerbangan.

 

The “A” Team

Pada suatu penerbangan khusus bukanlah persiapan keberangkatan itu saja yang menjadikan perhatian, akan tetapi juga kesiapan segala sesuatu di tempat tujuan dan di sepanjang perjalanan yang akan ditempuh secara lebih dini.

Petugas-petugas khusus untuk keperluan ini telah dipersiapkan dan sudah bergerak sebelum penerbangan itu sendiri dilaksanakan. Petugas-petugas yang menamakan diri mereka sebagai “The A Team” atau “The Advance Team”, yang khusus bekerja dengan teliti dan rapih. Segala sesuatu yang akan diperlakukan seketika sudah pula diatur di dalam perencanaan manual kerja. Sebelum penerbangan khusus ini diberangkatkan maka setiap unit yang terkait di dalamnya benar-benar sudah memakluminya akan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing.

 

Jakarta-Jenewa

Bandar Udara Halim Perdanakusuma kami tinggalkan menyusur pantai Sumatera Selatan, melintasi samudera Hindia, Srilangka, semenanjung India, terus menyeberang Laut Arabia, di atas wilayah Oman, untuk kemudian mendarat di Abu Dhabi guna melakukan refueling.

Waktu menunjukkan pukul 03.00 dini hari ketika kami berada di pelabuhan udara yang mewah ini. Tanpa terasa waktu telah berjalan maju sehari, yang menghabiskan lebih kurang 7 jam 55 menit sejak keberangkatan kami dari Jakarta. Setelah berhenti selama lebih kurang satu jam lamanya untuk mendapatkan bahan bakar, kami melanjutkan penerbangan menuju Jenewa. Mungkin diantara teman-teman ada yang masih tidur dengan pulasnya, atau mungkin pula melek tanpa berhasil memejamkan matanya sebagai akibat penyesuaian waktu yang berbeda diantara kedua negara.

Agak banyak yang tidak menyadari betapa si burung besi Garuda Indonesia telah menernbus malam yang pekat itu mengarah ke Barat melalui Tanah Suci dijazirah Saudi-Arabia, menelusuri perbatasan Iraq, melintasi Siria dan Libanon dimana perang saudara masih berlangsung di bawah sana. Kami rnenyeberangi pesisir Laut Tengah melalui pantai Turki, melintasi negara Yunani, Yugoslavia dan Austria untuk kemudian mengarahkan haluan ke Bandar Udara Cointrin di Jenewa, Swiss.

Dalam beberapa jam saja begitu banyak negara yang telah kami lampaui dari udara. Saya kemudian teringat betapa luasnya Nusantara tercinta Indonesia ini, dibanding dengan negara-negara yang baru saja kita lintasi. Jarak dari Sabang ke Merauke adalah sama dengan jarak dari kita Teheran di Iran sampai ke kota London dilnggris.

Jika kita perhatikan letak peta, dengan mengambil jarak yang sama dapatlah kita saksikan bahwa negara-negara yang kita lampaui itu adalah Iran, Irak, Siria, Turki, Bulgaria, Yugoslavia, Hongaria, Jerman Barat, Perancis, sampai ke negara Belanda. Alangkah luasnya Tanah Airku.Terasa dada membusung seketika, membendung rasa bangga yang menggelora di dalam hati. Bersyukurlah setiap kita yang ditakdirkan Tuhan untuk dilahirkan sebagai bangsa Indonesia.

Baru saja mata ini ingin memejam lagi kami dibangunkan oleh awak kabin yang sedang mempersiapkan sarapan pagi yang pertama. Matahari bersinar dengan cerahnya melalui jendela pesawat membuat pemandangan sangat indah di pagi yang cerah itu. Melalui gumpalan awan yang menebal pesawat kami terus menggemuruh mengarungi angkasa di daratan Eropah dengan tabahnya.

Gunung-gunung berlapis salju membayang di permukaan menandakan kami sudah kian mendekati keindahan alam negara Swiss ini. Sebelum mendarat di pelabuhan Cointrin Jenewa, agaknya Captain F.H. Sumolang sengaja membawa pesawatnya untuk berkeliling sejenak di atas daerah ini untuk memberi kesempatan kepada rombongan melihat keindahan kota Jenewa dari udara.

Tampaklah dengan jelas daerah pegunungan yang terkenal dengan para pendaki yang bermain salju sambil mengumandangkan seni suara “Yodel” yang menggema di antara celah-celah gunung, sungguh menambah keindahan iramanya.Pesawat terasa merendah di atas Danau Biru yang sungguh cantik dipandang itu, merupakan kebanggaan masyarakat Eropah sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wisatawan manca negara di kawasan ini.

Di Pelabuhan Udara Cointrin seluruh rombongan turun untuk bermalam di kota Jenewa, sambil menyesuaikan diri dengan waktu setempat sebelum melanjutkan penerbangan menuju New York, Amerika Serikat. Malam itu kami bersama seluruh awak pesawat sempat memanfaatkan waktu yang terluang untuk menyaksikan keindahan malam kota Jenewa, sambil menyaksikan tontonan opera terkenal di panggung Marquis Theatre dengan pemain artis Eropah yang sudah tak asing lagi James Brennan dalam lakonnya “Me and My Girl” yang cukup tersohor itu. Cerita yang sudah cukup lama ini seakan-akan tak bosan-bosannya disajikan kepada penonton yang masih terpesona menyak sikan kebolehan para pelakunya. Ini dibuktikan dengan padatnya para pengunjung pada malam pergelaran itu.

 

Jenewa-New York

Setelah menghabiskan waktu semalam suntuk di Jenewa yang penuh kenangan itu, kami bertolak pada pukul 08.30 waktu setempat menuju New York, Amerika Serikat.

Sekitar pukul 06.30 atau 2 jam sebelum bertolak, seluruh awak Garuda Indonesia telah berada di pesawat untuk mempersiapkan segala sesuatu menjelang keberangkatan. Mulai dari kebersihan di dalam kabin, kesiapan penyediaan bahan makanan untuk keperluan catering, dan lain-lain.

Captain in Command F.H. Sumolang, First Officer Djeki Tardan dan Second Officer D. Purwono meminta laporan cuaca rute pada hari itu kepada petugas Flight Operation di Bandara Cointrin. Sementara kedua flight engineer Pak Dharto dan TB. Prapto sudah berada di dalam kokpit mengamati instrumen agar benar-benar dalam kondisi yang prima. Orang tua yang paling dikenal ini bukan saja pandai mengendalikan mesin pesawat akan tetapi merupakan salah seorang yang pandai melucu dan membawa kesegaran di dalam perjalanan.

Setiap kali sebelum pesawat bertolak, melalui jendela kabin saya selalu dapat melihat Pak Dharto dengan lampu senter di tangan untuk melakukan pre light check di luar pesawat dengan telitinya. ltu adalah sesuatu yang rutin dan terbiasa katanya. Mungkin itulah pula penyebabnya kenapa Pak Dharto selalu diperlukan dalam setiap penerbangan khusus seperti ini.

Kami meninggalkan kota Jenewa di pagi hari yang cerah, menuju New York, kota yang cukup terkenal di Amerika Serikat. Seperti terlihat di dalam peta bahwa penerbangan kami harus melintasi Samudera Atlantik. Dengan terbang tinggi di atas wilayah Perancis kami berada di atas permukaan yang ditutupi awan tebal, seakan­akan kami terbang di atas gumpalan kapas layaknya.

Kejenuhan memandang keadaan yang demikian itu membuat mata diserang rasa mengantuk yang sungguh berat untuk dilawan. Makanan pagi selesai dibagikan, dan kebiasaan perut mendapatkan nasi mulai dirasakan. Waktu terbang untuk menyeberangi lautan Atlantik adalah 8 jam 15 menit. Kami mendarat di Bandar Udara John Fritzgerald Kennedy New York kurang lebih pada pukul 14.50 waktu setempat disambut dengan hujan rintik-rintik.

 

United Population Award

Seperti diketahui kedatangan rombongan Presiden RI ke New York dan Washington adalah untuk menerima anugerah United Nations Population Award pada tanggal 8 Juni 1989. Keberhasilan Program dalam melaksanakan Keluarga Berencana telah diukur dengan kenyataan bahwa Indonesia yang jumlah penduduknya 175 juta saat ini telah terlampaui oleh Republik Rakyat Cina, India, Uni Soviet dan Amerika Serikat.

Melihat kenyataan ini maka Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan Indonesia akan mampu menggeser Brasilia dan Nigeria dimana program KB dianggap kurang berhasil. Keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan program tersebut membuahkan dampak yang amat penting dalam mencapai sasaran utama untuk menurunkan angka pertumbuhan kelahiran secara menyeluruh, sehingga menjadi yang terendah diantara negara-negara dunia ketiga.

Karena keberhasilan Bangsa Indonesia ini, maka Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar telah menyampaikan Anugerah sebuah Piagam berupa “United Nations Population Award” kepada Kepala Negara Indonesia. Itulah salah satu alasan kenapa penerbangan khusus ini dilaksanakan, yang merupakan salah satu kebanggaan atas keberhasilan kita di mata dunia dalam pengendalian jumlah penduduk.

Guna menyambut yang bersejarah itu bertempat di Wisma Indonesia telah dilakukan upacara syukuran dimana Presiden memberikan wejangan di hadapan sekitar 400 orang Indonesia yang berada di kota New York. Bertepatan hari itu merupakan Hari Ulang Tahun Pak Harto yang ke 68.

 

Spirit di New York

Pada tanggal 8 dan 9 Juni 1989 merupakan hari off bagi seluruh awak Garuda Indonesia, kecuali mereka yang harus mengantarkan pesawat ke Washington DC. Sehingga waktu itu kami pergunakan untuk melihat dari dekat keadaan kota New York. Di dalam itinerary yang sudah dijadwalkan, kami akan dibawa untuk berkunjung ke teluk New Jersey dengan menumpang kapal pesiar Spirit of New York. Kapal yang penuh dengan wisatawan mancanegara itu bertolak tepat pada waktunya, meninggalkan Pier no. 11 perlahan-lahan menyusuri sungai melalui kolong Manhattan Bridge yang panjang dan patung Liberty yang terkenal itu.

Spirit of New York merupakan salah satu kapal pesiar yang dikelola secara profesional untuk melayani para wisatawan mancanegara untuk melihat salah satu segi dari keindahan Amerika Serikat. Betapa tidak, setiap tamu akan merasakan pelayanan yang disuguhkan secara memuaskan.

Sungguh terasa unik apabila kita menyaksikan setiap awak kabin kapal selama dalam pelayaran itu tidak saja mampu melayani makan dan minum belaka selama dalam pelayaran itu, akan tetapi juga memberikan entertainment kepada para penumpangnya dengan lagu-lagu dan tarian tarian yang sangat memukau.

Penampilan yang sangat profesional itu ternyata sangat mendapat simpati dari para penonton yang notabene adalah penumpangnya. Ini kami saksikan dari raut muka mereka pada saat itu, umumnya terdiri dari para Oma dan Opa. Dengan menampilkan lagu-lagu serta tari-tarian tempo dulu pertunjukan itu sungguh merupakan kenangan nostalgia yang berkesan bagi mereka.

Kami merasakan adanya suatu hikmah tersendiri dalam mengikuti penerbangan Kepresidenan ini. Apapun alasannya bagi seorang karyawan Garuda Indonesia yang ditunjuk menyertai penerbangan ini tidak lain adalah rasa memiliki serta tanggungjawab yang besar terhadap apa saja yang mengandalkan nama baik perusahaan.

Himbauan perasaan ini seakan-akan datang secara naluriah kepada diri sendiri untuk langsung ingin berbuat yang terbaik bagi keberhasilan misi penerbangan khusus itu.

Sejak dari para awak kokpit yang senantiasa dalam keadaan siaga, demikian pula para awak kabin, seakan akan merupakan ibu rumah tangga yang mengayomi keluarganya agar tetap dalam keadaan sehat walafiat dan segar bugar selama dalam penerbangan itu. Care itu bahkan tak kuasa disembunyikan oleh Pak Parno sendiri selaku tuan rumah, yang selalu meluangkan waktu berjalan dari ujung pesawat ke ujung yang lain, memperhatikan agar segala sesuatu tetap bersih, dan teratur rapih.

Kadang-kadang ia tampak mengintip sampah, membenarkan letak alas kursi dan sebagainya. Memang diakui sendiri oleh Pak Parno dalam komentar dan pendapatnya bahwa sampai pada setiap kamar toilet dalam pesawat memang dalam keadaan yang selalu bersih. Harapan Dirut Garuda adalah agar pengalaman dan perbuatan yang serupa hendaknya mampu diterapkan pula pada setiap penerbangan berjadwal.

Semboyan dedicated to excellence dan corporate solidarity memang kian merasuk ke dalam pola berfikir setiap anggauta karyawan Garuda Indonesia seperti apa yang diperhatikan dalam penerbangan itu.

Melalui tulisan ini pula kami menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam­dalamnya kepada semua pihak yang terlibat didalam penyelenggaraan penerbangan khusus ini atas partisipasi aktif yang telah diberikannya sejak dari keberangkatannya sampai dengan rombongan tiba kembali di Jakarta dengan selamat pada hari Senin tanggal 12 Juni 1989 yang lalu. Penulis adalah Kepala Humas PT. Garuda Indonesia.

 

 

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (01/08/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 270-277.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.