DUNIA PERLISTRIKAN INDONESIA MASUKI ZAMAN BARU
Presiden Soeharto didampingi Perdana Menteri Selandia Baru R.D. Muldoon Senin pagi meresmikan berfungsinya Pusat Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang di pegunungan guntur, sekitar 42 kilometer sebelah Tenggara Bandung, Jawa Barat.
Proyek yang dibangun sejak tahun 1971 dengan biaya Rp 18 milyar atau NZS 36 juta itu akan mampu menghasilkan tenaga listrik 30 megawatt. Dari dana itu di antaranya NZ$ 24 juta merupakan bantuan tenaga ahli dan peralatan.
Presiden Soeharto mengatakan bahwa dengan selesainya pembangunan PLTP itu, maka dunia perlistrikan Indonesia memasuki zaman barn. PLTP ini adalah yang pertama kali menggunakan energi dari panas bumi.
Peresmian ditandai penandatanganan tiga prasasti oleh KepalaNegara, selanjutnya PM Selandia Baru menekan tombol generator penaik beban listrik dari 23 menjadi 30 MW. Keduanya kemudian menerima kenangan kenangan dari pimpinan proyek dilanjutkan dengan pengguntingan pita oleh Nyonya Tien Soeharto.
Presiden mengakui bahwa dengan menggunakan panas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik, berarti bangsa Indonesia maju selangkah lagi dalam melaksanakan ketentuan penting dari Pasal 33 UUD 45.
Yakni, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
Dikatakan, selama ini tenaga panas bumi dibiarkan menyembur-nyembur keluar, tanpa dapat dirnanfaatkan untuk apapun. Padahal merupakan salah satu sumber energi yang besar dan penting.
Diuraikan bahwa letak sumber panas bumi tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan beberapa tempat lain yangjika dapat dikembangkan diperkirakan akan dapat menghasilkan tidak kurang dari 10.000 MW.
"Ini berarti," kata Presiden, "dapat kita bangkitkan pusat listrik sebanyak lebih dari 300 buah lagi yang masing-masing sebesar Pusat Listrik Tenaga Panas bumi di Kamojang ini.
Dapat kita bayangkan betapa besar artinya nanti bagi kemajuan, kesejahteraan dan pemerataan pembangunan kita." (RA)
…
Jakarta, Merdeka
Sumber : MERDEKA (02/02/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 432-433.