EMIL SALIM TERIMA PAWAI ADIPURA DI BUKITTINGGI

EMIL SALIM TERIMA PAWAI ADIPURA DI BUKITTINGGI

 

Bukittinggi, Antara

Menteri KLH Prof. Emil Salim selama kurang lebih satu jam menerima pawai Adipura di Bukittinggi, Minggu yang diikuti 400 mobil, 400 sepeda motor, kendaraan tradisional bendi (delman) dan barisan pejalan kaki 6.000 orang.

Warga kota Bukittinggi boleh bangga karena jerih payahnya menegakkan dan memelihara Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) dihargai oleh pemerintah dengan menganugrahkan penghargaan Adipura kepada kota ini, kata Emil Salim ketika memberikan sambutan singkat.

Namun usaha memelihara K3 ini perlu dibarengi dengan usaha melestarikan lingkungan alam karena alam yang terpelihara kelestariannya menjadi prasyarat untuk kelangsungan hidup di masa depan, katanya menambahkan.

Pawai selama kurang lebih dua jam itu didahului barisan marching band Karang Putih dari PT. Semen Padang disusul dengan barisan pejalan kaki, sepeda motor dan kendaraan hias dari berbagai instansi pemerintah/swasta dan dari kelurahan.

Ikut serta kendaraan tradisional bendi yang dihias aneka-wama membawa wisatawan asing, kebanyakan dari Eropah dan Amerika, yang sehari-hari juga gemar menggunakan kendaraan tersebut untuk melihat kelok-liku kota wisata Bukittinggi.

Pawai yang mendapat sambutan hangat dari warga kota itu sengaja diadakan pemerintah dan warga kota Bukittinggi sebagai tanda sukacita keberhasilannya meraih penghargaan Adipura dari Presiden Soeharto.

Menteri Emil Salim yang berasal dari Koto Gadang, sebuah nagari di seberang Ngarai Sianok, Bukittinggi, tidak sempat menyaksikan pawai itu sampai usai karena jadwal keberangkatannya kembali ke Jakarta sudah sangat mendesak.

Namun ia masih sempat menerima tanda mata (kenang-kenangan) dari ninik mamak dan bundo kandung Kurai Limo-Jorong yaitu kelompok warga kota yang menurut Tambo Alam Minangkabau, pertama-tama datang dan menetap di daerah itu. Selain itu diterima pula kenang-kenangan dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Bukittinggi.

Sesaat sebelum menerima tanda mata tersebut, Emil Salim sengaja turun dari tribun kehormatan setinggi kurang lebih 40 cm dan mengajak Walikota Drs. B. Burhanuddin serta para pejabat lainnya untuk tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan ninik mamak/pemangku adat.

Ia menyatakan senang dengan empat unsur pimpinan masyarakat di Minangkabau (Sumbar) yaitu ninik mamak, alim-ulama, cerdik pandai dan bundo kandung sebab dalam setiap musyawarah yang diadakannya selalu terlontar pepatah petitih yang satu sama lain nadanya saling mendukung suksesnya pembangunan dan perlunya memelihara kelestarian lingkungan hidup.

 

 

Sumber : ANTARA (20/06/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 592-593.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.