HARAPAN MAJELIS ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEHARTO

HARAPAN MAJELIS ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEHARTO

Majelis Ulama Indonesia (MUI) rnengharapkan kepada Presiden Soeharto agar dalam mengangkat para pembantunya nanti dipilih putera­putera terbaik yang benar-benar bertaqwa kepada Allah.

Harapan tersebut disampaikan pengurus pusat MUI langsung kepada Presiden hari Sabtu dalam suatu pertemuan lebih dari setengahjam di Bina Graha Jakarta.

Ketua Umum pengurus harian MUl, K.H. Hasan Basri, seusai pertemuan itu menjelaskan kepada wartawan bahwa setidak-tidaknya ada tiga hal yang mendasari harapan MUI tersebut.

Pertama, ketentuan memilih orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan dalam pengangkatan pejabat negara sudah ada dalam suatu Ketetapan MPRS. Kedua, dalam Sapta Marga Prajurit juga tercantum tentang ketaqwaan. Ketiga, mengingat janji Allah yang berbunyi “Akan Aku Bukakan pintu berkah selebar-lebarnya baik yang keluar dari langit maupun dari bumi, bagi negeri yang semua umatnya bertaqwa kepada Allah”.

MUI juga mendoakan kepada Allah semoga Presiden Soeharto diberi kekuatan iman dalam memimpin negara. “MUI merasakan, kata ‘miris’ yang diucapkan Presiden sewaktu menerima dukungan Golkar beberapa waktu lalu, menunjukkan betapa berat memimpin negara ini,” ujar Hasan Basri.

Atas pertanyaan wartawan, K.H. Hasan Basri mengungkapkan bahwa setelah mendengar harapan dan doa MUI itu Presiden Soeharto menyatakan rasa terima kasih. “Pak Harto sampai dua-tiga kali mengucapkan terima kasih,” tambahnya.

Selain Hasan Basri, pimpinan MUI yang menemui Presiden hari Sabtu itu antara lain H.R. Fachruddin, K.H. Abdurrahman Wahid, Dr. H. Hussein Kartasasmita, Dr. H. Tarmizi Tahir. Mereka didampingi Menteri Agama Munawir Syadzali selaku Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Jalan Pintas

Dalam kesempatan itu pimpinan MUI juga menyampaikan program­program ketja majelis tersebut hasil musyawarah nasionalnya yang lalu serta menjelaskan hasil-hasil rapat paripurna yang berlangsung di Jakarta 16 sampai 18 November lalu.

Rapat pengurus paripuma MUI itu, menurut Hasan Basri, menghasilkan tiga keputusan utama, yakni Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia, pernyataan tentang berbagai hal serta pengisian lowongan kepengurusan.

Salah satu program MUI, ungkap Hasan Basri, membuat jalan pintas dalam mendidik para calon ulama karena sekarang ini terasa kurangnya jumlah ulama.

Jalan itu antara lain ditempuh dengan mengambil lulusan lAIN untuk dididik lagi selama tiga sampai empat tahun di bidang ilmu fiqih, bahasa Arab, ilmu tafsir Al Qur’an dan ilmu hadist.

Di samping itu MUI juga tetap mengharapkan pesantren-pesantren terus mendidik para santri menjadi ulama, sementara madrasah-madrasah lebih menekankan pendidikan agama sampai 70 persen dari jumlah kurikulumnya.

Dalam kesempatan itu MUI juga mengusulkan agar Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) yang dipimpin Presiden Soeharto selaku pribadi memperluas progranmya, tidak hanya membangun masjid seperti sekarang tapi juga membantu pembangunan rumah sakit atau madrasah.

Presiden menyambut baik usul MUI itu dan berjanji akan membawa usul tersebut ke rapat pengurus YAMP.

Mengenai Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia, Hasan Basri, mengatakan bahwa dalam amanat itu dipaparkan sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia penyebarannya, perlawanan umat Islam terhadap penjajahan dan perahannya dalam pergerakan nasional.

“Amanat ini bukan untuk melebih-lebihkan atau menghilangkan sesuatu kenyataan sejarah tapi untuk mengemukakan apa adanya tentang peranan umat Islam dalam perjalanan bangsa” demikian Hasan Basri.

Tentang amanat itu katanya Presiden mengakui betapa besar peranan umat Islam dan ulama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Presiden mempertegas, dari dulu tidak pemah ada niat ulama untuk mendirikan Negara Islam Indonesia, kecuali apa yang pernah dilakukan Kartosuwiryo dulu.

Mendengar pernyataan Presiden itu, MUI merasa lega karena tidak kurang Kepala Negara sendiri yang mempertegas peranan besar kaum ulama dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia demikian Hasan Basri. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (23/11/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 592-594.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.