ILMU PADI UNTUK KELLY
Ketika suasana pesta masih juga belum reda, Presiden Soeharto memberikan nasehat bijaksana kepada sang juara, Ellyas Pical. Adalah suatu wisdom untuk mengingatkan seorang yang tengah berada dalam puncak pujaan kepada ilmu padi. Makin runduk ketika makin berisi.
Kita ikut menggaris-bawahi nasehat tersebut. Apalagi, ketika di luar soal-soal teknis bertinju, kita melihat suatu masa di depan yang berat buat sang juara.
Seperti adagium yang selalu kita dengar merebut gelar lebih mudah daripada mempertahankannya.
Ke depan, Elly memang menghadapi tugas yang serba berat. Setelah pesta-pesta usai, ia harus menekuni kembali dunianya. Ia akan kembali ke lingkaran ring, sarung tinju dan rangkaian latihan yang meletihkan.
Justru inilah persimpangan jalan yang harus dilalui sang juara itu tidak gampang, ketika sang juara yang sederhana tersebut, hari-hari ini benar-benar dipenuhi dengan aneka pengalaman yang baru.
Pemuda sederhana tersebut, di luar kemauannya sendiri mulai berkenalan dengan dunia yang baru. Dunia juara, memang dunia yang penuh kebesaran. Tetapi justru dalam kebesaran itu begitu banyak godaan yang datang.
Elly mulai terseret kepada dunia yang selama ini asing baginya. Hanya dalam waktu pendek sebelum pertandingan, atas ajakan promotornya Elly dikenalkan kepada dunia remang-remang, disko.
Seusai pertandingan jamuan makan tiga hari masih harus ia ikuti. Lalu, berbagai acara seremonial, termasuk kita dengar ia ditugaskan membuka pertandingan olah raga.
Kita memandang wajar bahwa situasi begini dihadapi oleh seorang juara. Selalu saja terjadi, keberhasilan diikuti oleh kegembiraan yang termanifestasikan dengan berbagai pesta-pesta.
Dari pemuda sederhana, dengan sikap andap-asor dan rendah itu, situasi begini bisa berujung pada dua hal. Pertama, karena kuatnya pribadi Ellyas maka situasi begini tidak akan membawa pengaruh apa-apa. Apa yang terjadi tidak lebih dari lintasan pengalaman yang tidak memberi warna dan bekas apapun kepada pribadi yang telah terbentuk.
Yang kedua, dan ini yang mengkhawatirkan kita, sang juara tidak “kuat” melintasi proses mobilitas semacam ini. Sehingga kemegahan, kegembiraan, kemeriahan yang tadinya sekedar untuk merayakan suatu kemenangan berbalik arah menjadi bencana. Menjadi awal dari kejatuhan. Menjadi titik balik dari semua yang dicapai selama ini.
Kita cukup punya pengalaman tentang hal ini. Pernah, ketika seorang pemain olah raga kita berhasil menjadi juara dunia, kita sambut ramai-ramai. Pesta-pesta diciptakan untuknya. Hadiah-hadiah, Pawai dan arak-arakan, Audiensi kepada pejabat-pejabat di pusat dan daerah.
Lalu, pada gilirannya, kita saksikan, sangjuara tak pernah lagi berprestasi. Konon, latihan-latihan yang harus diikutinya kendor. Gelar juara, telah berbalik menjadi bencana buat dirinya sebagai seorang atlit.
Sejak usai pesta-pesta dan berbagai keramaian itu, sang juara kehilangan elannya. Kehilangan spiritnya. Ia telah berobah, dari seorang pencari prestasi menjadi penikmat prestise.
“Ilmu padi” yang dikemukakan oleh Presiden, kita angkat dalam kolom ini, agar tragedi semacam itu, tidak terjadi pada Elly. Itulah harapan kita. Elly tidak berubah. Ia tetap tekun berlatih, mengejar terus prestasi.
Kita ingin ingatkan soal ini bukan hanya pada Elly, tetapi pada kita semua. Supaya Elly kian runduk, kita mesti selalu berusaha menciptakan suasana seperti itu !. (RA)
…
Jakarta, Pelita
Sumber : PELITA (10/05/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 268-269.