Wisma Seroja, 23 Juli 1998
Kepada Yth.
Yang Mulia Bapak
Ketua Yayasan Dharmais
Bapak Soeharto Yang saya cintai
di Jakarta
INGIN ZIARAH KE TIM – TIM [1]
Dengan hormat,
Saya anak tunggal dari pasangan Ny. Ellen Malonda Warakawuri dan alm. Yulius Rantung yang gugur di Timor Timur, 11 November 1977 dengan pangkat terakhir Serma/Nrp. 426022.
Saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan perhatian Bapak kepada keluarga kami, terutama bantuan perumahan dan beasiswa yang saya terima sejak mulai sekolah sampai saat ini.
Walaupun ayah telah tiada, namun saya masih punya Bapak Soeharto yang saya banggakan dan saya cintai seumur hidup saya. Bapak adalah “Bapak Pembangunan” dan Bapak adalah segala-galanya bagi kami yang patut kami hargai, hormati, dan kami cintai seumur hidup kami. Sebab dengan segala bantuan dan perhatian Bapak pada kami, saya dapat menikmati dan melanjutkan pendidikan.
Melalui surat ini pula saya mohon bantuan dan doa restu, kiranya kami boleh dan dapat melanjutkan kuliah sampai mendapat titel sesuai dengan cita-cita saya. Selanjutnya, bila Bapak berkenan saya mohon bantuan kiranya saya boleh mendapatkan kesempatan untuk ziarah ke Timor Timur sesuai dengan permohonan ibu saya kepada Bapak waktu berlangsungnya perayaan hari ulang tahun “Trikora” ke-34 di Taman Mini Indonesia Indah.
Sekali lagi saya menghaturkan terima ksih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan perhatian Bapak.
Kami tidak dapat membalasnya, namun kami selalu dan tetap berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kiranya senantiasa Tuhan memberikan anugerah kesehatan lahir dan bathin, kekuatan dan ketabahan kepada Bapak beserta seluruh keluarga di dalam menghadapi segala rintangan, tantangan, dan cobaan yang menimpa bangsa dan negara kita yang tercinta ini. (DTS)
Was salam,
Uta Yusi Rantung
Bekasi Utara
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 921-922. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.