JANGAN BURU-BURU LEPASKAN PENGETATAN IKAT PINGGANG

JANGAN BURU-BURU LEPASKAN PENGETATAN IKAT PINGGANG

Kapasitas Terpasang LNG Bontang 6,4 juta Ton/Tahun

PRESIDEN :

Presiden Soeharto kemarin pagi meresmikan perluasan kilang pencairan Gas Alam Bontang di Kalimantan Timur.

Hadir pada kesempatan itu Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, Menteri Pertambangan Prof Subroto/Menteri Emil Salim, Menmud peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, Ir. Ginandjar Kartasasmita, Ketua BKPM Ir. Suhartoyo dan Dirut Pertamina Judo Sumbono.

Dirut Pertamina, Judo Sumbono dalam laporannya mengatakan, pembangunan kedua kilang baru itu (c dan d) menelan biaya Rp 1,03 trilyun. Dana tersebut diperoleh dari calon pembeli gas alam cair (LNG: Liquified Natural Gas) di Jepang. Pembayarannya dari hasil LNG sehingga tidak merupakan beban utang pemerintah.

Dengan perluasan itu, kapasitas terpasang pabrik LNG Bontang mencapai 6,4 juta ton/tahun. "Tapi pengalaman membuktikan bahwa pabrik ini pasti mampu menghasilkan 8,2 juta ton/tahun dengan meningkatkan efisiensi penggunaan fasilitas yang ada secara maksimal," kata Judo Sumbono.

Di samping kilang-kilang di Bontang, Indonesia memiliki juga 3 buah kilang lain yang telah beroperasi di Arun, Aceh, masing-masing dengan kapasitas 1,4 juta ton/ tahun. Di Arun saat ini juga sedang dibangun tambahan 2 buah kilang masing masing dengan kapasitas 1,4 juta ton/tahun.

Pembeli LNG Indonesia sampai sejauh ini baru Jepang. Menurut rencana pada tahun 1986 akan dilakukan penjualan pertama ke Korea Selatan untuk jangka waktu 20 tahun. Pihak Pertamina sendiri berusaha untuk memperluas pasaran LNG Indonesia ke negara-negara lain.

Pengketatan lkat Pinggang

Presiden yang didampingi Ibu Tien Soeharto dalam sambutannya pada kesempatan peresmian itu mengatakan, walau banyak proyek-proyek pembangunan besar yang memakan biaya tidak kecil di masa-masa mendatang, pengetatan ikat pinggang sama sekali tidak boleh kita kendorkan.

"Usaha memperbesar dana di satu pihak, harus tetap disertai oleh usaha penghematan dan efisiensi di lain pihak," tegas Presiden.

Untuk itu ,Presiden Soeharto mengharapkan, seluruh aparatur pemerintahan, perusahaan-perusahaan milik negara termasuk semua lapisan masyarakat agar tidak sekali-kali lengah, sehingga terburu-buru melepaskan pengetatan ikat pinggang itu.

"Saat ini dan tahun-tahun mendatang sungguh-sungguh harus kita lampaui dengan bekerja keras, semangat tinggi, kewaspadaan dan keprihatinan. Hanya dengan itulah kita dapat memelihara momentum pembangunan yang kini berada di tangan kita," kata Kepala Negara.

Presiden mengingatkan, agar tidak henti-hentinya berikhtiar untuk memperbesar kemampuan membangun dengan kekuatan sendiri. Ini berarti kita harus mengerahkan segala kemampuan dan daya yang kita miliki, baik kemampuan ekonomi maupun manusiawi.

Salah satu segi penting dari pengerahan kemampuan ekonomi itu, menurut Presiden Soeharto, adalah menggali dengan bertanggung jawab sumber-sumber alam yang kita miliki untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Indonesia Tidak Kalah

Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan gas alam cair menurut Presiden, merupakan salah satu contoh bagaimana Indonesia memanfaatkan sumber daya alam menjadi kekuatan ekonomi yang dapat membiayai pembangunan.

Hal itu sekaligus juga sebagai bukti bahwa Indonesia makin berhasil dalam mengembangkan kemampuan manusiawi.

Walau Indonesia tergolong bangsa yang belum lama mengenal dan menangani gas alam cair, tapi dalam waktu singkat berhasil menjadi salah satu negara pengekspor gas alam cair yang besar di dunia.

"Padahal pengelolaan gas alam cair memerlukan penguasaan teknologi yang tinggi dan kemampuan manajemen yang rumit." Karena itu, tambah Presiden Soeharto, jika dalam waktu yang singkat kita berhasil menangani gas alam cair dan mengekspornya, maka hal itu merupakan bukti kepada diri kita sendiri dan kepada dunia luar bahwa bang sa kita tidak kalah kemampuannya dengan bangsa-bangsa lain dalam menangani industri besar yang menggunakan teknologi tinggi.

Kendala Mendatang

Menteri Pertambangan dan Energi Subroto dalam sambutannya mengatakan, kendala yang dihadapi dalam usaha mengembangkan LNG di masa mendatang akan bertumpu pada masalah-masalah pemasaran dan pendanaan.

Dalam pemasaran, tambahnya, ada pergeseran situasi dari "pembeli mencari penjual" ke arah "penjual mencari pembeli".

Untuk itu perlu pendekatan-pendekatan yang lebih sesuai dan dinamis yang menuntut kebijaksanaan pemasaran yang lebih terpadu dan agresip.

Masalah pendanaan, menurut menteri, tidak saja merupakan kendala bagi negara­negara penghasil tapi juga bagi negara-negara pembeli LNG.

"Situasi demikian menuntut adanyakemampuan pada negara-negara penjual dan pembeli LNG secara tersendiri maupun bersama untuk menciptakan struktur pendanaan proyek-proyek LNG yang sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan keuangan masing-masing negara", kata Subroto.

Dikatakan, dengan selesainya perluasan pabrik LNG di Arun dan Bontang, maka potensi produksi LNG Indonesia meningkat dari 9 juta ton/tahun menjadi 17 juta ton/ tahun.

"Hal itu akan lebih mengkukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen LNG terbesar di dunia sekaligus meningkatkan peran LNG sebagai sumber devisa negara," katanya. LNG sebagai sumber devisa negara menduduki tempat kedua setelah minyak bumi.

Menurut rencana, pagi ini Presiden Soeharto akan meresmikan perluasan Kilang Bahan Bakar Minyak di Balikpapan, Kalimantan Timur. (RA)

Bontang, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (01/11/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 452-454.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.