Ke Arah Industri Strategis

Ke Arah Industri Strategis [1]

 

Strategi pembangunan jangka panjang telah menentukan perlunya landasan yang kuat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam bidang ekonomi, landasan yang kuat itu diwujudkan dengan pengembangan industri yang tangguh dengan dukungan pertanian yang kuat. Tangguh dalam arti memiliki daya tahan yang lama dan daya saing yang keras. Karena itu, memerlukan pemilikan teknologi yang tepat.

Negara Republik Indonesia ini merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia. Kepulauan Nusantara ini harus tetap dibina dalam satu kesatuan wilayah, satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan. Untuk itu diperlukan pembangunan industri strategis sendiri guna melepaskan diri dati ketergantungan dari luar. Aset nasional ialah industri-industri yang telah dimiliki oleh ABRI seperti: Pindad, PAL, lndustri Pesawat Terbang. Wahana dapat dikembangkan sebagai modal pembangunan industri strategis yang nantinya akan menghasilkan pesawat terbang, kapal, alat komunikasi dan senjata yang cocok dengan kebutuhan kita sendiri sebagai negara Nusantara, maupun negara kepulauan lainnya. Sesuai dengan tahapan pembangunan industri yang tangguh pada umumnya dan industri maju sekaligus pada khususnya dalam pengamanannya, sejak memasuki tahap kedua pembangunan jangka panjang sudah sangat diperlukan suatu lembaga tingkat pusat, untuk mendampingi Bappenas, ialah suatu badan yang mempunyai tugas pengkajian dan penerapan teknologi, dan mampu mempersiapkan perencanaan mendetail (mikro) dari industri yang perlu dibangun.

Pembentukannya disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan. Maka saya ingat pada seorang ahli kita yang masih ada di Jerman Barat.

Untuk mempersiapkan pembentukan badan pengkajian dan penerapan teknologi, maka di bulan Januari 1974 melewati Dirut Pertamina saya panggil Prof. Dr. lng. B.J. Habibie yang berada di Jerman itu. Saya ingin mengetahui secara langsung mengenai kesediaannya kembali ke tanah air, mengingat kedudukannya di luar negeri telah mapan, baik jabatannya maupun penghasilannya.

Di tahun 1966, lewat iparnya, Kolonel Subono, Dr. Ing. B.J. Habibie pernah melaporkan kepada saya, siap kembali ke tanah air. Waktu itu saya memberi petunjuk agar ia tetap saja melanjutkan studinya dulu, sampai pada waktunya nanti saya memanggilnya.

Empat tahun kemudian sebagai Presiden saya mengadakan kunjungan kenegaraan ke Belanda dan Jerman. Dalam kesempatan ini, di Jerman saya bertemu Iagi dengan B.J. Habibie yang sudah bekerja pada MBB[2], sebuah perusahaan pembuat pesawat terbang terbesar di Jerman. Waktu itu saya memberikan petunjuk kepada ahli kita ini untuk bersiap-siap pulang ke tanah air yang sedang giat melaksanakan pembangunan, dan selama masih berada di Jerman supaya meningkatkan pengalamannya yang mungkin berguna bagi negara dan bangsa sendiri.

Setelah memperoleh penjelasan mengenai strategi pembangunan nasional jangka panjang dan tugas yang akan dipikulkan kepadanya, tanpa ragu B.J. Habibie menyatakan kesediaannya dan segera akan berbicara dengan pimpinan MBB. Hasil pembicaraannya dengan pimpinan MBB, B.J. Habibie diperkenankan kembali ke tanah air dengan catatan, agar tetap menjadi penasihat teknologi di MBB. Persyaratan itu saya setujui asal segala pengetahuan Habibie di MBB bisa dimanfaatkan untuk pembangunan di Indonesia.

Pada mulanya, karena dukungan anggaran belum memungkinkan pembentukan badan pengkajian dan penerapan teknologi secara langsung, B.J. Habibie diangkat sebagai penasihat teknologi Presiden RI. Ia memimpin Divisi Advanced Technology di Pertamina, sebagai cikal bakal BPPT dan membangun industri pesawat terbang di Bandung.

Pada tahun 1978, saya angkat dia menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Kabinet Pembangunan III, di samping menjabat sebagai ketua dan Dirut badan-badan yang erat hubungannya satu dengan yang lain, ialah lembaga-lembaga teknologi dan industri.

Untuk menjamin keserasian pertumbuhan industri-industri yang akan digabungkan dalam Industri Strategis, sejak berdirinya perlu berada dalam satu tangan, sebelum badan pembinaan dan pengelolaan tingkat pusat terbentuk. Bila wadah ini nanti sudah terbentuk di bawah BPPT dengan PUSPITEK-nya, jabatan rangkap bisa diserahkan kepada kader-kader yang disiapkan.

Ternyata usahanya itu menyenangkan. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) berkembang pesat.

Pameran Dirgantara Indonesia (lAS) yang dilangsungkan di Kemayoran·, Jakarta, di bulan Juni 1986, mencerminkan tekad dan persiapan bangsa Indonesia yang sungguh-sungguh urituk tujuan jangka panjang, yakni mencapai kemajuan di bidang industri dan penguasaan teknologi. Dari sekarang kita menyadari bahwa masa datang itu adalah masa kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejarah menunjukkan bahwa hanya dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologilah suatu bangsa akan dapat maju.

Tahun 1985 kita menyelenggarakan Pameran Industri Indonesia. Tahun 1986 kita menyelenggarakan Pameran Dirgantara Indonesia. Ini mencerminkan tekad dan persiapan bangsa Indonesia untuk mencapai kemajuan di masa depan, khususnya dalam bidang industri dan penguasaan teknologi tinggi dalam arti yang luas.

Pameran besar ini, yang akan di catat dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan kedirgantaraan Indonesia, merupakan bagian dari usaha dan persiapan kita untuk menggunakan kesempatan yang pasti akan tiba di masa datang.

***



[1]      Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH,  diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 280-282

[2]      Messerschmitt-Bolkow-Blohm

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.