Jakarta, 24 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Jakarta
MEREKA TIDAK TAHU [1]
Bapak Suharto yang terhormat,
Saya menulis surat ini dengan perasaan sedih, karena Bapak tidak lagi jadi presiden. Saya juga merasa was-was, apakah surat saya ini akan sampai ke tangan Bapak atau tidak.
Saya tahu, yang terjadi ini bukanlah semata-mata kesalahan Bapak. Saya juga tahu, Bapak telah berusaha untuk membangun negeri ini dengan sekuat tenaga demi kesejahteraan nusa dan bangsa. Tuhan pasti akan melihat segala kebaikan Bapak dalam membangun bangsa ini.
Saya sangat berterima kasih atas segala sesuatu yang Bapak perbuat untuk bangsa ini. Saya telah meraskan semua ini, walaupun akhirnya harus kehilangan semua yang telah saya peroleh selama ini karena terkena dampak krisis ini.
Untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada Bapak, saya ingin memberikan sesuatu yang paling saya sayangi yang telah saya kumpulkan selama 15 tahun. Yaitu koleksi koin-koin dari manca negara. Saya berikan ini dengan rasa tulus dan ikhlas. Mungkin tidak berarti bagi Bapak, tetapi hanya itu yang bisa saya berikan sebagai ungkapan perasaan terima kasih.
Saya tidak tahu bagaimana saya memberikannya kepada Bapak. Saya tidak mungkin mengirim melalui pos atau membawa langsung ke Jl. Cendana tanpa seijin Bapak. Mungkin Bapak bisa mengirim orang untuk mengambilnya.
Saya sangat mengharapkan kiranya Bapak mau menerima hadiah saya ini. Saya akhiri surat ini dengan doa yang selalu saya ucapkan untuk orangtua saya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan panjang umur untuk Bapak Suharto. Akhir kata saya juga berharap Bapak mau memaafkan bangsa ini, yang menolak Bapak karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. (DTS)
Hormat saya,
Elvis Awang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 883-884. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.