PAK HARTO, BERPENDIRIAN KOKOH TAPI SELALU TERSENYUM [1]
-
Mendapat Julukan “Kopig” Dari Presiden Sukarno Almarhum
-
Tak Pernah Percaya pada PKI
-
Selalu Jujur dan Terus Terang Kepada Rakyat
Jakarta, Berita Buana
KEJADIAN 1821 hari yg lalu, hari ini bemlang lagi. Waktu itu, tgl. 27 Maret 1968 malam hari, saatnya yang tepat adalah jam 21.58. Jenderal Soeharto disumpah oleh Ketua MPRS Jenderal Nasution dan dilantik menjadi Presiden Rep. Indonesia yang kedua, dalam sidang ke V MPRS di Gedung Istora Senayan.
Hari ini, tgl 23 Maret 1973, Presiden Soeharto, sebagai hasil pemilihan dalam SU MPRS hasil Pemilu, disumpah dan dikukuhkan menjadi Presiden RI kembali untuk masa jabatan 5 tahun yang kedua.
Peristiwa ini baru pertama kali dalam sejarah pemilihan Presiden RI oleh anggota2 MPR Hasil Pemilu, juga merupakan pertama kali pula dalam sejarah, adanya seseorang yang begitu dipercaya oleh seluruh rakyat Indonesia hingga membuatnya dipilih lagi menjadi Presiden untuk kedua kalinya. Kepercayaan rakyat yang diberikan itu bukanlah kepercayaan semu karena takut, tetapi kepercayaan yang mulus, yang diamanatkan oleh wakil2 rakyat dalam MPR.
Dan kepercayaan dari hati rakyat yang tulus karena melihat dan merasakan keberhasilan Pak Harto dalam menjalankan tugasnya selama masa 5 tahun jabatannya jadi Presiden RI yang kedua. Rakyat melihat bahwa Pak Harto dalam mengemban tugasnya penuh dedikasi bagi pembangunan. Bahkan ia telah merupakan “the pushing power” bagi pembangunan Indonesia. Sebab segala-galanya ia pertaruhkan demi suksesnya pembangunan tersebut. Boleh dikatakan, bahwa dalam masa jabatannya sebagai Presiden, Pak Harto gandrung2 terhadap pembangunan Nasional.
Terus terang dan secara jujur semua lapisan rakyat mengakui bahwa selama merdeka sejak th 1945, baru dalam masajabatan Pak Harto sebagai Presiden terasa adanya pembangunan disegala bidang. Keamanan dan ketertiban terasa makin mantap. Perekonomian rakyat menjadi lebih baik, kemampuan daya beli rakyat makin tinggi. Sandang pangan cukup. Kesehatan rakyat makin meningkat, perdagangan makin ramai, lapangan kerja semakin luas dengan dibangunnya pabrik2 industri dimana2, kesempatan belajar terbuka seluas2nya bagi semua anak, pertanian makin maju, kehidupan kepartaian semakin dewasa, dst dstnya.
Itu semua letak kunci rahasia, (yang sebenarnya bagi Pak Harto sendiri bukan merupakan rahasia) daripada dipilihnya kembali menjadi Presiden RI untuk masa jabatannya yang kedua oleh MPR.
Perasaannya Lembut tapi Kokoh Pendiriannya
Bekas Presiden Soekarno almarhum memberikan cap “Koppig” atau kepala batu.
Pak Harto waktu tanggal 1 Oktober 1965 di lapangan Halim Perdana Kusumah ketika namanya dicalonkan di antara beberapa nama Jendral Senior AD untuk jadi Panglima Angkatan Darat menggantikan almarhum Jendral A. Yani yang telah diculik dan dibunuh oleh gerombolan G-30-S/PKI.
Cap “koppig” dari almarhum Presiden Soekarno mempunyai latar belakang sendiri yang subyektif pada Pak Harto yang sejak tahun 1956 sudah mulai terlihat bertentangan pendirian dengan almarhum Presiden Soekarno mengenai PKl.
Waktu tahun 1956 dikala Pak Harto menjadi Pang lima Divisi Diponegoro, almarhum presiden Soekarno mengadakan kunjungan ke Semarang dan Pak Harto berkesempatan naik dalam satu mobil. Dalam mobil itu terjadi dialog antara Pak Harto dengan almarhum sbb. :
HT: Bagaimana dengan kekuatan PKI itu Pak?
BK: PKI secara kenyataan memang telah menang dalam PEMILU, jadi kenyataan itu harus diakui.
HT: Apa bisa dipercaya.?
BK: ltu PKI harus di Pancasilakan.
HT: Apa bisa Pak?
BK: Itu perjuangan saya. Kamu sebagai seorang prajurit laksanakan tugasmu dengan baik. Soal politik adalah urusan saya.
Sejak pertama Pak Harto teguh pendiriannya bahwa PKI itu tidak bisa dirangkul. Sedang almarhum presiden Soekarno berpendirian sebaliknya. Namun demikian, Pak Harto tetap teguh mempertahankan pendiriannya yang ia anggap benar. Oleh karena sikap yang demikian itu tidak disukai oleh almarhum, maka dia di cap “koppig” atau kepala batu. Tetapi sebaliknya bagi orang yang melihatnya secara obyektif akan menilai sebagai sikap berpendirian yang teguh.
Dari kejadian2 selanjutnya sejak tahun 1965 sampai sekarang terlihat sekali betapa sikap Pak Harto dalam memegang teguh pendirian yang telah dipilihnya. Dalam tahun2 permulaan petjuangan menegakkan Orde Baru bertubi2 tuntutan datang dari masyarakat melalui mahasiswa dan pelajar, agar mengambil tindakan keras dan cepat terhadap almarhum Presiden Soekarno, yang merupakan lambang personifikasi Orde Lama.
Sekalipun ia di-dorong2 dengan kuat dan deras, namun ia tetap tabah berpegang teguh pada sikap pendirian bahwa perjuangan menegakkan Orde Baru dari meruntuhkan Orde Lama dilakuan dengan cara konstitusionil. Perjuangan Orde Baru yang berpijak diatas landasan pelaksanaan konstitusi secara murni dan konsekwen akan kehilangan landasan tempat berpijak bila memilih jalan kekerasan yang cepat tapi inkonstitusionil.
Sebagai seorang negarawan dan mungkin juga sebagai seorang Panglima lapangan, Pak Harto selalu melihat sesuatu dari segi plus dan minus. Artinya, apakah lebih banyak plus daripada minus apabila ia memegang teguh suatu sikap. Apabila ia berpendapat bahwa plus-nya lebih banyak, maka ia akan berpegang teguh kepada pendirian tersebut meskipun menghadapi perlawanan yang bagaimanapun besarnya atau banyaknya.
Sekalipun kokoh teguh pendiriannya, tapi bukan berarti keras hati. Bahkan sebaliknya Pak Harto orangnya berhati lembut, sangat perasa dan tidak tega hati melihat orang lain menderita. Kala mendengar rakyat tertimpa banjir, kelaparan, diserang penyakit, cepat2 ingin datang sendiri di tempat tersebut untuk melakukan pemeriksaan on the spot dan memberikan bantuan yang diperlukan. (DTS)
Sumber: BERITA BUANA (23/03/1973)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 289-292.