PEGAWAI HONDA AGAR DIPERLUNAK PENGANGKATANNYA
INSTRUKSI PRESIDEN :
JAKARTA, Presiden Soeharto memberi petunjuk agar persyaratan pengangkatan tenaga honor daerah (Honda) menjadi pegawai negeri diperlunak, supaya lebih banyak formasi yang tersedia bagi mereka dapat diisi.
Hal itu diungkapkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Dr. Saleh Afiff kepada wartawan di Bina Graha Jakarta hari Rabu setelah ia melapor kepada Presiden Soeharto.
Menpan menjelaskan, dengan diperlunaknya persyaratan itu memungkinkan, para tenaga honor daerah yang telah lama mengabdi dan usianya melampaui 40 tahun diangkat menjadi pegawai negeri.
Berdasarkan peraturan pemerintah No.6 tahun 1976, seseorang dapat diangkat menjadi pegawai negeri apabila usianya minimal 18 tahun dan maksimal 40 tahun.
“Namun nyatanya banyak tenaga Honda yang berusia di atas 40 tahun sedang mereka telah lama mengabdi pada pemerintah dari segi kemanusiaan mereka patut diangkat menjadi pegawai negeri, oleh karena itu persyaratan mengenai usia maksimal itu alcan diperlunak,” demikian Saleh Afiff.
Persyaratan lain yang diperlukan adalah ditiadakan keharusan melampirkan tanggal surat penugasan atau pengangkatan sebagai tenaga Honda, karena selama ini pencantuman tanggal pada surat-surat tersebut sering dimanipulasi sehingga tidak jarang menimbulkan kericuhan.
Ia mengakui, perlunakan persyaratan tersebut perlu diiringi dengan pengawasan lebih ketat, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki.
Pemerintah membuka formasi bagi 106.000 tenaga Honda di seluruh Indonesia untuk menjadi pegawai negeri, terutama tenaga paramedis dan guru sekolah dasar yang sudah memperoleh penugasan tetap.
Selama ini untuk pengangkatan mereka menjadi pegawai negeri diberlakukan persyaratan-persyaratan yang bertujuan mendahulukan pengangkatan tenaga Honda yang sudah lama bekerja dan mengabdi pada pemerintah (daerah).
Kalau tetap berpegang teguh pada peraturan dan persyaratan yang ada sekarang, kata Saleh Afiff, dari 106.000 formasi yang disediakan akan terdapat 54.621 tenaga Honda yang tidak dapat diangkat menjadi pegawai negeri karena tidak memenuhi syarat.
“Kita menyadari bahwa pemerintah daerah memerlukan tenaga-tenaga tersebut, oleh karena itu kita akan berusaha memperlunak persyaratan tadi,” demikian Menpan.
Dalam kesempatan itu Menpan menegaskan, pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi menerima tenaga honor daerah baru, sesuai dengan peraturan pemerintah No.12 tahun 1967 yang tidak membenarkan instansi pemerintah menggunakan tenaga harian dalam bentuk apapun.
”Kalau Pemda tetap mengadakan tenaga Honda yang baru, masalah ini tidak akan ada habisnya,” Menpan menekankan.
Petunjuk Presiden tentang pelunakan syarat itu akan dibahas lebih mendalam oleh Menpan dengan Menteri Dalam Negeri dan Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) untuk menetapkan peraturan pelaksanaannya.
Peningkatan Eselon.
Kepada Presiden, Menpan juga melaporkan upaya penyempurnaan peraturan kepegawaian termasuk penyeragaman tingkat jabatan struktural di instansi pusat dan daerah serta peningkatan jenjang pangkat (eselon) bagi jabatan-jabatan tertentu terutama di daerah.
Sebagai contoh Saleh Afiff mengatakan, jabatan Sekretaris Daerah (Sekwilda) tingkat I yang selama ini dipegang oleh pejabat eselon WA akan ditingkatkan menjadi eselon II B. Sedang Asisten Sekwilda tk. I dari eselon III B menjadi III A.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di propinsipropinsi besar semula dipegang eselon IlI A di propinsi kecil II/B. Kini akan disamaratakan untuk semua propinsi menjadi WA.
Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), Kepala BP7 dan Inspektur Wilayah Propinsi (Itwilprop) yang semula punya kedudukan eselon III B akan ditingkatkan menjadi III A.
“Peningkatan eselon itu diperlukan sesuai dengan beban dan lingkup tugas jabatan-jabatan tersebut. Konsekuensi dari peningkatan itu mereka dituntut lebih giat bekerja dan meningkatkan kemampuan,” kata Menpan. (RA)
…
Jakarta, Berita Buana
Sumber : BERITA BUANA (01/11/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 639-641.