PEMBANGUNAN DAN DEMOKRASI PANCASILA

PEMBANGUNAN DAN DEMOKRASI PANCASILA

AMANAT Presiden Soeharto pada Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merangsang beberapa pemikiran.

Di antaranya, penegasannya, bahwa dwifungsi ABRI yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pertahanan Keamanan, tugasnya bukan untuk kepentingan ABRI sendiri, melainkan demi perjoangan bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Karena itu, demikian Kepala Negara menambahkan, dwifungsi harus dilakukan denganjiwa dan cara yang tidak membatasi, melainkan justru mendorong pemekaran pikiran, kegiatan dan tanggung jawab rakyat di bidang ideologi, politik, ekonomi dari kebudayaan.

Presiden menyatakan hal itu penting dipahami secara jelas oleh semua pihak, agar terjalin hubungan, kerja sama den persaudaraan yang erat dan terbuka antara ABRI dan kekuatan-kekuatan sosial politik lainnya.

SEBAGAI faham, pengertian, jiwa dan semangat dwifungsi seperti yang ditegaskan oleh Kepala Negara sudah memasyarakat. lntensitas pelaksanaannya pasang-surut sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Dalam keadaan krisis mengancam eksistensi negara, persatuan bangsa atau Ideologi Pancasila, maka peranan ABRI menjadi intensif. Jika situasi kembali normal, peranan ABRI dalam bidang kemasyarakatan berkurang.

Fase yang kini sedang kita jalani dan periode yang akan kita lalui, kiranya menjadi fase yang semakin normal dalam segala segi kehidupan masyarakat.

Jika demikian halnya, intensitas peranan dwifungsi ABRI juga akan berkurang. Atau mungkin lebih tepat dipakai istilah, peranan ABRI akan lebih bergeser dari stabilisator menjadi dinamisator.

Kita melihat suatu pola yang tampaknya akan lebih melembaga. Bahwa pergeseran atau peralihan peranan sosial politik itu semakin akan dilakukan oleh para pejuang veteran ABRI melalui Golongan Karya.

Dengan demikian, Golongan Karya akan dikembangkan untuk semakin menjadi kekuatan sosial politik yang sekaligus mengejawantahkan cita-cita kemanunggalan ABRI dan Rakyat.

Pengejawantahan cita-cita kerakyatan itu memang akan lebih terwujud dan memperoleh momentum perkembangannya, jika sebagai pergerakan sosial politik, Golongan Karya semakin mampu mandiri dan mengakar pada masyarakat.

Melalui pola yang dilembagakan demikian, dua disiplin yang melekat pada dwifungsi ABRI akan tetap dapat dipertahankan, tanpa harus bertabrakan. Karena disiplin militer dan disiplin pergerakan sosial politik memang berlainan.

Melalui proses itu, akan lebih menjadi kenyataan, apa yang ditegaskan dalam amanat Kepala Negara yaitu bahwa peranan dwifungsi bukan untuk membatasi, justru untuk mendorong pemekaran pikiran, kegiatan dan tanggung jawab rakyat di bidang Ideologi, politik, ekonomi dan kebudayaan.

GAGASAN lain yang merangsang dalam amanat Presiden ialah perkaitan antara pembangunan dan pelaksanaan demokrasi Pancasila.

Dikatakan, pembangunan adalah pengamalan dan pelaksanaan Pancasila. Ini berarti, demikian ia melanjutkan, dengan makin majunya pembangunan, maka Pancasila pun akan makin tampak wujudnya dalam semua kehidupan kita, dalam masyarakat dan dalam kehidupan kita sebagai bangsa.

Ia jelaskan, semua itu berarti semakin maju pembangunan, akan semakin meningkat pula pelaksanaan demokrasi Pancasila. Dan pengamalan Pancasila yang demikian itu berlaku pula bagi ABRI.

SEBUAH perkaitan klasik disentuh oleh Kepala Negara dengan pernyataan tersebut. Pikiran itu menjadi pembahasan banyak sarjana dan pengamat ilmu sosial di negara-negara sedang berkembang.

Ada asumsi jika rakyat miskin dan serba terkebelakang sehingga dihadapkan pada masalah eksistensi maka sulitlah dalam masyarakat demikian, demokrasi akan berkembang kecendrungan yang lebih nyata dan memang terjadi dibanyak negara, bukanlah kecendrungan demokrasi melainkan kecendrungan otoriter untuk mengatasi kedaruratan eksistensi.

Demokrasi akan lebih berkembang, jika melalui pembangunan, kemiskinan dan keterbelakangan dapat diatasi. Karena itu, berdasarkan asumsi tersebut. Jika pembangunan semakin meningkat hasilnya, demokrasi, dalam hal kita, demokrasi Pancasila, juga akan semakin meningkat.

Asumsi klasik itu digugat karena perkembangan di berbagai negara tidaklah demikian. Misalnya di Korea Selatan. Keberhasilan pembangunan di sana dinilai tidak disertai peningkatan pelaksanaan demokrasi. Memang dalam kasus Korea Selatan, biasanya dilanjutkan argumen keadaannya berbeda, karena negara Itu mengalami ancaman fisik yang nyata dari utara.

SEBAIKNYA kita mengambil sikap terbuka. Sebab Jika semua faktor Ikut berubah __ceteris paribus__ asumsi klasik Itu akan berlaku, yakni kecenderungan demokrasi semakin kuat, jika keadaan ekonomi rakyat semakin baik.

Faktor menentukan dalam proses itu ialah adanya komitmen dan kemauan politik yang secara sadar dikembangkan secara efektif.

Sebab dalam proses politik dalam sistem apa pun, selalu disertai tumbuhnya "vested Interest". Pola penghambat itu harus disadari dan dicegah dengan komitmen serta kemauan politik.

Pernyataan Presiden kita pandang sebagai penegasan komitmen dan kemauan politik tersebut. Bahwa bagi kita di Indonesia, peningkatan pembangunan dikaitkan secara sadar dengan peningkatan demokrasi Pancasila.

SALAH satu instrumen yang harus dikembangkan untuk menguji dan melaksanakan komitmen dan kemauan politik tersebut ialah semakin dikembangkannya kontrol dan penilaian oleh masyarakat.

Maka kata kunci dari amanat Presiden pada Hari ABRI ke-37 ialah ”mendorong pemekaran pikiran, kegiatan dan tanggung jawab rakyat di bidang ideologi, politik, ekonomi dan kebudayaan." (RA)

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (07/12/1982)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1030-1032.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.