PRESIDEN BUKA TEMU KARYA PENGRAJIN :
PEMBANGUNAN, HARUS BERARTI BAGI ‘ORANG-ORANG KECIL’
Pembangunan pada akhirnya harus memakmurkan dan membuat sejahtera seluruh rakyat, bukan hanya memajukan sekelompok kecil lapisan masyarakat. Pembangunan yang tidak dapat mengangkat tingkat hidup rakyat banyak tidak ada gunanya dan memang bukan itu tujuan pembangunan.
Demikian penegasan Presiden Soeharto di Istana Negara Selasa pagi tatkala berbicara pada pembukaan ”Temu Karya Pengrajin Indonesia Tingkat Nasional” yang diikuti oleh 500 peserta dari 27 propinsi.
“Karena itulah maka pembangunan yang kita laksanakan harus berarti pembangunan dari akar-akarnya masyarakat, pembangunan orang-orang kecil,” ujar Kepala Negara.
“Semua kegiatan pembangunan yang besar maupun yang kecil, yang mengerahkan modal dalam negeri ataupun modal asing yang kita kerjakan sendiri maupun yang saat ini masih menggunakan tenaga asing pada akhirnya, secara langsung atau tidak langsung, harus berarti meningkatkan kesejahteraan lapisan terbesar masyarakat itu”.
Malahan, menurut Presiden Soeharto, pembangunan bukan hanya harus meningkatkan kesejahteraan saja melainkan kesejahteraan itu harus terwujud karena kegiatan rakyat sendiri.
Oleh karena itulah, maka pembangunan harus digerakkan di mana-mana itulah, maka pembangunan yang luas ini agar “orang-orang kecil” dapat meningkatkan penghasilan, dapat meningkatkan kesejahteraan dan dapat meningkatkan mutu kehidupan.
Melestarikan Kebudayaan
Mengenal industri kerajinan, oleh Presiden diakui menduduki tempat yang sangat strategis, karena mencakup kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam jumlah yang sangat besar.
Majunya industri kerajinan yang menghasilkan barang-barang hasil kebudayaan akan ikut melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia yang dikagumi bangsa-bangsa lain, Industri kerajinan yang maju juga merupakan sarana yang baik untuk merasakan pembangunan dan hasil-hasilnya serta untuk meningkatkan pendapatan masyarakat golongan ekonomi lemah.
Empat Hal
Pada kesempatan itu Presiden minta diperhatikan empat hal.
Pertama, industri kerajinan supaya dikembangkan dalam seluruh aspeknya.
Kedua, industri kerajinan harus dapat digunakan sebagai alat untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan.
Ketiga, pengembangan industri kerajinan juga harus dapat memberi kesempatan usaha yang layak.
Keempat, peranan koperasi agar lebih ditingkatkan lagi. Sebab, koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk mengangkat kemampuan yang lemah, sehingga pemerataan dan keadilan dapat makin diwujudkan.
Tentu saja, menurut Presiden Soeharto, koperasi-koperasi sendiri harus mampu menjawab tantangan kemajuan zaman, harus mampu terus tumbuh dalam dinamika ekonomi moderen bersama-sama dengan badan usaha milik negara maupun swasta.
“Untuk itu maka koperasi-koperasi, khususnya yang menangani industri kerajinan, harus benar-benar diarahkan menjadi organisasi yang mampu menghadapi perkembangan ekonomi dan pembangunan.
Hal ini bukannya mustahil, sebab, kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa negara maju, bahkan yang memiliki sistem ekonomi liberal, koperasi ternyata mampu hidup dengan meyakinkan,” demikian Presiden Soeharto.
Kain Songket 100 tahun
Ketua umum Dewan Kerajinan Nasional (Dakranas) Nyonya Kartinah Umar Wirahadikusumah melaporkan bahwa temu karya itu akan berlangsung hingga Sabtu mendatang di Taman Mini Indonesia Indah.
Pada kesempatan itu, Nyonya Tien Soeharto menerima kenang-kenangan kain songket Bima dan Sumbawa yang diserahkan oleh Nyonya Siti Maryam dari Nusa Tenggara Barat (NTB) mewakili pengrajin.
Kain songket dari Bima dibuat tahun 1917 dan pernah digunakan dalam penobatan Sultan Bima XIV. Sedangkan kain songket Sumbawa berasal dari Keraton Sumbawa yang sudah berusia 100 tahun lebih dan sering digunakan dalam upacara adat.
Kedua kain songket itu selanjutnya menjadi koleksi museum Istana yang terletak di antara Istana Negara dan Istana Merdeka.
Tampung 930.000 tenaga kerja
Setelah dibuka resmi oleh Presiden Soeharto, Selasa sore, temu karya pengrajin nasional itu dilanjutkan di Taman Mini Indonesia Indah dengan mendengarkan pengarahan Ketua Dekranas, Ny. Kartinah Umar Wirahadikusumah dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Dr. J. B. Sumarlin.
Dr. J.B. Sumarlin dalam pengarahannya menegaskan, tanggung jawab untuk membina dan mengembangkan golongan ekonomi lemah termasuk industri kecil/pengrajin, tidak hanya terletak pada pemerintah saja, tapi juga nada usahausaha besar dan menengah.
Didampingi Direktur Jenderal Industri Kecil Girisewoyo SH lebih jauh Menteri mengatakan, peranan industri kecil dalam Repelita IV sangat penting, karena diperkirakan dapat menciptakan lapangan kerja bagi 930.000 orang.
Oleh sebab itu usaha pengembangannya perlu ditingkatkan. Untuk ini, harus terdapat kesadaran dan keikhlasan dari usaha besar/menengah untuk membina yang kecil, dan sebaliknya harus pula tercipta kesadaran dan kesediaan dari yang lemah/kecil untuk menerima pembinaan tersebut.
Agar keterkaitan industri besar, menengah dan kecil ini dapat benar-benar diwujudkan kaitannya. Pemerintah akan terus melanjutkan langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan industri kecil melalui berbagai program.
Seperti penyediaan kredit, fasilitas pendidikan manajemen, penyuluhan industri kecil tentang mutu barang dan pemasaran, dan kemudahan-kemudahan lainnya.
Pengembangan industri kecil melalui koperasi juga perlu terus diupayakan. Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial, menurut Sumarlin, merupakan wadah yang sesuai untuk mengembangkan usaha ini.
Ditegaskannya, bimbingan dan pembinaan baik dari Pemerintah maupun dari organisasi-organisasi usaha lainnya mutlak sangat diperlukan, karena keberhasilan pembinaan dan pengembangan ini berarti akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan para pengusaha industri kecil dan sekaligus memberikan lapangan kerja bagi beratus ribu tenaga kerja.
“Semua ini jelas akan merupakan sumbangan yang besar dalam rangka usaha mensejahterakan rakyat kita,” kata Sumarlin. (RA)
…
Jakarta, Merdeka
Sumber : MERDEKA (28/03/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 683-686.