PEMBICARAAN EMPAT MATA SOEHARTO-NAKASONE

PEMBICARAAN EMPAT MATA SOEHARTO-NAKASONE :

NORMALISASI RI-RRC TERGANTUNG SIKAP RRC

Republik Rakyat Cina telah mengisyaratkan keinginannya untuk mencairkan hubungan diplomatik dengan Indonesia yang beku sejak terjadinya kudeta berdarah yang gagal G.30.S/PKI tahun 1965 yang didukung oleh anasir komunis Cina.

Isyarat itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Nakasone dalam pertemuan empat mata dengan Presiden Soeharto di Istana Merdeka Minggu siang.

Nakasone yang telah mengirimkan utusan khusus ke Beijing sebelum ia melakukan lawatan ke lima negara ASEAN dan Brunei dan dimulai dengan kunjungan kenegaraan ke Indonesia, menyampaikan kepada Presiden Soeharto bahwa-RRC setiap saat akan siap minimalisir hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Melalui utusan khusus PM Jepang yang bernama Mikaido itu, penguasa RRC di Beijing mengharapkan isyarat dan keinginan itu agar disampaikan kepada Kepala Negara Indonesia dalam pembicaraan PM Nakasone dengan Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto ketika menerima pesan itu menyatakan terima kasihnya dan kembali menegaskan bahwa masalah normalisasi hubungan diplomatik

Indonesia – RRC tergantung kepada sikap RRC terhadap sisa-sisa kekuatan komunis yang masih ada di Indonesia khususnya dan kawasan Asia Tenggara umumnya.

"Jika benar-benar RRC akan merubah sikap politiknya yang bisa dijadikan jaminan bahwa Beijing tidak akan membantu sisa-sisa kekuatan komunis disini maka normalisasi kunjungan diplomatik Indonesia-RRC bukanlah hal yang sulit" kata Presiden Soeharto kepada PM Nakasone.

Belum Ada Jaminan

Menteri Sekretaris Negara Soedharmono yang memberi keterangan kepada pers selesai pertemuan tersebut menyatakan sampai sekarang Indonesia belum merasa ada jaminan semacam itu.

Pembicaraan antara Presiden Soeharto dcngan PM Yasuhiro Nakasone di Istana.

Merdeka berlangsung hampir dua setengah jam, lebih lama dari waktu yang direncanakan, dalam pertemuan itu Presiden Soeharto didampingi Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Sekretaris Soedharmono dan Dubes Rl di Jepang Saidiman, Sedangkan PM Nakasone didampingi Menlu Shintaro Abe dan Dubes Jepang di Indonesia Tushio Yamazaki.

Pembicaraan antara kedua kepala Pemerintahan itu menyangkut berbagai masalah yang ada hubungannya dengan kepentingan kedua negara baik mengenai masalah bilateral, regional maupun internasional.

Presiden Soeharto menjelaskan kepada PM Nakasone bahwa Indonesia dewasa ini sedang menghadapi masalah masalah resesi ekonomi dunia. dan bersama-sama negara ASEAN lainnya menghadapi masalah Kampuchea yang sampai sekarang belum terselesaikan. Demikian juga masalah krisis di Timur Tengah yang juga belum terselesaikan

Peranan Jepang

Indonesia mengharapkan peranan Jepang sebagai negara maju di Asia dapat membawa juga aspirasi dan kepentingan negara-negara berkembang dalam menyelesaikan masalah dunia dan menciptakan tata ekonomi dunia baru pada pertemuan puncak negara-negara maju di Williamsburg, AS akhir bulan Mei mendatang.

Mengenai masalah Kampuchea kedua Kepala Pemerintahan tidak ada perbedaan pandangan dan.keduanya menghendaki masalah tersebut diselesaikan secara politik sebaik-baiknya dan dalam waktu sesingkat-singkatnya yaitu penarikan mundm seluruh pasukan Vietnam di Kampuchea, sebab selama masalah Kampuchea itu belum terselesaikan hal ini akan mengganggu stabilitas di kawasan Asia Tenggara.

PM Nakasone menegaskan, selama Vietnam belum menarik pasukannya dari Kampuchea sesuai dengan resolusi PBB, maka bantuan ekonomi Jepang kepada Vietnam tidak akan dilaksanakan.

Presiden Soeharto, juga mengharapkan agar kerjasama ekonomi antara Jepang dan ASEAN khususnya dengan Indonesia agar lebih ditingkatkan, sehingga dengan demikian dapat meringankan dampak yang diderita oleh negara-negara ASEAN khususnya Indonesia sebagai akibat resesi ekonomi dunia.

Mengenai masalah tersebut, PM Nakasone memberikan tanggapan yang positif, karena perhatian politik luar negeri Jepang memang ditujukan ke negara-negara ASEAN.

Untuk itu perlu ditingkatkan kerja sama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan tukar menukar pemuda-pemuda ASEAN dapat berkunjung ke Jepang.

Dalam pembicaraan tersebut, PM Nakasone juga memberitahukan Presiden Soeharto bahwa bantuan Jepang kepada Indonesia dalam rangka IGGI akan ditingkatkan dan jumlahnya lebih besar dari tahun yang lalu.

Juga Jepang bersedia membantu Indonesia di bidang pangan apabila diperlukan, karena akibat terjadinya musim kemarau panjang diperkirakan produksi beras di Indonesia akan berkurang.

Disamping itu Jepangjuga menyatakan, kesediannya untuk meningkatkan, keljasamanya dibidang tehnologi perikanan.

Ulangi Penegasan

Dalam pembicaraan tersebut, PM Nakasone mengulangi penegasannya tentang peningkatan pertahanannya dikatakan tujuannya hanya untuk keperluan kemampuan bela diri dan tidak untuk tujuan agresif, sebab ini bertentangan dengan UUD.

Garis pantai 1000 mil itu diukur bukan dari pulau Okinawa tapi dari Tokyo-Yokohama dan Osaka, Kobe, jadi belum wilayah ASEAN.

Menanggapi penegasan PM Nakasone tersebut, kata Sudharmono, Presiden menyatakan, kalau peningkatan pertahanan itu dimaksudkan untuk membela diri dan bukan untuk tujuan agresi, tidak menjadi masalah dan tidak akan ada negara yang menentangnya, sebab peningkatan pertahanan menjadi hak setiap bangsa sesuai dengan kebutuhan dan tidak akan mengganggu negara lain.

Mengenai keinginan atau harapan Indonesia agar Jepang lebih banyak mengimpor minyak dari Indonesia, PM Nakasone menyatakan kesediaannya untuk tetap mempertahankan impor minyaknya dmi Indonesia sebesar 15% dari seluruh minyak yang diimpor oleh Jepang.

Namun untuk meningkatkannya lebih dari 15% masih agak sulit, karena para importimya adalah swasta.

Menurut Sudharmono, akibat terjadinya resesi dunia, seluruh impor Jepang turun 8% dan meskipun impor Jepang dari negara lain ada yang meningkat tapi impor Jepang dari Indonesia prosentasenya turun lebih dari 8%.

Mengenai masalah perdagangan dengan sistim imbal beli, Jepang sebenarnya berkeberatan dan minta supaya sistim itu ditinjau kembali dan diperlakukan dengan sistim perdagangan bebas.

Tapi permintaan Jepang ini tidak bisa diterima, sebab perdagangan dengan sistim imbal beli itu berlaku untuk semua negara dan Jepang sudah mau melaksanakan hubungan dagang dengan sistim imbal beli tersebut.

PM Nakasone juga menyanggupi harapan Presiden Soeharto agar dalam rangka meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara, Jepang memperluas dan memperbanyak jumlah komoditi yang mendapatkan perlakuan keringanan tarif dan setiap tahun akan diadakan perobahan-perobahan mengenai ketentuan itu. (RA).

Jakarta, Pelita

Sumber : Pelita (23/05/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 99-102.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.