PERKEBUNAN NEGARA HARUS DAPAT GERAKKAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN
PRESIDEN SOEHARTO :
Perkebunan-perkebunan besar milik negara harus dapat menjadi penggerak pembangunan dan modernisasi di bidang perkebunan. Untuk itu maka PNP dan PTP harus membimbing dan memajukan perkebunan rakyat dalam menerapkan teknologi budidaya yang maju, sehingga kebun-kebun rakyat yang luas itu dapat meningkatkan produktivitas dan bekerja lebih efisien lagi.
Presiden Soeharto menekankan masalah tugas pokok perkebunan-perkebunan besar milik negara ini, dalam sambutannya pada upacara peresmian pabrik pengolahan kelapa sawit Gunung Meliau hari Kamis di Kecamatan Meliau Kalimantan Barat. Pabrik ini merupakan yang pertama di Kalbar.
“Dalam rangka ini pula maka investasi-investasi baru di bidang perkebunan diusahakan dengan sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR),” kata Presiden
Sementara itu tugas pokok yang lain bagi perkebunan-perkebunan besar milik negara, adalah harus menjalankan fungsinya sebagai perusahaan modern, yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi negara.
Dikatakan selanjutnya, untuk meningkatkan dan memperluas pembangunan di bidang perkebunan, maka perkebunan rakyat harus menjadi tulang punggung pembangunan.
Agar tulang punggung itu kuat, ia harus didukung dan ditunjang oleh perkebunan-perkebunan besar, terutama perkebunan-perkebunan milik negara.
“Banyak diantara kebun-kebun rakyat yang masih sangat luas, pengelolaannya belum dilakukan secara intensif dan belum semaju seperti yang diharapkan,” katanya. Karena itu memajukannya merupakan tugas besar yang harus digarap sebaik-baiknya.
Perkebunan-perkebunan besar, baik milik negara maupun swasta lebih mempunyai keahlian, ketrampilan dan pengalaman dalam penerapan teknologi budi daya yang maju dan cara pengelolaan yang modern sehingga dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang tinggi.
Perkebunan di Indonesia sekarang ini luasnya sekitar 8 juta hektar di antaranya 85 persen merupakan perkebunan rakyat sedang sisanya merupakan perkebunan besar milik negara dan swasta.
Pertanian Penting
Menurut Presiden, dalam seluruh gerak pembangunan di Indonesia, sektor pertanian selalu menduduki peranan yang teramat penting. Pada sektor pertanian inilah terletak jawaban atas masalah-masalah pembangunan yang besar, seperti swasembada pangan, peningkatan mutu makanan yang cukup memenuhi syarat-syarat gizi, perluasan kesempatan kerja, sumber devisa melalui peningkatan ekspor, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pembangunan pedesaan dan sebagainya.
“Jawaban atas masalah-masalah itu tentu tidak mungkin diberikan oleh sektor pertanian secara sendiri saja, melainkan harus ada dukungan dari berbagai sektor lain. Namun demikian, peranan sektor pertanian sungguh besar, karena itu meminta kesadaran, kesiapan dan tanggungjawab yang besar pula dari kita semua,” katanya.
Menurut Presiden, setelah berusaha dan bekerja keras bertahun-tahun, kemajuan-kemajuan besar dalam produksi pangan telah tercapai. Langkah-langkah itu pula yang harus ditempuh untuk menangani pembangunan pertanian, termasuk perkebunan.
Mengenai minyak kelapa sawit, pada awal sambutannya Presiden mengatakan bahwa pada tahun-tahun terakhir ini kebutuhan minyak kelapa sawit di dalam negeri meningkat tajam.
Hal ini disebabkan antara lain karena minyak kelapa sawit telah dapat diolah menjadi minyak goreng, yang merupakan salah satu bahan pokok kebutuhan rakyat dan kebutuhan masyarakat akan minyak goreng terus bertambah besar, selain karena meningkatnya taraf hidup juga karena pertambahan penduduk.
“Lebih dari itu, permintaan pasaran dunia terhadap minyak kelapa sawit juga cukup besar. Jika kita dapat memperbesar ekspor minyak kelapa sawit kita, maka penerimaan devisa kita pun akan bertambah besar,” katanya.
Ditambahkan, dalam masa pembangunan sekarang ini memang diperlukan devisa dalam jumlah besar, untuk mengimpor barang-barang modal dan jasa-jasa guna memperluas jangkauan pembangunan.
Hal ini mutlak perlu, karena hanya dengan terus memperluas jangkauan pembangunan, akan mampu diperbaiki mutu kehidupan lahir batin seluruh rakyat.
Perluasan dan peningkatan pembangunan itulah yang harus terus dilakukan dalam Repelita IV sekarang ini. Sebab hanya dengan demikian, dapat diwujudkan tekad untuk menciptakan kerangka landasan yang akan dimantapkan lagi dalam Repelita V agar dalam Repelita VI Indonesia mampu tinggal landas membangun dengan kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yang menjadi citacita pembangunan bangsa Indonesia.
Dua Pola
Sementara itu Menteri Pertanian Ir. Achmad Affandi dalam sambutannya mengatakan, pengembangan perkebunan rakyat ditempuh melalui dua pola.
Pertama, pola PIR (perusahaan inti rakyat) untuk daerah-daerah yang mempunyai” perkebunan besar. Perkebunan besar bertindak sebagai inti, sedang perkebunan rakyat merupakan plasmanya.
Kedua, pola UPP (Unit Pelaksana Proyek) untuk daerah-daerah yang tidak ada perkebunan besar. Dalam pola UPP termasuk proyek PRPTE (Peremajaan, Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor), SRDP (Program Pengembangan Karet Rakyat) dan SRDP (Program Pengembangan Kelapa Rakyat) yang mendapat bantuan dana dari Bank Dunia.
Sesuai petunjuk Presiden, menurut menteri, perkebunan besar baik negara maupun swasta dijadikan pendukung dalam penerapan teknologi budaya maju, pengolahan dan pemasaran hasil-hasil perkebunan rakyat. Perkebunan-perkebunan besar itu menguasai keahlian, ketrampilan dan pengalaman.
PN/PT Perkebunan khususnya dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pada umumnya, mengemban tugas rangkap. Sebagai perusahaan, Ia diberi tugas untuk memperoleh keuntungan bagi negara, termasuk memperoleh devisa.
Sebagai modal pembangunan, ia ditugasi untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri. Selain itu, ia ditugasi pula membangun subsektor perkebunan pada umumnya dan perkebunan rakyat khususnya.
Apa yang disaksikan sekarang ini merupakan wujud pengabdian PNP VII kepada negara dan bangsa Indonesia. Walaupun sampai saat ini kebun-kebun kelapa sawit yang sudah dibangun masih sedikit, tapi dalam rencana pembangunannya di Kalimantan Barat ini akan mencapai 91.650 hektar sampai akhir Pelita IV (1988) nanti.
Ini tersebar untuk Proyek PNP VII Sanggau seluas 16.650 hektar, PIR Ngabang 14.500 hektar, PIR Khusus Parindu 11.500 hektar, serta Proyek Kebayan 50.000 hektar.
Pabrik kelapa sawit itu dibangun oleh pabrik mesin Tenera rnilik PNP VII Sumatra Utara. Mulai dibangun tahun 1982 dengan biaya Rp 6,3 milyar dan diuji coba bulan Desember 1983. Sebagian besar komponen pabrik ini buatan dalam negeri yaitu mencapai 67 persen, sedang komponen impor hanya turbin dan ketel.
Kapasitas pabrik 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam, dan direncanakan akan dikembangkan mencapai 60 ton TBS/per jam.
Bahan baku akan diperoleh dari perkebunan kelapa sawit di sekitar pabrik yang sekarang sudah ditanarni seluas 13 ribu hektar dan 1300 hektar diantara sudah menghasilkan. Pabrik-ini menyerap 7.429 tenaga kerja, yang sebagian besar, yaitu 67 persen, berasal dari masyarakat Kalbar sendiri. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (11/05/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 713-716.