KEPPRES NO 26/1984 DITANDA TANGANI : PENGAMPUNAN UNTUK TUJUH JENIS PAJAK
Presiden Soeharto telah memutuskan untuk memberi pengampunan pajak untuk tujuh jenis pajak. Melalui Keppres nomer 26 tahun 1984 pengampunan pajak kepada wajib pajak itu ditanda tangani hari Rabu tanggal 18 April.
Menko Ekuin Ali Wardhana mengumumkan hal itu kepada wartawan kemarin setelah bersama Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka.
Secara terperinci ia menjelaskan, pengampunan pajak yang berlaku untuk sampai tahun pajak 1983 meliputi pajak pendapatan, pajak perseroan atau laba. MPO pajak pendapatan buruh, pajak penjualan pajak atas bunga, Dividen dan Royalty serta pajak kekayaan.
Menurut Ali Wardhana, untuk mendapatkan pengampunan pajak ada enam persyaratan yang harus dipenuhi.
Antara lain, bagi yang belum punya nomor wajib pajak harus mendaftarkan diri pada Kantor Inspeksi Pajak di wilayah masing-masing. Bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan harus menyampaikan daftar kekayaan per 1 Januari 1984 secara benar. Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, dengan sendirinya pengampunan pajak menjadi gugur.
Dikatakan, pajak kekayaan yang belum pemah dikenakan atau dipungut sesuai yang dimintakan pengampunan dikenakan tebusan tarip 1% bagi yang telah memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak dan 10% bagi yang belurn memasukkan Surat Pemberitahuan pada tanggal ditetapkannya Keppres pengampunan pajak.
Dalam pasal 7 disebutkan, wajib pajak yang melapor untuk memperoleh pengampunan dimaksud dibebaskan dari pengusutan fiskal. Tentang adanya laporan kekayaan dalam usaha minta pengampunan tidak akan dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun terhadap Wajib Pajak.
Menteri menghimbau supaya masyarakat wajib pajak menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya karena wajib pajak diandalkan untuk mensukseskan pembangunan.
Untuk melaksanakan sistem perpajakan yang baru jelas perlu pangkat tolak yang bersih. Untuk itu dituntut kejujuran, keterbukaan masyarakat. Diakui dengan adanya pengampunan pajak pemerintah kehilangan penerimaan pajak cukup besar. Namun, kalau tidak dimulai sekarang, di waktu mendatang akan lebih sulit lagi.
"Kepada wajib pajak, lupakanlah masa lampau dan mari kita mulai dengan halaman baru bidang perpajakan. Dengan demikian segala keresahan perpajakan di masa lalu dapat dihilangkan” demikian pesan Menko Ekuin, sambil menambahkan, kini bukan saatnya main kucing-kucingan satu sama lain.
Pasal-pasalnya
Pasal-pasal Keppres No.26 tahun 1984 tersebut selengkapnya sebagai berikut.
Pasal 1
(1) Wajib Pajak orang pribadi atau badan dengan nama dan dalam bentuk apapun baik yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak diberi kesempatan untuk mendapatkan pengampunan pajak.
(2) Pengampunan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan atas pajakpajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari:
a. Pajak pendapatan atas pendapatan yang diperoleh dalam tahun pajak 1983 dan sebelumnya;
b. Pajak Kekayaan atas kekayaan yang dimiliki pada tanggal 1 Januari 1984 dan sebelumnya;
c. Pajak Perseroan atas laba yang diperoleh dalam tahun pajak 1983 dan sebelumnya;
d. Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty yang terhutang atas bunga, dividen dan royalty yang dibayarkan atau disediakan untuk dibayarkan sampai dengan tanggal 31 Desember 1983
e. MPO wapu yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya;
f. Pajak Pendapatan Buruh (PPd. 17a) yang terhutang dalam tahun pajak 1983 dan sebelumnya;
g. Pajak Penjualan yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya.
Pasal 2
(1) Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk mendapatkan pengampunan pajak adalah:
a. Mendaftarkan diri pada Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan bagi yang belum mempunyai nomor pokok wajib pajak;
b. Menyampaikan pernyataan tertulis mengenai jenis pajak dan tahun pajak yang dimintakan pengampunan;
c. Menyampaikan daftar kekayaan per 1 Januari 1984 yang benar bagi wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan;
d. Menyampaikan Neraca per 1 Januari 1984 yang benar bagi wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan bagi wajib Pajak
e. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan sebenarnya mengenai penghasilan 1984 bagi Wajib Pajak-Pajak Penghasilan, kekayaan per 1 Januari bagi Pajak Pajak Kekayaan pemungutan/pemotongan Pajak Penghasilan tahun 1984 dan pemungutan Pajak Penjualan serta Pajak Pertambahan atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
f. Mengisi dengan benar Surat Pemberitahuan mengenai segala jenis pajak tahun-tahun 1985; 1986 dan 1987.
(2) Dalam hal pesyaratan tersebut pada yat (1) tidak dipenuhi, maka pengampunan pajak dengan sendirinya gugur.
Pasal 3
1. Atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut yang dimintakan pengampunan pajak, dikenakan tebusan dengan tarip.
2. Dalam hal pesyaratan tersebut pada yat (1) tidak dipenuhi, maka pengampunan pajak dengan sendirinya gugur.
Pasal 4
(1) Atas pajak-pajak yang belum pernah sepenuhnya dikenakan atau dipungut pengampunan pajak, dikenakan tebusan dengan tarip,
1. 1 (satu persen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan bagi Wajib Pajak yang ada pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini telah memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan Perseroan tahun 1983 dan Pajak kekayaan 1984.
2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak dimintakan pengampunan, bagi wajib pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keeputusan Presiden ini belum memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan tahun 1983 dan Pajak Kekayan tahun 1984.
Pasal 4
a. Jumlah kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dimasukkan dalam modal perusahaan.
b. Peningkatan modal saham sebagai akibat pertarnbahan modal perusahaan dibebaskan dari Bea Meterai Modal.
c. Penambahan nilai saham dan atau pemberian saham baru kepada pemegang saham sebagai akibat pertambahan modal perusahaan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan.
Pasal 5
(1) Pernyataan dalam rangka pengampunan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (I) harus disampaikan ke Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 1984.
(2) Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke Kantor Inspeksi Pajak harus diberi tanda penerimaan, sedangkan yang dikirim dengan pos tercatat, resi pengiriman dianggap sebagai tanda bukti penerimaan.
Pasal 6
Daftar kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (I) huruf c dan huruf d harus disampaikan kepada Kepala Inspeksi Pajak dalam wilayah Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1984 disertai tanda bukti setoran uang tebusan sebagaimana ditetapkan dalarn Pasal 3.
Pasal 7
a. Wajib Pajak yang melapor untuk mendapatkan pengampunan pajak, atas pajak pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasall ayat (2) dibebaskan dari pengusutan fiskal.
b. Laporan tentang kekayaan dalam rangka pengampunan pajak tidak dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun terhadap Wajib Pajak.
Pasal 8
Bagi Wajib Pajak yang sekarang dalam proses pemeriksaan untuk keperluan perpajakan atas Wajib Pajak yang dalam proses penyidikan pada saat berlakunya Keputusan Presiden dimana dari laporan pemeriksaan atau penyidikan dimaksud telah diketahui jumlah yang seharnsnya terhutang, maka untuk jumlah yang telah tersebut tidak dapat diberikan pengampunan pajak.
Pasal 9
Hal hal yang belum cukup diatur berkenaan dengan pelaksanaan Keputusan Presiden diatur lebih Ianjut oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara republik Indonesia (RA)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (19/04/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 709-713.