PRESIDEN BERI PENJELASAN PADA ROMBONGAN MORRISON : DELEGASI PARLEMEN AUSSI BEBAS BERGERAK DI TIM-TIM
Presiden Soeharto yang memberikan keterangan tangan pertama secara terperinci mengenai kebijaksanaan Pemerintah RI mengenai Timor Timur sebelum Indonesia masuk kesana, antara lain mengatakan bahwa Pemerintah RI tidak mempunyai pilihan lain oleh karena tidak bertanggung jawabnya Pemerintah Portugis atas apa yang terjadi di daerah bekas koloninya itu.
Ungkapan tersebut diulangi kembali delegasi Parlemen Australia W.L. Morrison yang berbicara kepada wartawan di Bina Graha setelah ia dan empat anggota lainnya diterima Presiden Soeharto di tempat yang sama.
Pada waktu pemerintahan bekas F.M Whitlam, Morrison menjabat sebagai Menteri Pertahanan jabatan mana berakhir pada 11 Nopember 1975. Pada waktu itu ia menyadari akan posisi pribadi Presiden Soeharto mengenai Timor Timur, yaitu bahwa Pemerintah RI sampai tahun 1975 tidak ada klaim terhadap Timor Timur dan maksud Indonesia hanyalah agar terdapat dekolonisasi di daerah jajahan Portugis itu hal mana mendapat dukungan dari pemerintahan bekas PM Whitlam.
Dan pemerintahan Whitlam waktu itu mendorong pemerintahan penjajah Portugis untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai kekuasaan kolonial agar terdapat dekolonisasi secara damai. Malahan Australia katanya, terlibat mengatur pertemuan antara Indonesia dan Portugis di Roma dan kemudian di Macao.
Dan perkembangan selanjutnya di Timor-Timur sesudah Whitlam tidak berkuasa lagi menimbulkan masalah dalam hubungan antara Indonesia dan Australia.
Saling Pengertian
Morrison selanjutnya mengatakan, dengan penjelasan Presiden Soeharto tersebut ia memperoleh pandangan Kepala Negara RI dari tangan pertama. Presiden Soeharto mengatakan, demikian Morrison, bahwa tadinya ada orang Timor Timur yang ingin berimigrasi dengan Indonesia tapi ada pula yang ingin merdeka.
Ketika Morrison menyebutkan kepada Presiden Soeharto bahwa diperlukan saling pengertian mendalam antara Indonesia dan Australia dan hal ini bisa tercipta dengan saling mempunyai wakil media di kedua negara.
Presiden menurut Morrison menyatakan sepandangan dengan maksud meningkatkan saling pengertian tsb namun pers baik di Australia maupun di Indonesia harus memberikan pengertian mengenai pembangunan di negara itu demi peningkatan pengertian antara kedua negara.
Morrison sebagai satu satunya yang berbicara kepada pers di Bina Graha tidak menjawab satupun karena sempitnya waktu. Ia mengatakan untuk meningkatkan saling pengertian bukan hanya melalui kontak antara pemerintah saja atau delegasi parlemen tapi juga antara rakyat kedua negara.
Ia kemudian mensitir apa yang dikatakan kepada delegasinya oleh Ketua DPR Amir Machmud Senin karena bahwa tetangga yang akrab daripada kerabat yang jauh.
Morrison mengatakan bahwa Indonesia dan Australia adalah dua tetangga dekat dan oleh karena itu mereka bertanggung jawab untuk memikul beban membentuk hubungan baik antara kedua negara. Ia berpendapat sangatlah penting untuk meningkatkan saling pengertian tersebut.
Di bagian lain, Morison memberikan koreksi atas apa yang ditulis media di Indonesia yang menyebutkan bahwa ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan ketika Indonesia masuk ke Timor Timur.
Yang benar katanya ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan hanya sampai 1 Nopember 1975 sementara Indonesia memasuki TimorÂTimur Desembertahun yang sama.
Kunjungan mereka sekarang diperpanjang dari lima hari yang merupakan kunjungan normal dari suatu delegasi parlemen menjadi sepuluh hari.
Kepala Negara juga mengulangi bahwa mereka boleh mengadakan peljalanan ke mana saja, sehingga dengan demikian lebih memperkuat lagi undangan yang tadinya mereka peroleh dari Gubernur Tim-tim.
Tiga helikopter, kata Morrison disediakan untuk mereka pergunakan di sana agar dapat bergerak ke mana-mana. Dan hal itu menurut Morrison akan dipergunakan sebaik-baiknya.
Beri Kelonggaran
Dalam pada itu, Ketua DPR/ MPR Amir Machmud mengatakan, Presiden telah menjelaskan secara panjang lebar dan lengkap mengenai masalah integrasi Timor Timur kepada delegasi parlemen Australia.
Hal itu dikemukakan Amir Machmud seusai mendampingi delegasi parlemen Australia menemui Presiden Soeharto di Bina Graha Selasa pagi.
MenurutAmir Machmud pemerintah Indonesia telah memberikan kelonggaran 1 hari bagi kunjungan parlemen Australia ke Timor Timur. Delegasi Australia tersebut selama di Tim-tim bebas menemui siapa saja di sana, kata Amir Machmud. Selama di Tim-tim delegasi tersebut akan mendengar dan melihat sendiri keadaan di Timor Timur.
Di DPR
Sementara itu, delegasi parlemen Australia yang bertemu di gedung DPR dengan Badan Kerja sama Antar Departemen (BKSAP).
DPR serta pimpinan Komisi I DPR juga membicarakan Timor Timur. Anggota DPR sengaja lebih banyak menjelaskan soal Timor Timur sebab salah satu acara parlemen Australia ini mengunjungi daerah tersebut, kata Ketua BKSAP DPR Sukardi Senin siang seusai pertemuan.
Delegasi parlemen Australia yang terdiri dari 3 anggota Partai Buruh dan 2 dari Partai Liberal itu menyatakan, secara de facto Australia sudah mengakui integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Tapi pengakuan secara de jure masih akan dibicarakan dengan parlemen Australia.
Mengenai sikap Australia yang abstain dalam forum PBB Sukardi menilai sikap semacam itu sebenarnya sudah berarti setuju.
Persetujuan yang tidak diwujudkan secara langsung katanya dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tersinggungnya negara-negara lain yang tidak menyetujui sikap Australia mengakui integrasi Timor Timur dengan Indonesia.
Dikatakan, dalam perjuangan politik selalu ada kehonnatan politik bagi setiap partai. Dengan demikian, dalam mengemukakan sesuatu, setiap partai akan memilih waktu yang tepat.
Laporan apapun yang akan dibawa ke parlemen oleh delegasi adalah hak mereka. Tapi sebagai negara tetangga yang baik Sukardi meminta, melalui hubungan parlemen, hubungan kedua negara hendaknya dari waktu ke waktu menjadi semakin baik.
Dalam pertemuan dengan pimpinan DPR yang sebelumnya dilakukan. Ketua DPR Amir Machmud antara lain mengatakan, integrasi Timor Timur dengan Indonesia memang sesuai dengan kehendak rakyat Timor Timur itu sendiri. (RA)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber : SINAR HARAPAN (1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 205-208.