PRESIDEN HADIAHKAN PENGHARGAAN KALPATARU

PRESIDEN HADIAHKAN PENGHARGAAN KALPATARU

Presiden Soeharto hari Senin di Istana Negara Jakarta menganugrahkan penghargaan Kalpataru 1983, kepada empat kelompok masyarakat sebagai penyelamat lingkungan, tiga tokoh perintis lingkungan dan dua pengabdi lingkungan.

Mereka yang ditetapkan sebagai penerima penghargaan Kalpataru 1983 itu terpilih setelah dilakukan penyaringan dari 147 calon yang diusulkan tahun ini. Penyaringan dilakukan oleh suatu dewan juri dan diperkuat oleh team penilai.

Kelompok-kelompok masyarakat yang menerima penghargaan Kalpataru 1983 untuk penyelamat lingkungan adalah dewan Musyawarah Adat Kampung Ormu (di Desa Newa, Keeamatan Depapre, Kabupaten Jayapura, Propinsi Irian Jaya), kelompok tani "Margo Utomo" (di Dukuh Tunggorono, Desa Kalimanis, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur), kelompok tani "Temu Dewi" (di Desa Pecatu, Keeamatan Kuta, Kabupaten Badung, Propinsi Bali) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Girimarto (Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah).

Sedang penghargaan Kalpataru 1983untuk perintis lingkungan diberikan kepada Zamrisyaf dari Desa Sitalang, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Soewono Blong (Desa Mentikan kecamatan Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Jawa Timur) dan Soelaiman Welem Sonbai (Kepala Desa Fatumnutu, Keeamatan Molo Selatan, NTT (Nusa Tenggara Timur).

Penghargaan Kalpataru 1983 untuk pengabdi lingkungan diberikan kepada Mad Sahi (Polisi khusus PPA untuk eagar alam Pulau Dua, yang tinggal di Kampung Cangkring, Desa Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Jawa Barat) dan Astedja bin Kemar (penjaga hutan kawasan cagar alam Way Kambas di Way Kanan, Kab paten Lampung Tengah, Propinsi Lampung).

Kepala Negara memberikan pula bantuan uang sebesar Rp 5 juta kepada masing­masing kelompok penyelamat lingkungan dan Rp 2,5 juta kepada para perintis dan pengabdi lingkungan yang menerima penghargaan Kalpataru 1983.

Penganugerahan penghargaan dan bantuan itu dilangsungkan di Istana Negara Jakarta pada upacara peringatan hari lingkungan hidup se-dunia 1983 yang dihadiri oleh beberapa Menteri Kabinet Pembangunan IV

Dewan juri yang menetapkan penerima penghargaan Kalpataru 1983 terdiri Ny. Salyo, Prof. Soemitro Djojohadikusumo, TB Simatupang, Prof. Mukti Ali, Prof. Bachtiar Rivai, Sekjen Depdagri Daryono SH dan Dr. Koesnadi Hardjasoemantri.

Tiga Pegangan

Presiden Soeharto pada sambutannya pada upacara itu mengemukakan tiga pegangan yang perlu dikembangkan bersama dalam menghadapi tantangan pembangunan yang akan datang. Yaitu melaksanakan pembangunan dengan wawasan lingkungan, menumbuhkan etika lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan serta melaksanakan pembangunan dengan menumbuhkan kemandirian.

Dijelaskan oleh Presiden, proses pembangunan tidak boleh menguras, merusak dan menghabiskan sumber alam sehingga tujuan pembangunan jangka panjang tidak tercapai.

"Dalam hubungan ini sangat penting memilih teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan cara-cara membangun yang mampu memelihara keutuhan sumber alam untuk menopang pembangunan secara berkesinambungan", kata Presiden.

"Pembangunan menghasilkan barang dan jasa tapi berbarengan dengan itu juga dikeluarkan limbah, sampah dan barang buangan lain. Harus kita usahakan supaya hasil sampingan itu bisa diolah kembali, sehingga berguna bagi pembangunan", ujar Kepala Negara.

Presiden mengingatkan, Tuhan menciptakan segala benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia, yang terikat dalam jaringan kehidupan sebagai tatanan kesatuan. Maka menjadi kewajiban kita, katanya, menumbuhkan prinsip­prinsip moral yang mampu memelihara jaringan kehidupan itu.

Sikap hidup kita terutama selaku manusia Pancasila harus memuat nilai-nilai yang mengacuhkan sesama mahluk hidup lainnya.

"Seluruh isi bumi ini tersedia bagi umat manusia untuk dimanfaatkan. Tapi dalam memanfaatkannya kita harus memperhitungkan pengaruh timbal balik kepada mahluk hidup dan kehidupan alam lainnya, tidak saja untuk satu generasi tapi juga untuk kepentingan generasi masa depan", demikian Presiden menegaskan.

Dalam etika lingkungan, kata Kepala Negara, perlu ditumbuhkan prinsip dan sikap hemat dalam menggunakan sumber alam serta dalam memenuhi kebutuhan kelompok penduduk yang belum terpenuhi kebutuhan pokoknya. "Sikap ini penting untuk mengembangkan kesetiakawanan sosial", tambah Kepala Negara.

Pembangunan, menurut Presiden, harus mampu mengembangkan segala potensi yang terdapat dalam diri manusia.

"Usaha menegakkan sikap kemandirian manusia menjadi sangat penting, sebab manusia memang harus mampu mengembangkan potensi diri secara mandiri, turut berkembang rasa harga diri, kepercayaan diri dan martabat diri manusia”, demikian Presiden.

Kepada penerima penghargaan Kalpataru, Kepala Negara menganjurkan agar melanjutkan usaha mereka sehingga menjadi suri tauladan bagi masyarakat.

Kesuraman Ekonomi

Kepala Negara pada awal sambutannya mengemukakan, peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun iniberlangsung dalam suasana yang diliputi kesuraman ekonomi.

Resesi yang melanda dunia menyebabkan banyak negara yang mengalami kesulitan ekonomi, ekspornya menurun, jumlah pengangguran bertambah, pendapatan negaranya berkurang dan pembangunan nasionalnya mengalami kemacetan.

Dalam keadaan yang kurang baik itu banyak negara yang memusatkan perhatiannya pada penanggulangan krisis ekonomi yang berjangka pendek, tanpa memikirkan akibat-akibat yang akan diderita dalam jangka panjang di kemudian hari.

Dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang diderita, ada negara yang tergoda menguras sumber alamnya guna mengatasi kekurangan devisa. Ada pula sejumlah negara yang menurunkan ukuran dan pertimbangan lingkungan hidupnya.

"Kita merasa bersyukur, Indonesia tidak sampai terjerat dalam kepicikan pandangan pembangunan yang berjangka pendek seperti itu", kata Presiden.

Walaupun Indonesia juga mengalami akibat resesi ekonomi dunia sehingga menekan laju pertumbuhannya dan menghambat laju pembangunan namun hal itu tidak akan ukuran serta pertimbangan lingkungan.

"Kita tetap bertekad menghadapi kesulitan ekonomi-bagaimanapun besar dengan tidak membah arah pembangunan jangka panjang yang telah kita tetapkan bersama", demikian Kepala Negara. (RA)

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (07/06/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 448-450.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.