PRESIDEN : PEMERINTAH HARGAI KESADARAN 10.000 KK YANG TINGGALKAN SAGULING
PLTA Sangguling Mulai Dibangun
Pemerintah sangat menghargai kesadaran dan kesediaan penduduk untuk meninggalkan daerah Saguling, yang akan terkena proyek pembangunan PLTA (Pusat Listrik Tenaga Air) berkekuatan 700 Megawatt.
"Pengorbanan mereka bukanlah pengorbanan yang sia-sia, sebab pusat listrik tenaga air dan bendungannya, kecuali akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat luas, juga membawa manfaat yang besar bagi pembangunan kita," demikian Presiden Soeharto dalam amanatnya pada upacara peletakan "batu abadi", tanda peresmian dimulainya pembangunan Bendungan Utama PLTA Saguling, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat Selasa pagi kemarin.
Presiden mengingatkan, pembangunan haruslah dipandang sebagai peijuangan dan karenanya tekad untuk membangun tidak boleh mengendor. Pembangunan sebagai perjuangan juga tidak sepi dari masalah dan tantangan, bahkan tidak jarang diselingi rasa was-was dan derita. Pembangunan kadang-kadang memerlukan pengorbanan yang sulit dihindari.
Pengorbanan itu tidak selamanya berarti penderitaan, dan seringkali hanya minta kemampuan menahan diri sekarang, agar nanti dapat mencapai hasil yang lebih besar.
Diakui oleh Presiden, pengorbanan itu diminta pula dari sebagian masyarakat di daerah yang terkena pembangunan proyek PLTA Saguling. Lebih dari 10.000 kepala keluarga yang tinggal di daerah itu terpaksa melepas tanah dan tempat tinggal mereka.
Pemerintah memang telah memberikan ganti rugi dan mentransmigrasikan ke tanah-tanah yang masih luas dan kosong di luar Pulau Jawa dan di tempat baru itu mereka mendapat lahan pertanian yang menjadi miliknya.
Kesadaran mereka, demikian Presiden, patut dihargai. "Atas kesediaan masyarakat daerah ini melepaskan tempat tinggal dan tanah mereka, saya pribadi dan atas nama Pemerintah menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesarbesarnya," kata Presiden.
Menjelaskan makna pembangunan PLTA itu, Presiden mengatakan, hal itu sejalan dengan tekad untuk meletakkan kerangka landasan menuju tinggal landas pembangunan pada Pelita IV.
Pembangunan PLTA dimaksud untuk memenuhi kebutuhan listrik yang senantiasa meningkat selaras laju pembangunan.
Selain itu, proyek tersebut juga merupakan perwujudan usaha menghemat bahan bakar minyak, yang kecuali mahal harganya, juga merupakan "barang" ekspor yang penting untuk menghasilkan devisa yang besar bagi negara.
Dengan menempuh arah pengembangan energi yang demikian, di satu pihak akan memenuhi dan sekaligus meninggalkan kebutuhan tenaga listrik dan di pihak lain kita akan dapat lebih banyak mengekspor minyak yang hasilnya dapat digunakan membiayai pembangunan.
PLTA Saguling
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling yang dibangun dengan biaya US.$ 738.256.000 direncanakan mulai beroperasi September 1985.
Pembangunan PLTA Saguling merupakan salah satu pemanfaatan potensi tenaga air sungai Citarum yang menghasilkan tenaga listrik dengan daya kapasitas terpasang 700 Megawat. Tenaga listrik PLTA Saguling kira-kira 5 kali lebih besar dari PLTA luanda (Jatiluhur) yang juga memanfaatkan energi air sungai Citarum di sebelah hilir Saguling.
PLTA Saguling memiliki potensi untuk ditingkatkan kemampuannya hingga mencapai 1.400 MW.
Batu abadi yang diletakkan Presiden, merupakan landasan pembangunan bendungan ripe urugan batu setinggi 97,5 m untuk mendapatkan ketinggian air 645 m di atas permukaan Iaut. Bendungan ini dibangun atas kerja sama Dumez Travaux Publics (Perancis) dan PT. Mercu Buana Raya Contractor.
Direktur Utama PLN, Ir. Sardjono melaporkan, proyek PLTA Saguling menyerap tenaga kerja, 5.515 orang, diantaranya 253 tenaga asing. Ia juga menyebutkan, dengan selesainya PLTA Saguling dapat dihemat BBM 4,3 juta barel per tahun.
Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto mengingatkan, disamping manfaat yang diperoleh dari PLTA Saguling, juga perlu diperhatikan dampak negatifnya. Ia memperkirakan dampak negatif itu berupa timbulnya penyakit menular seperti cacing hati, malaria, demam berdarah, kolera dan sebagainya. Pelepasan air pada beban puncak dapat membahayakan penduduk yang ada di daerah hilir dan terjadi erosi pada tebing sungai.
Teknologi Harus Dimiliki
Seusai upacara di Saguling, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan komplek gedung kantor dan laboratorium Lembaga Elektronika Nasional LIPI, di Bandung.
Dalam amanatnya Presiden mengemukakan, kita harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak boleh lagi seolah-olah menjadi keajaiban yang harus kita impor.
"Ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi milik kita, menjadi bagian dari kehidupan yang berakar dan tumbuh dalam masyarakat kita sendiri," kata Presiden. Ini merupakan salah satu tantangan besar, terutama bagi ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia.
Dikatakan, dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kita memang mencapai kemajuan pesat, namun perjalanan masih akan panjang. Suatu hal yang membanggakan, demikian Presiden, makin hari makin banyak putera Indonesia yang dapat dibanggakan dalam ketinggian ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga mengingatkan, dalam melaksanakan pembangunan kita masih menghadapi berbagai tantangan termasuk hambatan serius yang diakibatkan kelesuan ekonomi dunia.
Kendati demikian pembangunan harus dilanjutkan dan semangat membangun tidak boleh mengendor dan tidak kalah pentingnya ialah memelihara dan memperkuat motivasi bangsa dalam membangun dan terus memperkokoh motivasi pembangunan sangat penting, sebab pembangunan yang berhasil tidak saja mendatangkan perbaikan, tetapi juga membawa tantangan dan persoalan baru.
Untuk mengatasi tantangan itu, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sangat membantu. Pembangunan masyarakat modern membuktikan bahwa dengan memanfaatkan teknologi secara tepat akan dapat mencapai kemajuan lebih cepat dan selamat, demikian Presiden.
Gedung Baru dan Laboratorium
LEN/LIPI yang diresmikan Presiden itu dibangun dengan biaya Rp 10 milyar, 95% diantaranya berasal dari dana yang dihimpun LEN sendiri. Luas bangunan 10.000 m2, yang berarti baru 50% dari rencana seluruh bangunan yang terletak di Jalan Sukarno Hatta, Bandung.
Dengan pengguntingan pita yang dilakukan Ibu Tien Soeharto, gedung baru itu mulai 31 Mei kemarin digunakan, setelah beberapa tahun LEN menempati rumahrumah kontrakan di Jalan Sawunggaling dan Ranggamalela.
Selesai peresmian, Presiden disertai Ibu Tien Soeharto, Mensesneg Sudharmono, Menpen Harmoko, beberapa Dubes, Pangkowilhan II, Gubernur Jabar dan Pangdam VI Siliwangi meninjau beberapa ruangan yang berisi peralatan laboratorium elektronika. (RA).
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (01/06/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 445-448.