PRESIDEN MINTA KEMBANGKAN KEBIJAKSANAAN PENANGANAN SAMPAH
Presiden Soeharto memerintahkan kepada Menteri Negara Kependudukan Lingkungan Hidup Dr Emil Salim agar mengembangkan kebijaksanaan penanganan sampah bersama pemerintah-pemerintah daerah, agar sejauh mungkin barang buangan itu dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.
"Dalam kaitan ini Kepala Negara menunjuk kemungkinan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku kompos atau bahan energi dan sebagainya," kata Emil Salim kepada wartawan di Bina Graha Jakarta setelah ini menghadap Presiden Soeharto hari Kamis.
Ia mengemukakan, karena kompos berguna untuk pertanian, khususnya heltikultura, maka dalam hubungan itu departemen pertanian perlu lebih mendorong penanaman holtikurtura agar permintaan terhadap kompos meningkat.
Dengan besarnya kebutuhan akan kompos, maka pengolahan sampah menjadi kompos akan lebih mudah dilaksanakan karena segi-segi ekonomisnya tercapai.
Menurut Emil Salim, Presiden Soeharto menekankan agar dalam usaha menangani aspek jumlah penduduk, misalnya melalui program keluarga berencana, jangan sekalikali mengabaikan segi-segi yang menyangkut kwalitas kependudukan.
"Jangan hanya memikirkan soal jumlah penduduk, tapi juga harus dipikirkan bagaimana meningkatkan kwalitas penduduk misalnya dalam hal gizi dan pendidikan,” ujar Kepala Negara sebagaimana diungkapkan Menteri Emil Salim.
Untuk itu, kata Emil Salim, pihaknya perlu mengadakan dialog dengan para menteri di bidang kesejahteraan rakyat misalnya menteri P & K, kesehatan, sosial dan sebagainya.
Tata Ruang
Presiden juga menekankan pentingnya pengembangan tata-ruang lingkungan hidup sehingga semua kekayaan alam digunakan sebijaksana mungkin. Dalam hal ini Kepala Negara menegaskan agar setiap menteri berpegang teguh pada peraturan yang ada.
Emil Salim mengatakan pula, Presiden Soeharto minta dalam pengembangan daerah dilakukan penyelesaian sehingga lingkungan hidup di Indonesia tidak rusak atau berkurang kemampuannya untuk mendukung tahap "lepas landas" pembangunan Indonesia dalam Pelita VI mendatang.
Untuk itu Menteri Emil Salim akan mengintensifkan dialog dengan para menteri yang menangani pengelolaan sumber alam (menteri pertambangan dan energi, pertanian, kehutanan dan sebagainya) agar dalam tahun pertama Pelita IV pemerintah dapat menyusun tata wilayah pengembangan dengan mengindahkan kemampuan sumber alam di masing-masing daerah.
Emil Salim menunjuk contoh, kawasan Puncak (Bogor) yang selama ini dikenai sebagai daerah wisata atau peristirahatan tidak boleh dimasuki industri.
Atas pertanyaan wartawan, menteri mengatakan pemerintah tidak akan memperpanjang izin penempatan bagi industri atau perusahaan yang sudah terlanjur berdiri di kawasan Puncak, sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kita sekarang berusaha menetapkan penggunaan tata ruang dengan menentukan mana daerah untuk hutan lindung, budi daya, industri, pariwisata dan sebagainya", katanya.
Menurut Emil Salim, kawasan Bogor merupakan sumber air bagi sungai-sungai yang masuk ke Jakarta, di mana sekarang debit dan kwalitasnya menurun. "Kalau ini ditata dengan baik, saya kira dalam waktu 15 tahun kita bisa menyelamatkan lingkungan di daerah itu," tambahnya.
Ditanya soal restoran-restoran yang ada di pinggir jalan raya antara Bogor Cianjur, Menteri Emil berpendapat bahwa hal itu harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
"Dalam hal ini perlu ada penyelesaian. Saya menilai ada beberapa di antaranya yang mengganggu kelestarian lingkungan," tandasnya.
Hari Lingkungan Hidup
Pada kesempatan itu Emil Salim juga mengungkapkan, dalam rangkaian Hari Lingkungan Hidup tanggal 5 Juni 1983 telah lulus nominal enam orang untuk menerima penghargaan Kalpataru di bidang penyelamat lingkungan, tujuh orang untuk bidang perintis lingkungan dan lima orang di bidang pengabdi lingkungan.
Mereka dipilih dari 86 calon penerima Kalpataru oleh suatu tim juri yang susunannya sama dengan tahun lalu, yaitu Ny. Suwarni Salyo, TB. Simatupang, Mukti Ali, Soemitro Djojohadikusumo, Bachtiar Rifai, Daryono dan Koesnadi Hardjasumantri.
Upacara penyerahan penghargaan Kalpataru akan dilakukan tanggal 6 Juni karena 5 Juni jatuh pada hari Minggu.
Titik berat peringatan tahun ini akan diletakkan pada terlibatnya masyarakat dalam kegiatan sendiri. Hari lingkungan tahun initidak diberi tema untuk memberi keleluasaan kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat mengembangkan prakarsa masingmasing, kata Emil Salim.
Wahana Lingkungan Hidup fudonesia akan menyelenggarakan pertemuan nasional di Bandung 26 sampai 28 Mei 1983. (RA)
…
Jakarta, Antara
Sumber : ANTARA (19/05/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 443-445.