BEBERAPA PROYEK TIMBULKAN DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN

BEBERAPA PROYEK TIMBULKAN DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN

Presiden Terima Laporan

PRESIDEN SOEHARTO menegaskan pembangunan harus dilaksanakan tanpa merusak lingkungan hidup. Sebab sesungguhnya pembangunan bisa aksanakan tanpa merusak lingkungan.

Hal ini ditegaskan Presiden setelah menerima Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim di Bina Graha hati Sabtu, yang melaporkan tentang adanya beberapa proyek yang akan dibangun dan yang sudah beroperasi yang ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Proyek-proyek tersebut antara lain rencana pembangunan proyek PLTA (pusat listrik tenaga air) di Kuto Panjang, Riau yang ternyata akan menenggelamkan candi-candi Muara Takus.

Rencana pembangunan proyek geothermal (pusat listrik dengan tenaga panas bumi) yang nampaknya akan memberikan dampak negatif pada cagar alam Batu Krabu di Bali.

Juga proyek penambangan nikel di Soroako, Sulawesi Selatan ternyata membawa perubahan pada air di Danau Matano, Towuti dan Mahalona. Ketiga danau itu berkaitan dengan sungai Laroma dan beberapa sungai lain. Di sungai Larona juga ada PLTA yang beroperasi untuk penambangan nikel.

Lalu penambangan batu granit di Pulau Karimun Besar yang ternyata mengupas hutan, sehingga daya tampung hutan untuk menyerap air menjadi berkurang.

Sedang yang terakhir adalah rencana pembangunan zona industri di Lhok Seumawe yang harus dilaksanakan tanpa memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup di daerah itu.

"Semua ini perlu diselesaikan dan dibicarakan antar instansi yang kepentingannya berbeda-beda," kata Emil Salim.

Ketika ditanya mengenai tiga pengusaha yang memperoleh izin HPHH (Hak Pengusahaan Hasil Hutan) oleh Pemda Sumatera Utara yang kemudian ternyata dalam operasinya bisa merusak kawasan hutan yang dijadikan Taman Nasional Gunung Leuser.

Menteri PPLH menyatakan Ditjen Kehutanan membatasi operasi pengusaha yang memperoleh HPHH itu agar tidak merusak taman nasional. Diakui masalahnya memang apakah usaha penggergajian kayu hutan itu bisa dikontrol dan tidak lepas kendali.

Balapan

Menteri PPLH menyatakan, soal pembangunan dan lingkungan ini memang masalah "balapan" dari Menteri PPLH. Tetapi soal ini tidak cuma dialami Indonesia saja, tetapi merupakan ciri khas negara berkembang.

Negara berkembang dalam usaha meningkatkan taraf hidup rakyatnya melaksanakan pembangunan. Tetapi di pihak lain pembangunan juga memberikan dampak pada lingkungan hidup.

"Kita tentu tidak bisa menyetop pembangunan. Jadi sementara pembangunan terus jalan, masalah lingkungan digarap sehingga dampak negatifnya bisa dihilangkan," katanya.

Tetapi menurut Emil Salim yang penting adakemauan politik dari pemerintah, mulai dari Presiden ke bawah, bahwa masalah lingkungan ini penting dan perlu ditangani.

"Sehingga kalau timbul masalah, lalu ada pertanyaan bagaimana alternatifnya supaya lingkungan hidup tidak menjadi rusak," kata Emil Salim.

Sebab bisa saja pemerintah suatu negara tidak perduli terhadap masalah lingkungan hidup dan ini terjadi di negara-negara Amerika Latin.

"Di sini tidak ada semua menganggap masalah lingkungan hidup perlu," katanya.

Reboisasi dan penghijauan Menteri PPLH juga mengatakan, jika reboisasi dan penghijauan dilihat sebagai masalah tersendiri, orang bisa memandang program ini sebagai salah arah tetapi masalah ini merupakan bagian dari sektor sumber alam dan lingkungan yang di dalamnya terdapat juga masalah tanaman pangan, transmigrasi dan lain-lain.

Semua ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan terhadap sumber alam dan meningkatkan daya dukungnya.

Faktor balapan antara usaha penghijauan dan reboisasi dengan petani yang "lapar" lahan bukannya tidak diperhitungkan pemerintah. Tetapi dalam pelaksanaan usaha mengurangi tekanan terhadap sumber alam ini ada keterbatasannya, yaitu kemampuan daya serap.

Program transmigrasi yang hendak memindahkan 500.000 kepala keluarga bukanlah soal gampang. Industri tidak bisa disuruh begitu saja untuk beroperasi di desa dan seterusnya.

Semua ini dikemukakan Emil Salim menanggapi pernyataan Prof. Otto Sumarwoto, Direktur Lembaga Ekologi Unpad yang berpendapat program reboisasi dan penghijauan selama ini keliru, karena seharusnya yang lebih digarap adalah upaya pengurangan tekanan penduduk atas lahan. (RA)

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (07/02/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 441-443.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.