PRESIDEN INGATKAN PARA PENGUSAHA NASIONAL HENDAKNYA TIDAK LATAH
Presiden Soeharto mengingatkan para pengusaha nasional Indonesia agar tidak latah ikut-ikutan dalam menanamkan modal untuk proyek-proyek yang sama.
Presiden mengemukakan hal itu ketika menerima Dewan Pengurus Pusat Kadin di Bina Graha, Sabtu. DPP Kadin dipimpin Ketua Umum Sukamdani Gitosardjono
Tony Agus Ardi, Wakil Ketua Kadin mengutip ucapan Kepala Negara mengatakan, jangan sampai terulang latah-latahan itu misalnya penanaman modal yang terlalu banyak pada proyek-proyek yang sama tanpa penelitian mendalam. Kelatahan itu berakibat produksi nasional menjadi jenuh dan terjadi “overproduksi”.
Dalam hal pengerahan modal, Presiden berpesan agar memanfaatkan terlebih dahulu dana nasional sebelum memanfaatkan dana dari luar negeri.
Presiden menilai kerja sama Kadin dengan pihak pemerintah baik terhadap departemen-depertemen teknis maupun BKPM telah berjalan baik namun perlu ditingkatkan lagi.
Agrobisnis
Ketua Umum Kadin mengatakan kepada wartawan, Presiden dalam pertemuan itu menjelaskan pentingnya partisipasi dunia usaha Indonesia dimasa mendatang, khususnya dalam bidang agrobisnis.
Partisipasi dunia usaha nasional di bidang agrobisnis ini memang diperlukan khususnya dalam mengembangkan kelapa sawit.
Sukamdani mengatakan, Kadin mengusulkan kepada pemerintah agar dalam sistim PIR Kelapa sawit partisipasi pengusaha swasta 50% – 50%, bukan 80% – 20%.
Dalam pengembangan kelapa sawit oleh usaha swasta, pemerintah menentukan dalam satu areal perkebunan, 80% diserahkan kepada rakyat dan dimasukkan dalam program PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan pengusaha swasta menanami area 120% selebihnya dan membangun pabrik prosesingnya.
Sukamdani mengatakan, pemerintah harus berani memberi jaminan kepada pengusaha swasta, sehingga petani PIR kelapa sawit itu hanya menyerahkan hasil kebunnya kepada satu pabrik yang ditentukan.
Dengan demikian, menurut Sukamdani, jangan lagi mengijinkan pendirian pabrik-pablik prosesing yang kecil-kecil di sekitar satu pabrik besar.
Kadin juga mengusulkan agar petani PIR masing-masing memperoleh lahan seluas 2 ha. Lahan seluas itu memberi kelayakan bagi petaninya untuk mengembalikan kredit dan memperoleh keuntungan secara wajar.
Dengan Presiden juga dibicarakan masalah HGU (Hak Guna Usaha) yang hanya berjangka waktu 30 tahun.
Presiden dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa HGU tersebut dapat diperpanjang, misalnya perusahaan tersebut telah berjalan 10 tahun maka dapat mengajukan permohonan untuk HGU 30 tahun lagi. Dengan demikian HGU itu bisa mencapai jangka waktu 50 tahun.
Preferensi 15%
Dalam pertemuan dengan Presiden itu juga dibicarakan keharusan pengusahapengusaha nasional diikutsertakan dalam tender-tender internasional atau pada proyek-proyek yang mendapat dana dari luar negeri.
Menurut Sukamdani, kalau pihak swasta nasional lebih tinggi penawaran harganya sampai 15% agar tender itu diberikan saja kepada pengusaha nasional.
Kepada Presiden juga dilaporkan rencana Kadin mengadakan Musyawarah kerja nasional pada pertengahan April mendatang.
Partisipasi Dunia Swasta
Sementara itu, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dr. Saleh Afiff, atas pertanyaan Komisi II DPR, dalam rapat kerja dengan Komisi II, Sabtu, di gedung DPR Jakarta, menyatakan, dalam mengembangkan bidang dunia usaha, pemerintah bertekad untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha swasta dalam menunjang pembangunan nasional.
Dalam hubungan itu, pemerintah berupaya mengembangkan dunia usaha nasional dengan bekerja sama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin),
Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi Naya Iskandar Sumantri tersebut, ia mengemukakan lebih lanjut, pemerintah juga mengusahakan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha agar terdapat keserasian dan kerja sama yang saling melengkapi antara usaha negara yang diwakili Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perkoperasian, dan dunia usaha swasta.
Sedang, fungsi BUMN dalam memberikan sumbangan terhadap perekonomian negara tercermin dari bentuk usahanya masing-masing, yaitu, Perjan, Perum, dan Persero.
Secara umum, BUMN merupakan aparat perekonomian negara untuk menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, serta aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi pembangunan.
Di samping meningkatkan aparatur perekonomian negara, pemerintah juga sedang menata kembali landasan hukum perekonomiannya. Dengan demikian nantinya, diharapkan dalam lingkungan BUMN terdapat keseragaman pola pemikiran, sehingga tercapai pola tindak yang sama dalam melaksanakan fungsi dan pengelolaan perusahaan.
“Pemerintah dewasa ini sedang menelaah secara seksama dengan memperhitungkan kondisi obyektif di semua daerah baik dari segi tersedianya tenaga ahli, sarana, maupun asas otonomi nyata, dalam usahanya untuk membuat Rancangan Undang-undang BUMN untuk menggantikan UU No. 5/1962,” ujar Saleh Afiff. (RA).
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (13/02/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 671-673.