PRESIDEN RESMIKAN KILANG DUMAI

PRESIDEN RESMIKAN KILANG DUMAI

INDONESIA MULAI MASUKI TAHAP SWASEMBADA BBM

Setelah Kilang Cilacap yang diresmikan Agustus 1983 dan Kilang Balikpapan pada Nopember Presiden Soeharto Kamis kemarin di Dumai (Riau) meresmikan lagi perluasan kilang bahan bakar minyak (BBM) Dumai.

“Dengan selesainya pembangunan perluasan kilang ini maka bangsa Indonesia kini mulai memasuki tahap swasembada BBM.”

Demikian Kepala Negara pada upacara peresmian kemarin yang dihadiri pula Ny. Tien Soeharto dan sejumlah menteri kabinet.

Dengan bisa swasembada BBM maka menurut Presiden Soeharto bangsa Indonesia juga makin bertambah siap untuk memasuki Repelita IV yang merupakan tahap terwujudnya kerangka landasan pembangunan nasional yang akan dimantapkan lagi dalam Repelita V. Sehingga dalam Repelita VI bisa tinggal landas melanjutkan pembangunan nasional dengan kekuatan sendiri.

“Dalam seluruh gerak pembangunan yang dilaksanakan kita memang bertekad bulat untuk mewujudkan swasembada di segala bidang,” kata Kepala Negara.

Ditambahkan, tentu saja kemampuan untuk berswasembada itu akan memakan waktu yang panjang. Namun usaha kearah itu harus tetap menjadi pusat perhatian kita semua.

Selama kita belum dapat berswasembada, terutama di bidang yang strategis, maka kita masih akan dilekati kerawanan-kerawanan.

Kilang Dumai ini akan mengolah residu (LSWR-Low Sulphur Wary Residue) dengan kapasitas 92.000 barrel LSWR/hari dan akan menghasilkan BBM yang identik dengan tambahan minyak mentah sekitar 198.000 barrel/hari.

Ditambah dengan Kilang Cilacap yang berkapasitas 300.000 barrel/hari dan Kilang Balikpapan sekitar 260.000 barrel/hari, maka dari ketiga kilang ini akan diolah sekitar 800.000 barrel/hari.

Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri selama ini Indonesia mengilangkan minyak mentah di Filipina sekitar 20.000 barrel/hari dan di Singapura sekitar 150.000 barrel.

Memenuhi kekurangannya, Pertamina juga membeli secara tunai antara 65.000 sampai 70.000 kilometer minyak tanah dan solar setiap hari dari kilang-kilang di Singapura.

Waktu dan Kerja Keras

Presiden Soeharto mengemukakan Indonesia memang memiliki sumber-sumber minyak bumi besar yang memang telah digali dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan mengekspornya yang menghasilkan devisa besar, jika baru sekarang swasembada BBM itu terwujud, maka hal ini menunjukkan bahwa pembangunan itu benar-benar memakan waktu dan meminta kerja keras seluruh rakyat tanpa kecuali.

Sebelum ini Indonesia masih harus mengimpor BBM maka hal itu tidak berarti bahwa pentingnya swasembada BBM tidak disadari.

Demikian pula jika ada bidang-bidang pembangunan lainnya yang belum memuaskan atau belum dapat ditangani secara tuntas itu tidak berarti bahwa bangsa ini tidak tahu arah pembangunan. Sebab kemampuan untuk menangani masalah-masalah tersebut belum dimiliki secara tuntas.

Ini adalah hukumnya pembangunan, sebab membangun masyarakat sama sekali bukan pekerjaan yang bisa selesai satu dua tahun, juga bukan pekerjaan yang selesai dalam satu atau dua Repelita saja.

“Sejak semula kita sadari bahwa landasan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila yang kita cita-citakan itu baru akan terwujud setelah kita bekerja keras secara terus menerus dalam beberapa Repelita,” kata Kepala Negara.

Penguasaan Teknologi

Menyinggung persiapan pembangunan itu sendiri, menurut Presiden Soeharto, mutlak memerlukan penguasaan dan penerapan teknologi.

Sejarah perkembangan industri-industri modern menunjukkan bahwa penguasaan teknologi merupakan jalan pintas yang cepat untuk mencapai kemajuan masyarakatnya. Namun pengalaman mereka juga membuktikan bahwa kemajuan itu bukannya tanpa bahaya yang mendatangkan berbagai penyakit dan krisis di bidang sosial maupun ekonomi.

Dalam berusaha keras untuk menguasai teknologi bangsa Indonesia telah mengamankan diri dari semula dengan tekad untuk melaksanakan pembangunan sebagai pengalaman Pancasila.

“Nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila akan menjamin bahwa masyarakat maju dan modern yang akan dibangun oleh bangsa Indonesia yang berkepribadian sendiri, yang menjamin martabat dan harkat manusia yang dapat menghindari krisis-krisis sosial dan ekonomi yang cenderung mengikuti perkembangan masyarakat industri modern”.

Dalam tekad untuk membangun masyarakat modern, kata Kepala Negara, bangsa Indonesia pun tidak ingin terus menerus hanya menjadi pengimpor teknologi.

”Teknologi harus menjadi milik kita menjadi bagian dari kehidupan yang berakar dan tumbuh dalam masyarakat kita sendiri”, kata Presiden.

Dikemukakan dalam waktu-waktu akhir ini bangsa Indonesia telah membangun berbagai proyek besar yang memerlukan penguasaan dan penerapan teknologi tinggi yang juga makin banyak melibatkan tenaga-tenaga dan pikiran-pikiran putra-putra Indonesia.

Semuanya ini menurut Kepala Negara, merupakan kekuatan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dalam memasuki tahap industrialisasi besar-besaran dalam tahun-tahun mendatang ini.

Kilang Dumai yang diperluas ini merupakan salah satu contoh penting bagaimana bangsa Indonesia memanfaatkan teknologi tinggi untuk mengolah sesuatu menjadi bahan yang lebih bermutu, lebih bermanfaat dan lebih bernilai.

Para menteri yang hadir kemarin adalah Menko Polkam Soerono, Menko Ekuin/Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH, Menteri Pertambangan dan Energi Soebroto, Menteri Keuangan Radius Prawiro, Menteri Tenaga Kerja Sudomo serta Menteri Muda Sekretaris Kabinet Drs Moerdiono.

Kilang Dumai

Kilang Dumai dimulai oleh Pertamina sejak 1969 dengan dua kilang yakni, Kilang Minyak Putri Tujuh dengan kapasitas terpasang 100.000 barrel minyak mentah/hari dan Kilang Sungai Pakning dengan kapasitas 50.000 barrel/hari.

Kecuali menghasilkan BBM berupa bensin, minyak tanah dan minyak solar, Kilang Dumai ini menghasilkan sekitar 55 persen minyak residu/LSWR.

LSWR ini tidak dapat dipergunakan dalam negeri, Karena itu diekspor ke Jepang dan AS, tetapi harga pasaran internasional residu rendah, dan pemasarannya pun sulit.

Oleh karena itu menurut, Menteri Pertambangan dan Soebroto, dibangunlah kilang perluasan untuk mengolah lebih lanjut LSWR menjadi BBM. Di samping itu Kilang Dumai ini juga memiliki unit calciner yang mampu memproduksi kokas (calcined coke) 767,3 ton per hari yang akan dipergunakan untuk proyek peleburan aluminium di Asahan.

Dirut Pertamina Joedo Sumbono melaporkan, pembangunan perluasan Kilang BBM Dumai ini dirintis sejak 1980 dan secara fisik mulai dibangun pada bulan Juni 1981.

Proyek yang lebih dikenal dengan nama Proyek Hydrocracker Dumai ini pada hakekatnya adalah suatu kompleks, yang antara lain terdiri dari sembilan unit pengolahan, 45 tangki penyimpan dan dermaga minyak.

Dari unit-unit pengolahan tersebut akan dihasilkan minyak tanah, bensin, solar, LPG serta bensin super. (RA)

Dumai, Kompas

Sumber : KOMPAS (17/02/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 673-676.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.