PRESIDEN MINTA PABRIK2 KIMIA JANGAN LENGAH

PRESIDEN MINTA PABRIK2 KIMIA JANGAN LENGAH

Presiden Soeharto minta agar industri-industri, khususnya pabrik-pabrik kimia yang menghasilkan limbah B3 (bahan beracun berbahaya) jangan Jengah dan melakukan pengecekan, penyimpanan dan pengelolaan, dengan demikian mampu menghindari akibat B3 dengan resiko yang sekecil-kecilnya.

Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim. menerangkan hal itu kepada para wartawan, selesai diterima Presiden, di Jl. Cendana, Senin pagi kemarin.

Permintaan Kepala Negara tersebut diputuskan setelah terjadinya musibah di pabrik kimia/pestisida di Bhopal, India Tengah, baru-baru ini. Seperti telah diberitakan, pabrik pestisida tersebut mengalami kebocoran, mengakibatkan keluarnya gas methyl isocyanate dan meracuni penduduk di sekitar pabrik itu. Sekitar 2000 jiwa penduduk tewas dan ribuan lainnya terancam buta.

Belajar dari pengalaman pahit di Bhopal tersebut, maka penanganan limbah B3 dari pabrik-pabrik kimia perlu ditingkatkan, kata Emil Salim. Pada tahap produksi, perlu dilaksanakannya teknologi bersih, artinya limbah-limbah dari jenis B3, perlu ditangani sampai resiko yang sekecil mungkin.

Hal kedua yang perlu dilakukan ialah harus terjadi “daur ulang”, artinya, B3 itu harus diretur, dikirim kembali ke negara asal untuk dirubah menjadi zat baru yang kurang berbahaya. Kemudian penyimpanan B3 perlu ditingkatkan pengamanannya.

Pada tahap konsumsi pestisida, perlu kembali digiatkan dan disebarluaskan penyuluhan akan berbahayanya obat pembunuh hama itu bila kita tidak hati-hati dalam penyimpanan, maupun penggunaannya.

Perlu penyuluhan yang sebaik­baiknya kepada masyarakat luas tentang berbahayanya barang-barang kimia hasil industri itu, misalnya diazinon, DDT, pupuk, juga baterai bekas. Perlu pula ditekankan bahwa obat DDT hanya untuk membunuh nyamuk-nyamuk malaria.

Ethiopia dan Cilacap

Musibah yang dialami oleh sebagian besar rakyat di Ethiopia, yakni berencana alam kekeringan yang kemudian mengakibatkan kekurangan pangan dan kelaparan. Senin pagi kemarin juga dibahas antara Presiden dan Menteri Negara KLH, Emil Salim.

Emil Salim menerangkan kepada para wartawan, musibah Ethiopia, akibat rusaknya lingkungan.

Kekurangan pangan di daerah itu, disebabkan oleh proses penciptaan gurun pasir dan ini disebabkan oleh banyaknya hewan di sana sedang padang rumput yang tersedia semakin menciut.

Sementara itu jumlah penduduk semakin banyak terjadi ketidak seimbangan alam dan mengakibatkan gangguan lingkungan. Menurut Emil Salim rata-rata seorang wanita di sana mempunyai anak 6 orang. Di Indonesia, seorang wanita memiliki 3 orang anak.

Banyaknya hewan yang tidak sesuai dengan banyaknya padang rumput, mengakibatkan terjadi “pemakanan rumput yang berlebihan”, bahkan sampai kepada akar-akarnya. Ini yang kemudian merusak tanah dan terjadi proses penciptaan gurun pasir.

Belajar dari pengalaman di Ethiopia tersebut, maka pengelolaan daerah­daerah peternakan, seperti di Sulawesi, NTB dan NTT, akan mendapat perhatian yang lebih banyak.

Khususnya dalam hal pencarian makanan bagi ternak-ternak. Misalnya, ternak-ternak tidak dibenarkan lagi hidup “meliar” mencari rumput di padang-padang rumput secara bebas. Untuk itu perlu kandang-kandang.

Hal lain yang dibahas antara Presiden dan Menteri Negara KLH adalah terjadinya wabah malaria di daerah Segara Anakan, Cilacap, dekat perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat di hulu Sungai Citanduy. Menurut Emil Salim, hal itu juga akibat terganggunya ekosistem atau lingkungan di tempat itu.

Di hulu Sungai Citanduy tersebut telah terjadi pendangkalan-pendangkalan akibat erosi yang dibawa aturan sungai.

Selain itu pohon-pohon bakau yang dulunya tumbuh rimbun di tempat itu telah banyak yang habis dibabat orang, akibatnya daerah perikanan dan perudangan menciut dan jentik-jentik malaria tidak ada lagi yang memakan. Biasanya jentik-jentik tersebut dimakan oleh ikan­ikan atau udang-udang di tempat itu.

Sapi dan Domba.

Masalah erosi dan pendangkalan di hulu Sungai Citanduy ini, beberapa waktu yang lalu telah ditangani oleh Pusat Studi Lingkungan ITB Bandung. Beberapa desa di daerah itu telah mendapat penyuluhan dari ITB, antara lain di desa Mekarsari, Ciamis.

Proyek penelitian oleh ITB tersebut diminta untuk diperluas dengan mengadakan lomba antar desa mengenai penanggulangan erosi. Untuk itu Presiden telah menyediakan hadiahnya, yakni sapi dan domba bagi pemenangnya, demikian Emil Salim.

Menteri Negara KLH kemarin juga lapor hasil Pertemuan ke-I Menteri­menteri Lingkungan Hidup se ASEAN, tanggal 29 sampai 30 Nopember 1984 yang lalu di Bangkok, Thailand.

Pertemuan berhasil mencapai kesepakatan dan ditandatangani,

1. Pernyataan Bersama Bangkok (Bangkok Declaration on the ASEAN Environment)

2. Pernyataan bersama mengenai taman nasional dan suaka alam (ASEAN Declaration on Heritage Parks and Reserves)

3. Persetujuan mengenai program lingkungan hidup ASEAN tahap ke II

4. Persetujuan ASEAN mengenai pelestarian alam dan sumber daya alam. (RA)

Jakarta, Berita Buana

Sumber : BERITA BUANA (11/12/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 768-770.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.