PRESIDEN PADA PERINGATAN ISRA MI’RAJ KEHIDUPAN AGAMA TIDAK TERANCAM

PRESIDEN PADA PERINGATAN ISRA MI’RAJ KEHIDUPAN AGAMA TIDAK TERANCAM

Tidak Perlu Kuatir dengan Pemantapan Asas Pancasila

Presiden Soeharto menegaskan, kehidupan agama tidak akan terancam dengan memantapkan Pancasila sebagai asas bagi organisasi sosial politik kemasyarakatan.

“Kekhawatiran itu tidak perlu ada. Pengalaman selama ini membuktikan bahwa kita, bukan saja tidak mengabaikan melainkan juga sangat memperhatikan pembangunan dalam kehidupan beragama bangsa kita”, ucap Presiden dalam sambutan pada upacara Peringatan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad S.A.W. di Masjid Istiqlal Jakarta, Sabtu malam.

Menurut Kepala Negara, kita tidak ingin hidup di dalam masyarakat yang masing-­masing kita hanya mengejar dan mementingkan kesejahteraan diri sendiri.

“Kita juga tidak ingin hidup dalam masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai kerohanian sehingga kita tenggelam dalam kehidupan kebendaan dan keduniaan semata-mata,” tegasnya.

Sekitar 6.000 Umat Islam Memenuhi Masjid

Istiqlal malam itu untuk memperingati Isra Mi’raj bersama Presiden dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah. Di samping Ketua MPR/DPR H.Amirmachmud dan para Wakil Ketua MPR/DPR juga tampak hadir bekas Wapres H. Adam Malik, para Ketua Majelis Ulama, para Menteri Kabinet para Duta Besar dan Kepala Perwakilan Negara-negara sahabat serta lebih dari 400 peserta Raker Paripurna Departemen Penerangan.

Belajar dari Kehidupan Nabi

Lebih jauh Presiden Soeharto mengajak seluruh bangsa untuk belajar dari kehidupan dan perjuangan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang tidak pernah mundur dalam usaha mencapai cita-cita beliau.

Kalau beliau saja, Nabi yang membawa risalah dari Tuhan sendiri harus menghadapi halangan dan rintangan yang sangat banyak, kata Presiden selanjutnya, apalagi kita yang hidup jauh di belakang beliau.

“Justru di sinilah terletak ujian bagi kita, apakah kita mampu atau tidak mampu mengambil teladan dari Nabi junjungan kita itu dalam sikap istiqamah yang tidak pernah goyah, terus berjuang mengatasi rintangan demi rintangan, mewujudkan cita­cita yang kita yakini,” tambah Presiden.

Yang perlu kita lakukan adalah, agar semua kita, lebih-lebih kaum muslimin sebagai mayoritas bangsa Indonesia, berusaha makin keras untuk meningkatkan semangat kerja kita untuk membangun bangsa ini, lahiriah maupun batiniah.

“Bermacam-macam hambatan dan rintangan tentu saja akan kita hadapi. Halangan dan rintangan itu tidak pernah habis, bahkan ia kita rasakan sebagai pendorong semangat untuk bekerja lebih keras dan lebih tekun lagi,” tambahnya.

Kedalaman hidup keberagamaan

Seperti juga disampaikan di dalam Raker Departemen Agama 1984 yang lalu, Presiden menandaskan sekali lagi pentingnya masalah kedalaman hidup keberagamaan kita. Keberagamaan kita dalam menghadapi bermacam-macam godaan yang membuat kita lupa akan dosa baik dosa kepada Tuhan maupun terhadap sesama kita.

Dalam proses pembangunan yang panjang itu Kepala Negara menekankan tentang usaha penegakan hukum yang terus menerus dalam kehidupan bangsa. Namun di samping itu kita harus terus juga berusaha membangun kehidupan keagamaan agar bangsa kita menghayati sepenuhnya apa yang disebut hak dan bathil, adil dan zalim, halal dan haram.

Dalam pembangunan kehidupan bcragama, menurut Presiden Soeharto, kita juga harus mengembangkan solidaritas sosial dan solidaritas nasional diantara sesama kita.

“Sebab agama kita dan agama lain pada umumnya mengajarkan nilai tentang cinta, tenggang rasa dan pengorbanan terhadap sesama,” tambahnya, karena perbedaan kita sebagai satu bangsa baik dalam paham politik maupun ekonomi, asal suku maupun ras, membuat kita kehilangan rasa kebersamaan dan persatuan sebagai satu bangsa,” kata Presiden Soeharto mengingatkan.

Ukuran kedewasaan kita

Ditambahkan, perbedaan dan kemajemukan adalah hal yang kodrati dan alami dalam kehidupan kita. Hal ini justru mendorong kita untuk mengembangkan sikap saling menghormati dan saling menghargai dalam pergaulan kita.

“Dalam hal ini, saya rasa, merupakan salah satu ukuran kedewasaan kita dalam kehidupan beragama dan berbangsa,” kata Presiden Soeharto pula.

Menurut Presiden, diperlukan suatu ideologi nasional untuk mengikat kita semua sebagai bangsa kita sudah punya Pancasila. Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana memfungsikan Pancasila itu hingga benar-benar menjadi tali pengikat bangsa kita yang sangat majemuk itu, secara sosial politik maupun sosial budaya.

Dalam rangka inilah mengapa kita menyadari pentingnya pemantapan Pancasila sebagai ideologi nasional, dengan menegaskan Pancasila itu sebagai asas organisasi­organisasi sosial politik maupun organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan,” Presiden menegaskan.

Secara panjang lebar Presiden juga menguraikan hikmah peringatan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad S.A.W. dan menegaskan peristiwa besar yang dialami Nabi Muhammad S.A.W. memberikan pelajaran yang sangat berharga. Lebih-lebih bagi bangsa Indonesia yang sedang berjuang meningkatkan mutu kehidupan lahir bathin.

Teladan dari Nabi

Sebelumnya Menteri Agama H. Munawir Sjadzali M.A. menyampaikan sejarah ringkas peristiwa Isra Mi’raj dan di akhir sambutannya Menteri mengajak seluruh bangsa yang kini telah memasuki era pembangunan Repelita IV sebagai peletakan kerangka dasar menuju tinggal landas mencapai masyarakat adil dan makmur di akhir Repelita VI nanti, agar seluruh ummat Islam mencontoh kehidupan dan perbuatan Nabi yang penuh dengan suri tauladan.

Sedangkan uraian hikmah Peringatan Isra Mi’raj yang disampaikan dengan memikat, ilmiah dan penuh penalaran oleh Prof. Dr. H. Teuku Yakob MS. MD. yang juga Rektor Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, ditegaskan bahwa selama ini pandangan bangsa-bangsa Barat terhadap Islam sering tidak seimbang.

Bangsa-bangsa Barat pada masa silam menilai, bahwa agama Islam hanya agama lokal dari bangsa-bangsa Arab saja yang bersifat dangkal dan anti ilmu pengetahuan.

Namun penilaian itu akhir-akhir ini telah dibantah oleh para ahli Barat sendiri dan menandaskan bahwa tidak ada konflik di dalam konsep Islam antara agama dengan ilmu pengetahuan.

Penggalian terus menerus kerahasiaan alam oleh ilmu pengetahuan terus membuat kita semakin yakin kepada kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta. Sampai hal ini bahkan banyak sekali kerahasiaan dan misteri alam yang belum terjawab oleh penemuan dan pencarian ilmu pengetahuan.

Sebagai salah satu contoh, Prof. Dr. H. Teuku Yakob menyampaikan teori genetika evolusioner tentang setitik atom yang menjadi benih terjadinya manusia dari milyaran generasi dan seterusnya.

“Semua menunjukkan kebesaran dan keagungan Sang Maha Pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa,” tambahnya.

Ilmu pengetahuan akhirnya menyadari kelemahan manusia dan keterbatasan kemampuan daya pikir dan otaknya, tukas Prof. Yakob pula. Dengan demikian adalah tidak benar jika dikatakan ilmu pengetahuan mencurigai agama dan sebaliknya agama justru memberikan jalan lurus pemahaman ilmu pengetahuan dan kerahasiaan alam sekitarnya dapat dipahami dengan hakekat yang sesungguhnya, ucap Prof. Dr. Yakob.

Dengan panjang Iebar ilmuwan muslim yang terkemuka itu menjelaskan hikmah Isra Mi’raj menguraikan pula tentang hasil perjalanan rohani Nabi Besar Muhammad S.A.W. yaitu perintah Allah untuk mendirikan sholat lima waktu sehari semalam.

Dengan sholat lima waktu berarti diharuskan menghargai waktu dan memprogram hidupnya secara teratur.

Waktu tidak bisa berulang kembali dan tidak akan terkejar kalau dibuang percuma. “Bubur tidak bisa menjadi nasi dan nasi tidak akan bisa menjadi padi,” kata Prof. Dr. Yakob menjelaskan.

Oleh karena itu ia mengajak seluruh umat Islam untuk menghargai waktu sebaik­baiknya dan mempergunakannya dengan setepat-tepatnya.

“Apalagi dalam usia manusia yang sangat pendek dibandingkan dengan alam,” katanya seraya mengingatkan waktu pembangunan dalam Repelita IV dan seterusnya dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur seperti yang kita rindukan.

Khidmad dan Meriah

Peringatan Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad S.A.W. di Masjid Istiqlal berlangsung khidmat dan meriah. Kedatangan Presiden Soeharto disambut oleh Menteri Agama H. Munawir Sjadzali, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag H. Qadir Basalamah, Ketua MUI KH Sjukri Gozali dan Pimpinan Proyek Masjid Istiqlal di tangga Masjid yang megah itu.

Acara pertama dibuka dengan pembacaan Kalam Illahi yang disampaikan oleh Khawasyi. juara I Pekan MTQ RRJ/TVRI 1983 dengan Sari Tilawah Dra Nurhatsanah dari TVRI yang menterjemahkan Surat An-Nazam ayat 1 sampai 25.

Setelah penyampaian hikmah Isra Miraj oleh Prof. Dr Teuku Yakob, dikumandangkan kembali ayat suci AI Qur’ an Surat Taubat ayat 70 sampai 72 oleh Qoriah Mawadah Muhadji, qoriah terbaik dewasa DKI pada MTQ 1983 dengan sari tilawah Achmad Syarif, penyiar TVRI. Akhir acara Peringatan Isra Mir’ aj ditutup dengan pembacaan doa oleh KH. Hasan Basri. (RA)

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (30/04/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 831-834.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.