PRESIDEN :
RAKYAT ACEH SADARI PENTINGNYA STABILITAS NASIONAL
Presiden Soeharto menegaskan, rakyat di Daerah Istimewa Aceh kini sudah menyadari pentingnya stabilitas nasional, khususnya dalam rangka keamanan sehingga kiprah rakyat dalam membangun sudah menyusul pembangunan di daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Presiden menegaskan hal itu dalam temu wicara dengan masyarakat Aceh di Lhangsa, sesaat setelah peresmian berbagai proyek pembangunan di propinsi tersebut, Selasa siang.
Proyek-proyek yang diresmikan Kepala Negara di Daerah Istimewa Aceh itu ialah proyek listrik masuk desa, proyek jalan dan jembatan, proyek air bersih dan proyek depo bahan bakar minyak.
Peserta temu wicara yang datang dari beberapa kabupaten di Aceh pada kesempatan itu menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Orde Baru khususnya Presiden Soeharto karena telah memimpin perjuangan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan di Indonesia termasuk di propinsi Aceh.
“Datangnya air bersih di kecamatan kami bagaikan musafir yang haus di padang pasir,” ujar seorang peserta temu wicara yang disambut gelak tawa oleh Presiden dan masyarakat yang hadir. Seorang ibu lainnya pada temu wicara itu berkata, “Dulu kami mengangkut air minum dua kilometer jauhnya dari rumah kami. Sekarang sambil masak kami bisa cuci piring karena air sudah ada.”
Seorang peserta temu wicara lain menambahkan, “Dulu kami jalan darat dari Banda Aceh ke Lhangsa sini memerlukan waktu tiga hari tiga malam, tetapi sekarang hanya sekitar tiga jam.”
Dalam dialog-dialog segar antara rakyat Aceh dengan Kepala Negara RI itu, seorang peserta lainnya nyeletuk : “Kami sekarang gunakan listrik dan membayar tiap bulan sekitar dua ribu rupiah. Dulu ketika kami pakai lampu tembok (pakai minyak tanah) sebulan menghabiskan lk. Rp.5000,-,” katanya.
Selain menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Orde Baru, peserta temu wicara itujuga memohon kepada Presiden agar desa-desa yang belum mendapat listrik di Aceh juga memperoleh listrik.
“Insya Allah,” jawab Presiden. Kepala Negara mengingatkan, di Indonesia terdapat lebih kurang 65.000 desa, sehingga pengadaan listrik tidak bisa dilakukan sekaligus tetapi secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada.
Presiden mengatakan, pembangunan nasional tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga oleh seluruh masyarakat termasuk masyarakat di propinsi Aceh.
Dalam melaksanakan pembangunan jangan hanya menunggu nunggu pemerintah, sebab kalau hanya menunggu, maka tidak akan maju-maju, kata Presiden.
“Sekarang listrik, air bersih, jalan dan jembatan sudah dibangun, tetapi kalau yang menggunakan, penghasilannya tak ada, maka tak akan mampu memanfaatkan apa-apa yang sudah dibangun itu,” kata Presiden.
Karena itu kata Kepala Negara, penghasilan perlu ditingkatkan dengan menggunakan semua ilmu yang ada baik pertanian, perdagangan maupun kerajinan rakyat.
Khusus di daerah Aceh ini, pertanian masih dapat digalakkan lagi untuk meningkatkan pendapatan rakyat. Namun diingatkannya agar yang ditingkatkan adalah pertanian yang mempunyai pasaran baik misalnya kedele.
Pada temu wicara itu, Presiden menjelaskan kembali mengenai Trilogi Pembangunan yang mencakup stabilitas nasional, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.
Presiden mengingatkan, trilogi itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena tanpa stabilitas nasional, pembangunan tidak berjalan, tanpa pertumbuhan ekonomi mana mungkin dilakukan pemerataan pembangunan paling-paling pemerataan kemiskinan dan tanpa pembangunan tak akan ada pertumbuhan ekonomi.
Pada kesempatan itu, Presiden menekankan lagi pentingnya masyarakat menjadi anggota koperasi, karena dengan menjadi anggota koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Presiden berada di Lhangsa setelah meresmikan proyek pelabuhan peti kemas Belawan (Medan) dan jalan tol Belmera (Belawan – Medan – Tg. Morawa). Presiden dan rombongan kembali ke Jakarta hari Selasa itu juga. (RA)
…
Lhangsa, Antara
Sumber : ANTARA (18/03/1987)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 81-82.