PRESIDEN SOEHARTO: MANIPULASI REBOISASI DI SULTENG RUGIKAN KEPENTINGAN BANGSA

PRESIDEN SOEHARTO: MANIPULASI REBOISASI DI SULTENG RUGIKAN KEPENTINGAN BANGSA

Presiden Soeharto mengatakan, kasus manipulasi reboisasi di Sulawesi Tengah merugikan kepentingan bangsa dan kepentingan nasional.

Jaksa Agung Ismail Saleh SH mengemukakan hal ini kepada wartawan, hari Jumat, jika memberitahukan, bahwa Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah segera akan mengajukan perkara manipulasi reboisasi di Sulteng ke pengadilan setempat.

Sebelumnya kasus ini tanggal 9/12 berselang telah dilaporkan Jaksa Agung kepada Presiden. Pada kesempatan yang sama Jaksa Agang juga melaporkan, manipulasi dengan cara sama di Sulawesi Selatan sedang ditangani kejaksaan.

Ismail Saleh mengatakan, tujuan penindakan kejaksaan bukan untuk mencari-cari kesalahan tapi adalah untuk menyelamatkan uang negara dari kebocoran dan penyalahgunaan.

Presiden Soeharto memberikan petunjuk pada Jaksa Agung, bahwa manipulasi itu sangat luas akibatnya sehingga memgikan kepentingan bangsa dan negara, apalagi untuk jangka panjang serta untuk mewariskan lingkungan yang baik pada generasi mendatang.

Ada anggaran untuk reboisasi, untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan sumber-sumber air, untuk mencegah banjir dan sebagainya, tapi anggarannya malahan dimanipulasi. Ini jelas amoral, tak bisa dibenarkan, kata Ismail Saleh yang didampingi JaksaAgung Muda bidang Operasi Moh. Salim SH.

Jaksa Agung menekankan, tak mustahil kasus semacam inijuga terjadi di daerah pedesaan, karena itu ia mengharapkan para Gubernur ikut membantu kejaksaan melaksanakan tugas menuntaskan kasus-kasus manipulasi yang ada.

Dengan demikian jajaran kejaksaan dapat lebih mantap melaksanakan tugasnya. Pengajuan kasus manipulasi reboisasi di Sulteng ke pengadilan, katanya, hendaknya menjadi peringatan pula bagi yang melakukan kesalahan sama, bahwa kejaksaan akan mengambil tindakan sesuai dengan petunjuk Presiden.

Kasus Sulteng

Jaksa Agung menjelaskan, manipulasi reboisasi di Sulteng dilakukan bersama­sama oleh pejabat pada Dinas Kehutanan Sulteng dengan kontraktor pelaksana. Perkara yang diajukan merugikan negara sekitar Rp.700 juta dan Rp.200 juta.

Dalam perkara ini akan diajukan tiga terdakwa, yaitu JA BSc., PMI dan JD, sementara itu kejaksaan masih terus melakukan pemeriksaan yang intensif dan telah menahan beberapa orang untuk pemeriksaan termasuk Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah, dan pengusaha besar Sulteng AS.

JB sampai sekarang belum tertangkap. Kejaksaan Agung telah mengeluarkan instruksi penangkapannya karena ia melarikan diri dari Sulteng. Iaakan diadili in absensia bila belum tertangkap ketika sidang pengadilan dimulai.

Dana yang dimanipulasi adalah dana tahun anggaran 1979/1980 dan 1980/1981, dengan beberapa pola.

Pertama, penyelewengan dalam jenis tanaman yang disemaikan untuk pembibitan, yaitu seharusnya pinus merkusi, tapi sebagian besar yang disemaikan adalah accasia dan kaliandra yang lebih murah harganya. Padahal menurut SKB tiga menteri, perusahaan jenis tanaman ini hanya dapat diadakan setelah ada persetujuan Menteri Pertanian cq. Dirjen Kehutanan melalui Pimpinan Proyek dengan persetujuan Gubernur.

Kedua, penyelewengan dalam jumlah yang ditanam, yaitu menurut kontrak sebanyak 3.558.000 batang, tapi yang ditemukan kejaksaan di lapangan hanya 1.997.500 batang saja, padahal anggarannya sudah dicairkan 100% yaitu Rp.1.646.485.000,-. Jadi jelas ada berita acara fiktif, pekerjaan fiktif.

Ke tiga, mengkorupsikan luas areal yang dikerjakan. Tambahan pula areal yang dinyatakan dalam kontrak temyata dibuat berdasarkan main kira-kira saja, tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, sehingga ada pula uang meliputi hutan yang sebetulnya tak perlu dapat reboisasi, pemukiman penduduk, tanah petemakan rakyat, rawa dan sebagainya.

Pola ke empat, pelanggaran dalam proses tender sebagaimana yang diatur dalam Kepres 14A/1981 dan Kepres 18/81, bahwa pekerjaan di atas Rp.20 juta harus ditenderkan, tapi ini tidak ditenderkan.

Pola ke lima, pencairan dana kepada kontraktor seharusnya sesuai dengan kemajuan pekerjaan di lapangan, tapi ternyata yang terjadi adalah lain, jadi ada berita acara fiktif. Pekerjaan dalam Berita Acara dinyatakan sudah selesai 100%, padahal malahan ada kontraktor yang kerjanya baru 0%.

Dalam rangka ini Kejaksaan Tinggi Sulteng juga memeriksa pejabat-pejabat Proyek Perencanaan dan Pembinaan reboisasi dan Penghijauan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS) Sulteng.

Ada pejabat proyek ini yang ditemukan terbukti melakukan manipulasi, karena itu berkas perkaranya disatukan. Para terdakwa dituduh melanggar Undang-undang tindak pidana korupsi.

Jaksa Agung Ismail Saleh SHmenambahkan, dalam Undang-undang No.4 tahun 1982 yang diundangkan sesudah kasus manipulasi di Sulteng terjadi, yaitu tentang ketentuan pengelolaan lingkungan hidup, diatur juga masalah penindakan perusak lingkungan hidup.

Dalam ayat 1 pasal 22 dinyatakan, bahwa yang sengaja merusak lingkungan hidup dapat dipidana selama-lamanya sepuluh tahun atau didenda sebanyak-banyaknya Rp.10 juta.

Dalam ayat 2 pasal itu dinyatakan, yang karena kelalaian telah merusak lingkungan hidup dapat dipenjara selama-lamanya satu tahun.

Adanya undang-undang tentang lingkungan hidup ini menunjukkan sikap dan tekad bangsa Indonesia untuk menjaga lingkungan hidup sebaik-baiknya, kata Ismail Saleh. (RA)

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (17/12/1982)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1035-1037.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.