PRESIDEN SOEHARTO: PANCASILA TIDAK DISANGSIKAN KETEPATANNYA SEBAGAI DASAR FALSAFAH NEGARA

PRESIDEN SOEHARTO: PANCASILA TIDAK DISANGSIKAN KETEPATANNYA SEBAGAI DASAR FALSAFAH NEGARA [1]

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto menegaskan, Pancasila sebagai dasar negara tidak dipersoalkan dan tidak disangsikan seujung rambutpun mengenai ketepatannya sebagai dasar falsafah negara, yang dapat memberi bimbingan bagi kemajuan, kesejahteraan dan keselamatan bangsa Indonesia.

Dalam pidato pada pembukaan sidang DPR untuk sidang 1975/1976. Kepala Negara mengemukakan kembali ajakannya kepada segenap bangsa Indonesia sejak tahun yang lalu untuk menyatakan tafsir mengenai Pancasila dan pengetrapannya dalam segala bidang kehidupan, baik secara perorangan maupun hidup bermasyarakat.

“Ajakan saya adalah menjabarkan Pancasila dalam rumusan-rumusan yang sederhana dan jelas untuk dipakai sebagai pedoman sikap hidup manusia Pancasila. Jangan terulang lagi misalnya, Pancasila lalu merubah menjadi “nasakom” yang membawa bencana itu.”

Presiden menyatakan, ajakannya itu adalah agar seluruh bangsa Indonesia bersama-sama memikirkan penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam segala segi kehidupan dan tingkah lakunya sehari-hari.

“Ini merupakan masalah yang penting, sebab Pancasila bukan hanya semboyan atau rangkaian kalimat yang kita anggap luhur dalam Pembukaan UUD 45 tetapi ridak menyentuh kehidupan kita.”

Presiden kemudian menegaskan kembali berbagai aspek penting yang perlu direnungkan segenap bangsa Indonesia dalam rangkaian penghayatan Pancasila.

“Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara dan pandangan hidup masyarakat Indonesia akan selalu memberi bimbingan kepada segala gerak kegiatan kita negara, masyarakat dan manusia Indonesia.”

Demikian juga, kata Presiden, gerak dan arah pembangunan Indonesia harus tetap dijiwai oleh Pancasila. Artinya: pembangunan itu bukan saja menghasilkan kemakmuran, tetapi juga harus menjamin keadilan sosial, bukan saja berisi bidang-­bidang yang kebendaan lahiriah, tetapi juga dalam keseimbangan dengan kejiwaan rokhaniah. Dengan ini maka keselarasan antara kemajuan lahir dan kesejahteraan batin akan dapat dicapai. Dan masyarakat maju yang kita bangun itu akan dapat dicapai. Dan masyarakat maju yang kita bangun itu akan merupakan masyarakat Indonesia yang tetap bercorak kepribadian sendiri.

Kerukunan Hidup Beragama

Presiden menjelaskan, Pancasila dengan sila Ketuhanan YME mencerminkan dasar kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia dan karenanya semua umat beragama selalu harga menghargai satu terhadap yang lain. Karena itu kita juga harus menghormati agama serta ibadah agama yang dianut orang lain.

“Pengertian kita yang benar mengenai taqwa kepada Tuhan dan penghayatan kita yang benar mengenai agama akan memupuk kerukunan hidup antara umat yang memeluk agama yang berlain-lainan.”

“Sikap saling harga menghargai antara sesama manusia itu merupakan wujud daripada Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,” demikian Presiden.

Kebangsaan dan Persatuan

Dikemukakan selanjutnya, dalam hubungan bangsa dan negara, Pancasila merupakan pedoman untuk selalu mengusahakan perdamaian dunia, menggalang hubungan yang bersahabat dan kerjasama dengan bangsa2 lain, atas dasar saling hormat menghormati dan menguntungkan.

“Sikap saling harga menghargai itu membuat kita tepa selira” atau besar rasa tenggang rasa, bukan sikap ekstrim atau dendam. Dengan sikap yang demikian, dalam tata pergaulan hidup akan menjamin terwujudnya keadilan, ketenteraman, keselarasan dan kekokohan masyarakat kita.”

Pancasila yang digali dari sejarah pertumbuhan masyarakat Indonesia sendiri, mencerminkan kepribadian Indonesia serta menumbuhkan jiwa persatuan dan semangat kebangsaan yang tinggi.

Justru itulah Persatuan Indonesia merupakan salah satu sila dari Pancasila. Semangat kebangsaan dan persatuan yang demikian menyuburkan rasa cinta tanah air, membangkitkan tekad untuk membela dan mempertahankan negara. Kecintaan terhadap tanah air akan menghapuskan perasaan kesukuan yang sempit, mendorong usaha untuk menyebarkan dan meratakan pembangunan.

Tidak Hendaki Diktatur

Presiden menyatakan, Paneasila dengan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan menjamin dihargainya hak2 orang seorang. Juga menjamin adanya demokrasi, yang penggunaannya harus diabdikan kepada kepentingan bersama, kepentingan umum, bangsa dan negara, bukan “demokrasi untuk demokrasi.”

Penggunaan hak demokrasi harus selalu disertai dengan rasa tanggungjawab. Demokrasi yang demikian itulah yang memberikan ciri pada demokrasi Pancasila, demokrasi yang dijiwai oleh rasa kekeluargaan. Justru karena itu maka Pancasila tidak menghendaki adanya pemerintah yang totaliter atau diktatur apapun.

“Demokrasi Pancasila atau demokrasi yang berisi dan berazaskan kekeluargaan itu perlu kita kembangkan dalam kehidupan masyarakat modem baik dalam lapangan politik, ekonomi maupun sosial.”

Dengan demokrasi Pancasila dijarninlah adanya keselarasan antara kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat. Dalam demokrasi Pancasila yang mengandung azas kekeluargaan tidak dibenarkan adanya penindasan oleh yang kuat terhadap hal yang lemah, baik penindasan melalui saluran ekonomi maupun lewat jalan politik. Didalamnya juga terkandung sikap bahwa kepentingan dan keselamatan bersama yang didahulukan, bukan kepentingan kelompoknya sendiri, walaupun kelompok itu besar.

“Kelompok yang besar maupun kecil secara sadar menundukkan diri pada kepentingan bersama dan keputusan bersama yang diambil setelah bermusyawarah untuk mencapai mufakat.”

Presiden menjelaskan bahwa sikap hidup manusia Pancasila adalah : Kepentingan pribadinya akan diselaraskan dengan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dengan pengertian bahwa kewajibannya terhadap masyarakat hendaknya lebih diutamakan daripada kepentingan pribadinya. Kepentingan pribadi akan berakhir untuk memulai melaksanakan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

Sosialistis Religius

Presiden menyatakan, masyarakat Pancasila adalah masyarakat sosialistis religius. Dengan singkat dapat ditegaskan, bahwa masyarakat Pancasila yang sosialistis religius itu mempunyai ciri-ciri pokok : tidak membenarkan adanya kemelaratan, ketergantungan, kolonialisme dan imperialisme, karenanya harus bersama-sama menghapuskannya.

Dilain pihak sikap dan sifat manusia Pancasila adalah selalu taqwa kepada Tuhan YME, cinta kepada Tanah Air, kasih sayang kepada sesama manusia, suka bekerja dan rela berkorban untuk kepentingan bersama. Demikian Presiden Soeharto. (DTS)

Sumber : ANTARA (16/08/1975)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 594-597.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.