PRESIDEN SOEHARTO : POLITIK LUAR NEGERI MANTAP BILA DIDUKUNG KEKUATAN DALAM NEGERI

PRESIDEN SOEHARTO :

POLITIK LUAR NEGERI MANTAP BILA DIDUKUNG KEKUATAN DALAM NEGERI

 

 

Presiden Soeharto menyatakan pelaksanaan politik luar negeri akan lebih mantap jalurnya dan lebih memberi hasil jika didukung oleh kekuatan-kekuatan nyata di dalam negeri. Karena Indonesia tidak akan banyak didengar di luar apabila lemah di dalam. Keberhasilan pembangunan akan menjadi kekuatan nyata dalam pelaksanaan politik luar negeri itu.

Hal itu dikatakan Presiden ketika melantik dan mengambil sumpah tiga orang Duta Besar Rl yang baru, masing-masing Bambang Soemantri untuk Republik Rakyat Laos, Djamaluddin Joeda untuk Emirat Kuwait dan Ferdi Salim untuk Kerajaan Brunei Darussalam, bertempat di Istana Negara hari Sabtu.

Tetapi sebaliknya juga menurut Presiden, pelaksanaan politik luar negeri juga akan memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional.

Setelah menyinggung beberapa ketidak-mantapan stabilitas dunia yang sewaktu­waktu bisa berubah dengan cepat dan mempengaruhi jalannya pembangunan bangsa­bangsa dunia ketiga termasuk Indonesia.

Presiden menyatakan, “Apa pun yang terjadi di dunia, maka kekuatan utama pembangunan kita adalah apa yang kita kerjakan di dalam negeri”. Untuk itu Presiden meminta semuanya berusaha sekuat tenaga agar ekonomi bangsa tetap bergerak dan pembangunan tetap jalan.

Sesuai Pancasila dan UUD

Lebih Pancasila dari Kepala Negara menyebutkan bahwa pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tetap didasarkan pada UUD dan Pancasila. Untuk membuktikannya, Presiden menunjuk kalimat pertama Pembukaan UUD yang menyatakan sikap mengenai hal yang paling hakiki dalam masalah-masalah antar bangsa.

Dalam tahap perjuangan dan pertumbuhan bangsa, Presiden juga memberi bukti bahwa pelaksanaan politik LN itu satu garis yang lurus jalannya, yakni Pancasila. Cara menurut Presiden tetap dipertahankan dan sama sekali tidak boleh berubah dalam jalannya pembangunan di segala bidang, baik di dalam maupun pelaksanaan politik luar negeri.

‘Semuanya itu tidak berarti bahwa kita menjalankan politik LN yang sempit dan kaku, karena pandangan dunia berdasarkan Pancasila menekankan moral, bukan pada kekuatan atau kekuasaan,” kata Presiden.

“Lagi pada pandangan kita terhadap dunia dari sudut Pancasila seperti diamanatkan oleh Pembukaan UUD mengungkapkan suara hati nurani manusia dan kemanusiaan”, lanjutnya.

Tidak dapat disangkal bahwa kemerdekaan itu memang hak semua bangsa dan juga tidak dapat disangkal bahwa penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan pelikeadilan, karena itu memang harus dihapuskan. Juga tidak dapat disangkal bahwa dunia hanya memberi perasaan tenteram yang menyejukkan hati setiap manusia apabila dunia ini tertib berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan sosial.

lni pula sebabnya, Indonesia selama ini berpihak pada perjuangan rakyat Palestina, mengutuk rasialisme di Afrika Selatan, meminta penarikan mundur semua pasukan asing dari negara-negara merdeka agar rakyat dapat menentukan nasibnya sendiri. Dan itu pula sebabnya Indonesia terus menerus mengusahakan kerjasama Selatan­-Selatan, kerjasama Utara-Selatan yang adil dan memperjuangkan terciptanya Tata Ekonomi Dunia Baru.

Tugas Diplomat

Presiden juga memberikan garis-garis bagi pelaksanaan tugas para Duta Besar dan para diplomat lainnya. Peranan diplomasi dan diplomat itu sangat penting sesuai pengalaman.

Kalau dahulu Indonesia memiliki pengalaman dalam penyelesaian masalah-masalah rumit dan gawat dalam hubungan antara bangsa secara baik dan damai berkat kelihaian diplomasi, maka sekarang Presiden menekankan pentingnya peranan itu dalam memperluas pasaran ekspor non-migas dan memperbesar mengalirnya arus wisatawan dari luar Indonesia.

”Keberhasilan kita dalam meningkatkan ekspor non-migas dan meningkatkan arus wisatawan merupakan salah satu kunci penting agar kita keluar dengan selamat dalam melampaui tahun-tahun yang penuh dengan ujian dan tantangan berat di hadapan kita”, kata Presiden.

Para Dubes

Bambang Soemantri, yang dilantik sebagai Dubes untuk Laos, adalah seorang diplomat karir kelahiran Bandung 56 tahun lalu. Lulusan Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN) ini memulai karirnya di Dept. Luar Negeri sejak tahun 1956, kemudian secara berturut-turut dipercayakan menjadi diplomat di KBRI Al jazair dan di Luxemburg, di samping beberapa tugasnya di Deplu. Jabatan terakhir adalah sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI di Brussel.

Djamaluddin Joeda, Dubes baru untuk Kuwait, adalah seorang sarjana lulusan Universitas Nasional dan sebelumnya juga lulus dari ADLN. Tokoh ini juga seorang diplomat karir yang pernah bertugas di Yugoslavia, Jepang, dll. Di samping beberapa jabatan yang pemah dipangkunya di Deplu, pria kelahiran Medan hampir 56 tahun lalu ini terakhir sebagai Konjen di Kobe Jepang.

H. Ferdy Salim, Dubes untuk Brunei Darussalam, lahir di Karawang 65 tahun lalu adalah seorang pumawirawan perwira menengah ABRI. Pernah kuliah di Fakultas Kedokteran, mengikuti Kursus Diplomatik, Seskoad dan Lemhanas. Tetapi karir diplomatnya juga cukup panjang, dimulai sebagai Perwakilan RI di Singapura tahun 1948-1949. Kemudian berturut -turut di Italia, Argentina, Jerman Barat, Venezuela, Mesir dan beberapa jabatan penting di Deplu. Kali ini merupakan pelantikannya yang ketiga sebagai Dubes, karena ia pernah menjadi Dubes RI di Venezuela (77-80) dan Mesir (80-82). Ia juga memiliki beberapa satya lencana baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Hadir dalam upacara pelantikan itu lbu Tien Soeharto, Wapres dan Ibu Karlinah Umar Wirahadikusumah, beberapa Menteri, Ketua DPR/MPR Amir Machmud dan para pejabat tinggi lainnya. (RA)

 

 

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (19/01/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 26-28.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.